Isu Terkini

Urgensi Aturan Kekerasan Seksual di Kampus Saat RUU PKS Bermasalah

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
ANTARA/Syaiful Arif

Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, salah satunya di kampus merupakan permasalahan serius yang harus segera dituntaskan. Salah satu bentuk upaya mengatasi hal itu adalah lewat Permendibudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.

Namun, peraturan yang diteken Nadiem Makarim itu menuai pro dan kontra. Sebagian pihak menilai peraturan itu bermasalah secara formal dan materiil. Sebagian lain mendukung lahirnya aturan tersebut.

Urgensi aturan kekerasan seksual di kampus

Komnas Perempuan menilai terbitnya Permendikbud No.30 Tahun 2021 merupakan langkah awal bagi lingkungan pendidikan yang sejahtera, aman, nyaman, dan adil. Sesuai dengan Undang-Undang, sistem pendidikan seharusnya menjadi tempat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Tujuan sistem pendidikan tersebut dapat terwujud jika kondisi kampus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, selain adanya fasilitas lengkap.

Dikutip dari Lembar Fakta Komnas Perempuan, pada 2015 hingga 2020 terdapat 51 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Tercatat Universitas menempati posisi pertama dalam kasus kekerasan, yakni 27 persen dengan bentuk kekerasan tertinggi dikuasai oleh kekerasan seksual, yakni 88 persen atau 45 kasus. 

Kategori kasus kekerasan seksual yang dialami di kalangan kampus beragam, seperti pemerkosaan, pencabulan, dan pelecehan seksual.

Hasil analisa juga menyebutkan kekerasan seksual yang terjadi di kampus umumnya karena menggunakan relasi kuasa dosen. Terutama, korban sulit untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual karena kampus belum memiliki aturan yang jelas.

Dilansir dari situs Komnas Perempuan, umumnya penanganan kasus di kampus yang cukup lemah dikarenakan pelaku adalah orang yang dekat dalam lingkup kampus seperti dosen, mahasiswa, atau karyawan. 

Sehingga, korban seringkali enggan untuk melaporkan tindakan tersebut atas dasar takut terancam dalam dunia pendidikannya. Minimnya juga wadah pemulihan bagi korban, sebagaimana dapat dilihat dapat mengganggu kondisi psikis atau mentalnya. 

Oleh karena itu, Komnas Perempuan menilai Permendikbud ini menjadi senjata bagi korban untuk lebih sigap dalam melaporkan tindakan merugikan tersebut.

Salah satu aturan penting dalam permen itu adalah menjamin pemulihan bagi korban. Sebab, kampus wajib melakukan penanganan kekerasan seksual melalui pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. 

Bentuk pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, dan/atau bimbingan sosial dan rohani. 

RUU PKS Harus Komprehensif

Kehadiran Permendibudristek Nomor 30/ 2021 tak lepas dari belum disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) oleh DPR. RUU PKS juga diketahui bermasalah karena mengalami perbuahan yang signifikan dari rumusan awal.

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia Khotimun Sutanti menilai RUU PKS tetap dibutuhkan segera untuk diatur secara komprehensif. Sehingga, RUU PKS menjadi lex specialis dan memberikan mandat lebih besar terhadap negara dalam pencegahan dan penanganan berperspektif korban. 

“Walaupun tentu berbeda antara level Permendikbud atau yang lain dengan UU karena hanya mendorong agar kampus-kampus punya Standar Operasional Prosedur (SOP), tentu sanksinya bagi pelaku hanya yang berasal dari lingkup kampus dan yang bersangkutan serta sanksi sesuai kapasitas kampus (skors, pemberhentian, dan lain-lain,” kata Khotimun kepada Asumsi.co pada Selasa (9/11/2021). 

Melansir Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, terdapat ketentuan yang kurang, serta mengakibatkan sistem keadilan dan kepastian hukum dalam konteks perlindungan korban semakin jauh.

Misalnya, tidak adanya asas dan tujuan yang jelas dalam pembentukan UU, sehingga membuat arah PKS tidak jelas. Kemudian, berubahnya nomenklatur tindak pidana perkosaan menjadi pemaksaan hubungan seksual telah mereduksi pemaknaan atas tindakan perkosaan itu sendiri.

Selanjutnya, menyamaratakan unsur kekerasan seksual kepada korban dewasa dan anak, tidak ada aturan pidana berupa tindakan bagi pelaku, serta berbagai revisi lainnya yang masih perlu diperhatikan sebelum pengesahan. Hingga, hilangnya pengaturan yang mewajibkan pemerintah dalam pemenuhan hak korban.

Kekerasan seksual di kampus

Kampus sudah seharusnya menjadi ruang aman bagi civitasnya, terutama mahasiswa. Sayangnya, kasus kekerasan seksual tidak melihat waktu, tempat, dan jabatan,

Begitupun dengan kekerasan seksual dalam kampus yang melibatkan berbagai lapisan civitas kampus, baik itu dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, dan tenaga penunjang.

Dalam sebuah webinar yang digelar Universitas Padjajaran, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unpad Ari J. Adipurwawidjana menuturkan kampus seharusnya menjadi ruang aman bagi civitasnya, terutama mahasiswa. Namun, dia menegaskan kasus kekerasan seksual tidak melihat waktu, tempat, dan jabatan.

Sehingga, kekerasan seksual dalam kampus bisa melibatkan berbagai lapisan civitas kampus, seperti dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, dan tenaga penunjang.

“Kekerasan seksual di kampus merupakan kasus yang terjadi di dalam maupun di luar lingkungan kampus terhadap anggota masyarakat kampus ataupun bukan anggota masyarakat kampus oleh anggota masyarakat kampus ataupun bukan anggota masyarakat kampus,” kata Ari.

Lebih dari itu, Ari berkata relasi kuasa dengan hubungan romantis antara dua pihak terletak dari adanya consent (persetujuan). Apabila dilihat dalam relasi kuasa maka di sisi lain sebuah relasi dapat tercipta melalui paksaan, baik yang bersifat eksplisit seperti pernyataan ancaman atau implisit seperti menciptakan situasi yang memberi tekanan untuk tunduk.

Meski demikian, Ari menilai pernyataan implisit dapat menimbulkan problematik karena rentan terhadap perbedaan penafsiran.


Baca Juga:

Share: Urgensi Aturan Kekerasan Seksual di Kampus Saat RUU PKS Bermasalah