Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Arteria Dahlan kembali di pusaran kontroversi. Teranyar, politikus PDIP ini menyatakan polisi, jaksa, dan hakim tidak perlu ditangkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) soal kasus korupsi.
Menurutnya, aparat penegak hukum adalah simbol negara. Sehingga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh menangkap aparat melalui OTT.
Pernyataan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Arteria dianggap seperti membiarkan aparat penegak hukum melakukan tindakan korupsi yang sewenang-wenangnya.
Ia juga mengatakan kedepannya di Komisi III akan menginisiasi perihal usulan ini juga. Arteria menepis kritik bahwa Ia bukan karena pro-koruptor tapi karena aparat hukum adalah simbol negara di bidang penegak hukum.
Kenapa OTT Penting?
KPK merupakan lembaga negara yang memiliki kekuasaan eksekutif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK mencegah dan memberantas korupsi melalui beberapa upaya seperti koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran yang sesuai dengan Undang-Undang KPK.
Sehingga, dalam pemberantasan korupsi perlu tindakan penangkapan yang kuat salah satunya melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Istilah ini memang tidak tercatat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tetapi terdapat istilah yang serupa Tertangkap Tangan dan Penangkapan. Istilah itu tercatat pada KUHAP Pasal 1 Butir 19.
KPK menjalan teknik OTT dengan mengumpulkan barang bukti yang dapat menandingi kecanggihan dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh pelaku. Teknik dilakukan dengan cara penyadapan dan penjebakan.
OTT penting untuk menangkap pelaku korupsi sebab tidak perlu kesulitan melewati alur birokrasi yang membutuhkan waktu lama dan sudah menghasilkan barang bukti yang konkret. Sehingga, dalam konteksnya OTT dilakukan tidak hanya untuk pihak-pihak tertentu tetapi seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi.
Fokus Pada Aturan Saja
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai pernyataan Arteria tidak perlu didengarkan. Pasalnya, polisi, jaksa, dan hakim punya aturannya sendiri dalam proses penegakkan hukum.
Ujang khawatir jangan sampai DPR menyatakan usulan seperti itu untuk mengamankan dirinya dari kasus-kasus kolega atau penyumbangnya. Sehingga, Ia menyarankan jangan fokus pada statement Arteria, namun fokus pada sistem atau aturan yang seharusnya.
“Jangan bermain pada statement Arteria Dahlan, namun fokus pada sistem atau regulasinya. Kalau memang Arteria mengusulkan seperti itu tidak apa-apa, namun buat regulasi yang jelas,” ujar Ujang kepada Asumsi.co, Jumat (19/11/2021).
Pengalihan Isu
Selain itu, Ujang menilai mungkin saja ini ada bentuk pengalihan isu dari Arteria. Seperti yang dijabarkan Asumsi.co sebelumnya, Arteri memang kerap melontarkan aksi kontroversial. Mulai dari dirinya ingin dipanggil “Yang Terhormat”, menghina Kemenag, menyebut Profesor Emil Salim sesat, hingga yang terakhir tentang OTT.
“Mungkin saja karena tidak ada narasi yang objektif, argumentatif, dan benar maka memunculkan narasi yang kontraproduktif. Seorang pejabat ketika ingin berbicara atau membuat pernyataan harus berpikir panjang. Sehingga, apa yang dilontarkan melalui perkataannya dapat dipertanggung jawabkan,” tegasnya.
Selain itu, Ujang menegaskan jika ingin memperbaiki sistem hukum di Indonesia jangan membuat pernyataan yang kontraproduktif. Semestinya, pihak-pihak tersebut memperkuat regulasi atau aturan tersebut.
Tidak Masuk Akal
Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar menilai usulan tersebut tidak masuk akal. Menurutnya, Arteri seakan-akan membiarkan terjadinya tindak pidana.
“Tidak masuk akan dan itu sama saja dengan membiarkan terjadinya tindak pidana. Menurut hukum pidana orang yang mengetahui terjadinya kejahatan juga dapat dituntut secara hukum,” kata Abdul kepada Asumsi.co, Jumat (19/11/2021).
Abdul berpendapat usulan yang dilontarkan oleh Arteri tidak wajar atau bijak sebagai politikus. Sebab, aturan ini sudah jelas syarat dan kepentingan yang berlaku tanpa pandang bulu.
“Siapapun yang tertangkap tangan melakukan tindakan pidana harus ditangkap dan diproses secara pidana,” tegas Abdul.
Abdul menanggapi ketika Arteri sebut polisi, jaksa, dan hakim adalah simbol negara, yakni justru negara dalam fungsinya sebagai penegak hukum dan menjadi tugas utama termasuk melakukan OTT oknum-oknum yang menyimpang dari aturan hukum.
Bukan Representasi PDIP
Anggota DPR F-PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan pernyataan dari Arteria bukan merupakan representasi dari partai banteng merah ini.
“Hanya Arteria saja dan pandangan pribadinya,” singkat Hendrawan kepada Asumsi.co, Jumat (19/11/2021).
Baca Juga: