Isu Terkini

Curhat Aliansi Kelompok Marjinal soal PPKM Darurat: PHK hingga Tak Dapat Akes Kesehatan

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Delapan Lembaga yang tergabung Aliansi Kekerasan dan Pelecehan Dunia Kerja Kelompok Marjinal mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah soal PPKM Darurat. Kebijakan itu dinilai membawa banyak dampak terhadap masyarakat miskin dan terpinggirkan.

Desakan mengevaluasi didasari atas anggapan bahwa pemerintah terkesan meremahkan dan tidak mengukur dampak yang terjadi akibat PPKM Darurat.

Tidak dilayani dan mendapat akses memadai

Eny Rochayati dari Jaringan Rakyat Miskin Kota mengatakan bahwa kondisi menyedihkan akibat PPKM Darurat terjadi di daerahnya, Penjaringan, Jakarta Utara. Di sana, dia bercerita banyak warga yang menjalani isolasi mandiri tidak bisa mendapatkan tabung oksigen. Kondisi itu pun membuat dirinya berinisiatif untuk membantu mereka.

“Tabung oksigen tersebut harus dibagi atau dibawa dari rumah yang isoman ke rumah yang lainnya. Bahkan, ada yang belum sembuh, harus mengikhlaskan tabung tersebu diberikan kepada mereka yang lebih membutuhkan,” kata Eny kepada Asumsi.co, Minggu (18/7/2021).

Melihat kondisi itu, Eny melihat bukan pemerintah yang bekerja menangani masyarakat yang terdampak pandemi, melainkan warga bergotong royong untuk saling membantu. Ia menyatakan pemerintah lalai dan terkesan sengaja tidak menyadari kondisi masyarakat seperti itu.

“Jangankan tabung oksigen, untuk mendapatkan isinya kami kesulitan. Kita bisa bayangkan bagaimana saudara kita menunggu mendapatkan tabung oksigen. Itu yang kami rasakan,” katanya.

Ia berpikir menunggu bantuan pemerintah seperti pungguk merindukan rembulan. Menurutnya sampai saat ini juga belum ada Bantuan Langsung Tunai yang tersalurkan di daerahnya,  sehingga ia berinisiatif membantu masyarakat dengan menyalurkan sejumlah dana ke 88 kepala keluarga di Penjaringan.

“Saat ini kami juga menyalurkan dana ke 88 keluarga. Dengan masing-masing mendapatkan Rp250 ribu,” katanya.

Ia berpendapat upaya pemerintah dengan melakukan PPKM Darurat untuk memutus rantai Covid-19 tidak efektif, sehingga banyak pekerja seperti tukang becak, ojek tidak bisa mencari nafkah.

“Bahkan untuk melakukan isoman seperti anjuran pemerintah bagi masyarakat yang tidak mendapatkan rumah sakit, juga tidak bisa. Mungkin bayangan pemerintah adalah rumah yang besar, bukan seperti rumah mereka yang hanya 2×4 meter dan tidak memenuhi standar isoman,” katanya,

Ia berharap pemerintah bisa hadir dan melihat situasi seperti ini. Terutama dengan memberikan kebijakan seperti untuk makan dan kesehatan.

“Misal adanya kebijakan yang memberikan akses kesehatan dan makanan kepada mereka. Hingga Juni-Juli saja, ada 50 orang yang meninggal karena isoman. Ini harus menjadi catatan pemerintah,” katanya.

Penghasilan turun hingga PHK

Senada Eny, Indri Mahadiraka dari TURC menjelaskan selama pandemi ini 96 persen pekerja rumahan mengalami penurunan pendapatan. Kondisi itu diperparah dengan adanya PPKM Darurat. Biasanya, penghasilan pekerja rumahan bisa Rp1,5 juta rupiah. Selama kebijakan PPKM Darurat dilaksanakan penghasilan mereka menurun mencapai Rp500 ribu.

“Ini cukup menyedihkan. Bisa dibilang, selama PPKM darurat dilaksanakan order mereka berkurang dan banyak yang terkena PHK,” katanya.

Berdasarkan data, Indri juga membeberkan sekitar 40 persen dari 19 juta pekerja rumahan belum mendapatkan bantuan sosial. Menurutnya banyak yang tidak tahu informasi, tidak terdata. hingga pengajuan BLT-nya ditolak. Begitu juga dalam hal mendapatkan vaksin, selama ini belum ada pendataan untuk terhadap pekerja rumahan.

Untuk itu, ia berharap pemerintah untuk memprioritaskan anggaran pekerja harian dan sosialisasi vaksin yang lebih optimal. Apalagi mengenai tes PCR yang mahal dan tidak ada fasilitas isoman yang memadai.

“Kami tidak bisa menyalahkan mereka, karena pemerintah masih belum maksimal untuk mengatasi hal ini,” katanya.

Senada dengan ketiga orang di atas, Dewi Tjakrawinata dari Yapesdi menyebut jutaan penyandang disabilitas belum menerima bantuan sosial dari pemerintah. Kemudian, sekitar 22 ribu orang disabilitas yang bekerja di sektor informal sebagai tukang pijat, tukang angkut batu tidak bisa bekerja dengan adanya PPKM Darurat membuat

“Sebagian besar hampir kebanyakan masih hidup menumpang Bersama keluarganya, sehingga mereka tidak terdaftar bantuan itu. Banyak sekali penyandang disabilitas yang tidak mendapat akses BLT. Jadi, omong kosong bantuan tepat sasaran, karena mereka tidak pernah menerima,” katanya.

Keempatnya berharap adanya kebijakan terintegrasi antar pemerintah dengan departemen lainnya. Karena kalau masalah ini berlangsung terus, banyak masyarakat yang terpinggirkan terkena dampaknya.

“Ini harus segera di atasi oleh pemerintah. Jangan sampai berlarut-larut. Apalagi rencananya, PPKM Darurat diperpanjang,” pesan mereka.

Share: Curhat Aliansi Kelompok Marjinal soal PPKM Darurat: PHK hingga Tak Dapat Akes Kesehatan