Isu Terkini

Seputar BLT dan Tuduhan Mental Pengemis

Ilham — Asumsi.co

featured image
Setkab

Pemerintah resmi memberikan bantuan langsung tunai di Bulan Juli ini, setelah Presiden Jokowi meminta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk mempercepat penyaluran BLT kepada masyarakat.

“Saya minta jangan sampai terlambat, baik itu PKH (Program Keluarga Harapan), baik itu BLT (Bantuan Langsung Tunai) Desa, baik itu Bantuan Sosial Tunai (BST), jangan ada yang terlambat. Dan yang paling penting lagi adalah bantuan beras, bantuan sembako. Minggu ini harus keluar, percepat, betul-betul ini dipercepat,” ujar Jokowi.

Program BLT pada awalnya merupakan ide yang lahir dari Wakil Presiden Jusuf Kalla usai memenangkan Pemilu 2004 bersama Presiden SBY. Program tersebut mengacu pada perintah presiden nomor 12 tahun 2005 menggerakkan program BLT tanpa syarat pada Oktober 2005 sampai Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.

Target utama dari program pemerintah itu adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara 0 sampai 15 tahun, atau ibu hamil. Dana tunai akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun. Program ini telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah dan 739 sub daerah dengan jumlah yang telah berhasil 816.000 keluarga miskin.

Saat itu, target penerima BLT mendapatkan transfer tunai Rp300 ribu yang dikirim melalui kantor pos. Pembayaran dilakukan secara tiga tahap dimulai pada bulan Oktober dan tambahan pembayaran sebesar Rp300 ribu sisanya diberikan pada tahun berikutnya dengan total insentif Rp1,2 juta per rumah tangga.

Program serupa kemudian kembali digerakkan tiga tahun berselang berdasarkan Perintah Presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008. Namun, total nominal yang diberikan kepada masyarakat dipangkas menjadi Rp900 ribu dan ditutup setelah sembilan bulan.

BLT sempat menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) pada 2013. Namun, program ini dalam pelaksanaannya menghadapi banyak masalah. Contoh masalahnya adalah banyak warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan tunai, banyak warga yang telah meninggal terdata. Program tersebut akhirnya dihentikan setelah berganti Presiden.

Sempat Terhenti, Dilanjutkan Pada 2020

Program BLT kemudian dilanjutkan kembali saat pandemi di tahun 2020. BLT dari pemerintah ada empat macam di antaranya adalah BLT Subsidi Gaji, Kartu Prakerja, BLT UMKM, dan BLT PKH hingga 2021.

Pertama, Bantuan subsidi gaji BPJS Ketenagakerjaan menyasar karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Pencairan BLT ini dimulai sejak 27 Agustus lalu dan dilakukan bertahap hingga akhir Desember 2020. Rencananya pemerintah akan kembali melanjutkan program ini saat perpanjangan PPKM Level 4.

Kedua, Kartu Prakerja dirilis pemerintah untuk membantu mereka yang terdampak pandemi, khususnya karyawan yang terkena PHK dan pengangguran. Peserta dari program ini akan mendapatkan bantuan insentif untuk pelatihan kerja sebesar Rp 1 juta per bulannya. Pemerintah memberikan dana sebesar Rp 3.550.000 bagi peserta yang lolos sebagai penerima Kartu Prakerja 2020

Ketiga, pemerintah membantu para pelaku usaha UMKM lewat program dana hibah atau pencairan BLT. Skemanya yakni kucuran bantuan UMKM Rp 2,4 juta yang ditransfer lewat rekening.

Keempat, pemerintah melalui Kementerian Sosial menyalurkan bantuan sosial yakni bantuan sosial tunai (BST) senilai Rp 500.000 atau bansos Rp 500.000 untuk masyarakat yang bukan penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Sedangkan BLT untuk sembako non-PKH ini menyasar 9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Setiap penerima mendapatkan dana tunai sebesar Rp 500.000 ( BLT Rp 500.000).

Baca Juga: Curhat Aliansi Kelompok Marjinal soal PPKM Darurat: PHK hingga Tak Dapat Akes Kesehatan

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah melihat proses bantuan langsung tunai yang dilakukan pemerintah dikarenakan belum ada anggarannya.

“Sehingga, pemerintah terlihat enggan memberikan Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakatnya,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (26/7/2021).

Menurutnya pemerintah sebetulnya bisa mengeluarkan anggaran bantuan langsung tunai, asal punya Political Will dan kepedulian yang tinggi. Apalagi BLT saat pandemi sudah merupakan kewajiban pemerintah berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“BLT atau apa namanya. Kalau menurut saya perlu, karena adanya karena tanggung jawab negara. Kalau enggak mau, harus mengubah aturan yang ada. UU no.6 2018 tentang karantina kesehatan tanggungjawab negara, jadi wajib memberikan bantuan terhadap masyarakat terdampak,” ujarnya.

Buat Masyarakat Bermental Pengemis?

Presiden Joko Widodo sebelumnya sempat tidak setuju saat menjadi Gubernur DKI. Ia menilai program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi penaikan harga BBM bersubsidi tidak mendidik rakyat.

“Saya dari dulu emang enggak senang bantuan tunai, kalau bisa diberikan buat usaha produktif. Dari dulu saya enggak setuju BLT, yang balsem [BLSM] ini juga, semuanya,” katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (17/6/2013).

Dia mengatakan pemberian uang tunai kepada usaha produktif dampaknya lebih bagus ketimbang langsung diberikan kepada masyarakat. “Memberikan cash kepada masyarakat memberikan pendidikan yang tidak baik.”

Trubus mengatakan mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Joko Widodo saat itu. Namun, berbeda dengan saat ini, BLT harus tetap diberikan kepada masyarakat. “Karena itu adalah tanggung jawab negara untuk melindungi masyarakatnya,” katanya.

Ia berharap BLT yang dilakukan pemerintah saat ini sistem akurasinya diperbaiki. Jangan sampai bantuan langsung tunai ini disalurkan bukan ke orang yang tepat.

“Perlu pendataan akurat, supaya tidak terjadi penyimpangan, tepat sasaran dan tidak semua masyarakat punya akun bank. Bisa kerja sama dengan kantor pos untuk daerah-daerah yang jangkauan jauh. Pemerintah juga perlu membuat aturan dan kebijakan. Jangan sampai malah dana tersebut untuk buat beli rokok. Jadi, nggak ada alasan pemerintah belum ada duit karena semuanya ada. Tinggal bagaimana pemerintah mau membantu masyarakat atau tidak?” ucapnya. 

Share: Seputar BLT dan Tuduhan Mental Pengemis