General

Tips Ciptakan Lingkungan Kampus yang Aman Bagi Mahasiswa

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Irfan Anshori

Belakangan kasus pelecehan seksual semakin meningkat. Tempat yang dianggap sebagai zona aman seperti sekolah dan perguruan tinggi ternyata menjadi ranah terjadinya kasus pelecehan seksual.

Komisi Nasional Perempuan mencatat telah terjadi sekitar 27 persen aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus sejak 2015 hingga 2020.

Pada 2019, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan survei dengan hasil 15 persen kampus sebagai urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual.

Bimbingan skripsi jadi modus: Bimbingan skripsi menjadi salah satu modus pelecehan seksual yang dilakukan dosen terhadap mahasiswa. 

November lalu contohnya, terkuak aksi pelecehan seksual yang dilakukan seorang dosen sekaligus Dekan FISIP Unri Syafri Harto terhadap mahasiswi bimbingannya. Mahasiswi berinisial L angkatan 208 Jurusan Hubungan Internasional tersebut pun curhat di akun Instagram Korps Mahasiswa Hubungan Internasional, @komahi_ur.

Kasus lainnya terjadi di Universitas Negeri Jakarta. Seorang dosen berinisial DA diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 10 mahasiswi. Kebanyakan pelecehan dilakukan dengan pesan rayuan atau sexting.

Hierarki kampus: Dalam dunia kampus mahasiswi menjadi tidak berdaya ketika dihadapkan dengan dosen. Iming-iming meluluskan mahasiswi sebagai sarjana menjadi jalan ninja untuk pelaku melakukan aksi bejatnya.

Meski maraknya pelecehan di ranah universitas, bimbingan skripsi tetap menjadi jalan akhir untuk mahasiswa mendapatkan gelar sarjana. Founder Pendidikan Karakter Education Consulting Doni Koesoema menilai terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan untuk melakukan bimbingan tanpa menimbulkan kekerasan atau pelecehan seksual. 

Doni berpendapat dosen dan mahasiswa perlu menjalin hubungan yang profesional. Hal itu dapat dilakukan dengan saling menghormati satu sama lain. 

“Hubungan profesional bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan sejenisnya. Bahkan, hubungan itu dapat dibangun dengan lingkungan kampus yang bersahabat,” ujar Doni kepada Asumsi, Selasa (14/12/21). 

Lokasi terbuka: Doni menyarankan otoritas kampus harus mewajibkan bimbingan skripsi di tempat yang terbuka atau terlihat oleh publik. Lokasi tersebut dapat berupa tempat yang ada jendelanya atau kaca tembus pandang.

“Apabila melakukan bimbingan skripsi di ruangan tertutup dan hanya berdua, suasana itu berpotensi menimbulkan ancaman pelecehan seksual. Sehingga, pihak harus mendukung sistem dan lingkungan yang sehat, bukan hanya karena kuat atau tidaknya iman pelaku,’” ujar Doni. 

Doni juga tidak lupa mengingatkan mahasiswa untuk berhati-hati apabila dosen menginginkan bimbingan skripsi di luar kampus. Misalnya, ketika dosen sedang menjalani seminar di salah satu hotel dan mahasiswa diminta untuk datang melakukan bimbingan, kegiatan itu berpotensi akan menimbulkan tindakan yang tidak diinginkan.

Tindakan tegas kampus: Doni menambahkan pihak kampus harus ada tindak tegas dengan meningkatkan aturan dan mewajibkan setiap mahasiswa atau dosen untuk melapor setiap kali menjalankan bimbingan skripsi.

Aturan itu dilakukan agar kampus dapat mendeteksi lokasi dan proses bimbingan skripsi saat berlangsung. Ketika dosen mulai melakukan tindakan asusila, mahasiswa akan lebih mudah untuk melaporkan kasus itu ke pihak kampus untuk ditindaklanjuti. 

Mahasiswa lebih peka: Mahasiswa dinilai perlu lebih peka dan waspada ketika muncul tanda-tanda perilaku dosen yang tidak wajar. Tanda-tanda itu bisa meliputi omongan atau lontaran kalimat yang bersifat personal atau pribadi, sentuhan atau kontak fisik, mengirim pesan mengandung sexting, dan lain-lain. 

Jam kuliah: Pengamat Sosial Devie Rahmawati menyatakan bimbingan skripsi harus dilakukan saat jam perkuliahan berlangsung. Menurutnya, waktu itu dapat meminimalisir potensi tindakan yang tidak diinginkan karena masih dalam ranah keamanan kampus.

“Menurut saya waktu kerja yang dimaksud ketika masih dalam suasana perkuliahan. Apabila diminta di luar jam tersebut, mahasiswi punya hak untuk menolak,” kata Devie kepada Asumsi.co, Jumat (17/12/21). 

Lebih lanjut, Pendiri situs opini Selasar.com ini mengatakan di era teknologi yang semakin canggih, banyak alternatif lain yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi sarana bimbingan skripsi. Sarana tersebut meliputi aplikasi percakapan, video call, dan sejenisnya.

Pengesahan RUU TPKS: Devie menilai pemerintah harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Menurutnya, RUU TPKS dapat menjadi pegangan atau pelindung bagi korban untuk memperjuangkan hak dan kewajibannya. 

“Dosen kerap menempati posisi dirinya di atas mahasiswa, sehingga terciptanya relasi yang tidak berimbang dengan mahasiswa,” tutur Devie. 

Baca Juga:

Share: Tips Ciptakan Lingkungan Kampus yang Aman Bagi Mahasiswa