Nama Arteria Dahlan kembali menjadi bahan pergunjingan. Dirinya menyebut aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim adalah simbol negara dan tidak boleh ditangkap lewat OTT.
Bukan kali ini saja politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menuai kontroversi. Selama ini aksi dan komentar Arteria Dahlan memang membuat publik menggelengkan kepala.
Mulai dari minta dipanggil “Yang Terhormat”, hingga membela pengeroyok perawat di Lampung, politisi berusia 46 tahun itu memang seolah tak pernah kehabisan panggung. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut deretan kontroversi dari Anggota Komisi III DPR itu.
Yang Terhormat
Arteria Dahlan mulai masuk panggung Senayan di tahun 2015, ketika dilantik menjadi Pejabat Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2014-2019, menggantikan Djarot Syaiful Hidayat yang mengisi posisi wakil gubernur DKI Jakarta.
Pada rapat kerja antara Komisi III dengan pimpinan KPK, 11 September 2017, Arteria memprotes kelima Pimpinan KPK lantaran tak menyebut anggota DPR dengan panggilan ‘Yang Terhormat’.
“Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan ‘Yang Terhormat’,” kata Arteria.
Hina Kemenag
Pada 28 Maret 2018, Arteria ramai diperbincangkan lantaran menyebut Kementerian Agama dengan kata-kata tidak pantas. Makian itu dilontarkan Arteria lantaran kesal dengan kasus travel umrah bodong.
Arteria meminta kejaksaan tak hanya menginventarisasi travel umrah yang bodong, tapi juga melakukan penindakan kepada Kementerian Agama. Sehari kemudian, dirinya meminta maaf apabila ada pihak-pihak dari Kemenag yang tersakiti atas ucapannya.
Sebut Prof. Emil Salim Sesat
Sikap temperamental Arteria kembali ditampilkan saat diundang dalam diskusi membahas UU KPK di sebuah acara televisi swasta, Oktober 2019. Arteria menyebut guru besar ekonomi Professor Dr Emil Salim sesat. Tak hanya itu, dalam beberapa kesempatan Arteria juga berdiri dari kursinya sambil menunjuk-nunjuk Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto itu.
Terkait hal itu, Arteria pun tidak menyesal. Bagi Arteria, Emil Salim tidak memiliki latar belakang hukum dan tak memahami materi UU KPK, sehingga berpendapat keliru dan menyerang DPR.
“Saya hanya sayangkan seorang tokoh senior yang saya hormati, dimanfaatkan untuk mengutarakan hal-hal yang sebenarnya di luar kapasitas beliau,” ucap Arteria.
Menjamin Pengeroyok Perawat
Kontroversi kembali muncul, saat Arteria Dahlan turun tangan dalam kasus pengeroyokan perawat Puskesmas Kedaton Bandar Lampung, Rendy Kurniawan. Arteria mewakili keluarga tersangka meminta penyidik menangguhkan penahanan tiga tersangka pengeroyokan. Arteria bahkan masuk dalam pihak yang menjamin ketiga tersangka.
Hal ini membuat Arteria sempat dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, atas dugaan melanggar kode etik. Hanya saja, Wakil Ketua MKD DPR RI, Habiburokhman mengatakan pihaknya belum menerima laporan resmi atas dugaan pelanggaran tersebut.
Cat Ulang Pesawat RI 1
Keputusan mencat ulang Pesawat Kepresidenan dari biru langit putih menjadi merah putih, menjadi bahan perdebatan publik. Khususnya dari kader Partai Demokrat yang menilai anggaran itu sebaiknya untuk penanganan virus Corona.
Namun Arteria Dahlan justru menuding kader Partai Demokrat mengalami “post colour syndrome”. Menurut Arteria, tak ada yang salah dengan pengecatan pesawat kepresidenan sesuai warna bendera, merah putih. Justru ia menuding presiden sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono sengaja memesan warna biru langit yang identik dengan warna Partai Demokrat.
Anggaran Polri
Nama Arteria Dahlan kembali disorot, setelah pernyataanya di tengah rapat kerja Komisi III DPR dengan Polri di kompleks parlemen, Jakarta, 14 September 2021. Arteria memberi tanggapan soal permintaan Polri mengajukan tambahan anggaran Rp19 triliun.
Arteria menyebut fraksi dan partainya selalu pasang badan dalam menyetujui segala anggaran yang diajukan Polri. Arteria juga berterima kasih kepada Polri yang membantu saat Ketua DPP PDIP Puan Maharani tersangkut polemik Sumatera Barat dan Pancasila.
PP Pengetatan Remisi Koruptor Cacat Sejak Lahir
Awal bulan ini, Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi bagi Kasus Korupsi. Walau dianggap sebagai salah satu pelemahan dalam usaha pemberantasan korupsi, Arteria malah mendukung keputusan tersebut.
Arteria Dahlan bahkan menyebut PP tersebut memang sudah cacat sejak lahir.
“Tetapi karena tidak populer, tidak ada yang berani bicara ketika itu. Saya lebih memilih PP ini sudah bermasalah sejak akhir dari sosiologis, filosofis, maupun yuridis,” ujar Arteria dalam tayangan di salah satu televisi swasta.
Polisi, Hakim, dan Jaksa Tidak Boleh di-OTT
Seperti diberitakan Asumsi.co sebelumnya, Politikus PDIP itu menyatakan polisi, jaksa dan hakim tidak boleh ditangkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus korupsi. Menurutnya, aparat penegak hukum adalah simbol negara, sehingga tidak boleh ditangkap lewat OTT.
“Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi. Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT. Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum,” kata Arteria dalam webinar bertajuk Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?’ pada Kamis (18/11/2021).
Baca Juga: