General

Mempertanyakan Efektivitas Prakerja Tingkatkan Kompetensi Peserta

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Program Kartu Prakerja sejatinya digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja dan kewirausahaan para peserta. Namun di saat pandemi COVID-19, program ini justru seolah menjadi bantuan sosial (bansos) dimana para pesertanya lebih mengharapkan mendapatkan insentif keuangan ketimbang meningkatkan kompetensinya.

Dikutip dari situs Prakerja, Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan berupa bantuan biaya yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja yang terkena PHK, atau pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.

Program Kartu Prakerja bertujuan untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja, meningkatkan produktivitas dan daya saing angkatan kerja, serta mengembangkan kewirausahaan. Para peserta Prakerja bisa mengikuti sejumlah pelatihan bersertifikat secara daring.

Namun fakta di lapangan, kerap kali program prakerja justru dimanfaatkan hanya untuk sekadar mendapatkan insentif senilai Rp2,55 juta. Rinciannya adalah Insentif Biaya Mencari Kerja sebesar Rp600rb/bulan selama 4 bulan setelah peserta menyelesaikan pelatihan, serta insentif Rp50 ribu untuk Insentif Pengisian Survei Evaluasi dengan maksimum tiga survei.

Pemerintah sendiri sudah melanjutkan program Kartu Prakerja dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2022. Nantinya Prakerja ditargetkan untuk 2,9 juta peserta.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut program ini dijalankan untuk untuk peningkatan kemampuan atau skill pekerja, baik reskilling maupun upskilling.

Puluhan Ribu Peserta Tidak Mengikuti Pelatihan

Manajemen Pelaksana (PMO) Program Kartu Prakerja mencabut puluhan ribu status pesertanya. Sampai akhir November 2021 ada 86.878 orang peserta yang dicabut penerimaan program ini.

Head of Communication PMO program Kartu Prakerja, Louisa Tahutu mengatakan para peserta Kartu Prakerja yang dicabut kepesertaannya ini karena tidak melakukan pemilihan pelatihan dalam jangka waktu selama 30 hari atau sebulan.

Adapun berdasarkan aturan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 11/2020 Pasal 20 ayat 2 dan 3, para penerima Kartu Prakerja wajib memilih pelatihan pertama dengan jangka waktu maksimal 30 hari sejak diterima sebagai penerima pelatihan dan insentifnya.

“Peserta Prakerja itu kan, ada yang namanya persyaratan ya. Jadi, setelah ditetapkan sebagai peserta, mereka harus memilih pelatihan maksimal 30 hari. Jadi misalnya 30 hari setelah ditetapkan dia tidak ambil pelatihan, dicabut kepesertaannya,” jelas Louisa kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Senin (29/11/2021).

Namun ia mengklaim, pengurangan jumlah peserta karena tidak mengambil pelatihan ini lebih rendah dibandingkan tahun 2020. Pencabutan kepesertaan prakerja pada tahun lalu mencapai 478.619 orang.

“Sekarang ini justru lebih sedikit. Sekali lagi, pengurangan adalah tahun lalu juga kami cabut karena tidak memenuhi persyaratan. Tahun 2021 anak-anaknya lebih patuh. Semuanya membeli pelatihan dalam waktu 30 hari,” ungkapnya.

Masih Dibutuhkan Masyarakat

Louisa menegaskan program Kartu Prakerja masih dibutuhkan masyarakat dan efektif meningkatkan kompetensi dan skill mereka. Terlebih, adanya insentif yang bisa membantu keuangan di masa pandemi COVID-19 yang masih terjadi di tanah air.

“Saat kita membuka kuota 300 ribu orang yang daftar 3 juta orang artinya sangat dibutuhkan. Insentifnya juga masih sangat dibutuhkan masyarakat untuk membantu di masa pandemi,” katanya.

Namun, meski ada insentifnya ia mengingatkan kalau tujuan akhir dari program ini bukanlah bansos melainkan peningkatan kompetensi para pesertanya. Pelatihan untuk peningkatan kompetensi dipastikannya menjadi program jangka panjang pemerintah dan belum akan diakhiri dalam waktu dekat.

“Prakerja ini kan, sebetulnya main rolenya bukan bansos, tapi semi bansos alias bansos bersyarat. Peningkatan kompetisi itu akan selalu dibutuhkan masyarakat. Adanya insentif itu muncul juga karena situasi pandemi,” tandasnya.

Tidak Ada Pengukuran Efektivitas

Pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lisman Manurung justru mengkritisi klaim pihak Manajemen PMO Kartu Prakerja yang menyebut program ini efektif untuk meningkatkan kompetensi masyarakat

Ia menilai setelah para pesertanya menyelesaikan pelatihan, tidak ada pengukuran yang jelas sejauh mana hasilnya yang memperlihatkan mereka bisa lebih mandiri membuka usaha atau mendapatkan pekerjaan baru.

“Menurut saya selama ini tidak diukur penyelenggaraannya dengan melihat outcome dari pelatihannya apa. Setelah dilatih dan dapat sertifikat, gimana selanjutnya. Efektivitas program masih dipertanyakan,” kata Lisman saat dihubungi terpisah.

Menurutnya pihak penyelenggara program ini juga mesti melakukan pengamatan tersendiri soal peningkatan kompetensi dan skill apa saja pada para pesertanya setelah mereka mengikuti pelatihan.

“Sejauh ini enggak terukur apakah kompetensi para pesertanya benar-benar mengalami peningkatan atau tidak. Outcomenya apa setelah dia dilatih? Ini yang harus diobservasi lebih lanjut oleh penyelenggaranya,” ucapnya. (Zal)

Baca Juga:

Share: Mempertanyakan Efektivitas Prakerja Tingkatkan Kompetensi Peserta