Jenderal Dudung Abdurachman tergolong cepat selama menapaki karir di TNI Angkatan Darat.
Dalam rentang waktu setahun, dia menjabat Pangdam Jaya lalu dipercaya menjadi Pangkostrad, kemudian Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Relasi dengan PDIP selaku partai penguasa diduga kuat membuat Dudung cepat menanjak.
Karir Cepat Dudung
Jenderal Dudung Abdurachman baru saja diangkat menjadi KSAD menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang dilantik sebagai Panglima TNI.
Karir Dudung hingga menjadi pimpinan tertinggi level TNI AD dan mendapat bintang empat tergolong cepat.
Dia sempat menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer pada September 2018 hingga Juli 2020. Dudung kemudian dipercaya menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya pada Juli 2020 dengan pangkat Mayjen atau bintang dua.
Tidak sembarang orang bisa mendapat mandat sebagai Pangdam Jaya untuk menjaga keamanan ibu kota negara termasuk Istana Kepresidenan.
Dudung terhitung hanya menjadi Pangdam Jaya sepanjang Juli 2020 hingga Mei 2021. Tidak sampai setahun, dia diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Pangkatnya naik menjadi Letnan Jenderal atau bintang tiga.
Hanya beberapa bulan kemudian, Dudung langsung diangkat menjadi KSAD. Pangkatnya pun kembali naik menjadi Jenderal penuh atau bintang empat. Dia diangkat menjadi KSAD pada November 2021.
Cuma dalam setahun atau sejak Juli 2020 usai menjabat Pangdam Jaya, karir Dudung meroket hingga menjadi Jenderal bintang empat.
Relasi dengan PDIP
Diketahui, Dudung merupakan menantu dari Mayjen Purn. Cholid Ghazali yang punya kedekatan dengan PDIP. Cholid pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Baitul Muslimin PDIP.
Tak heran jika Cholid dekat dengan pimpinan PDIP. Baik itu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, hingga mendiang Taufik Kiemas.
Selain itu, Dudung pun bersikap keras terhadap Front Pembela Islam (FPI) saat menjabat sebagai Pangdam Jaya. Kini, FPI sudah ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintahan Presiden Jokowi.
Dudung pun pernah membuatkan patung Soekarno di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah. Padahal, selama ini TNI lebih identik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Tetapi Dudung memilih untuk membuatkan patung Soekarno selaku proklamator Indonesia merdeka.
Asumsi Publik
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menganggap wajar jika publik mengaitkan karir Dudung dengan kedekatan mertuanya dengan PDIP.
Menurutnya, publik akan selalu berasumsi demikian jika sudah mengetahui rekam jejak seorang pejabat negara.
“Publik selalu mengaitkan kedekatan mertua Dudung dengan partai politik tertentu. Dugaan ini sah karena publik selalu mencari tahu soal kiprah dan karir Dudung secara detail,” kata Adi saat dihubungi.
Adi menilai publik juga mencari tahu latar belakang Dudung karena keberaniannya melawan FPI.
“Sikapnya yang sangat berani melawan kelompok FPI sepertinya menjadi poin penting dari figur Dudung, karena jarang sekali yang berani konfrontatif dengan FPI atau ormas islam yang kerap berselisih dengan negara,” kata Adi.
Terpisah, pengamat politik CSIS, Arya Fernandes menganggap Dudung dipercaya menjabat sebagai Pangkostrad lalu KSAD dalam waktu singkat atas pertimbangan strategis. Selain itu, dia yakin Dudung dipilih karena memang dinilai mampu serta memiliki riwayat kepemimpinan yang memadai.
“Chemistry dengan panglima TNI juga masuk sehingga ini oke dan beliau bisa dibilang layak. Kalau soal kedekatan dengan partai tertentu saya tidak mau berkomentar banyak juga. Cuma kita tahu juga kalau KSAD adalah jabatan yang politis juga dari segi karier,” kata Arya.
Baca juga: