Pemerintah berencana untuk menyuntikkan dana sebanyak Rp4,3
triliun untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Uang sebanyak itu
akan digunakan untuk kebutuhan pemenuhan ekuitas dasar atau base equity.
Persoalan keuangan proyek: Melansir Antara,
proyek KCJB bersifat business to business (B2B). Pihak yang seharusnya
membayar kebutuhan proyek adalah BUMN, dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Lantaran pandemi menurunkan jumlah penumpang, PT KAI tidak
memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan ekuitas dasar proyek tersebut.
Sumber uang: Menkeu Sri Mulyani menyampaikan dana suntikan
akan berasal dari saldo anggaran lebih (SAL) tahun 2021 senilai Rp20,1 triliun.
Negosiasi ulang: Sri Mulyani mengklaim Kementerian
BUMN dan konsorsium KCJB sedang melakukan negosiasi ulang. Usulan yang
muncul dalam negosiasi adalah penyetoran modal awal KCJB oleh konsorsium dan
kemungkinan dilusi saham kepemilikan pemerintah sebesar 60 persen dalam proyek
tersebut.
“Kalau memang nantinya kepemilikan pemerintah
didilusikan, kami tidak perlu keluarkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar
itu,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Utang bank China agar proyek jalan: Modal awal proyek
KCJB sebesar US$920 juta seharusnya disetor secara B2B oleh empat BUMN, yakni
PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Waskita, PT Jasa Marga, dan PT KAI pada saat
dimulainya proyek tahun 2015.
Namun, keempat perusahaan BUMN tersebut tak bisa menyetorkan
modal awal saat proyek mulai berjalan. Dampaknya, proyek KCJB berjalan terlebih
dahulu berdasarkan pinjaman dari Bank Pembangunan China (CDB).
“Namun, pinjaman ini sudah dicairkan dan sampai suatu
titik tertentu ekuitasnya habis,” ujarnya.
Besi proyek dicuri: Di sisi lain, besi proyek KCJB
dilaporkan telah dicuri. Jumlah besi yang dicuri sebanyak 111.081 kilogram.
Polres Metro Jakarta Timur mengatakan pencurian sudah berlangsung selama enam
bulan.
Lokasi pencurian besi terletak di jalur KCJB Cipinang
Melayu.
Baca Juga: