Isu Terkini

Napiter yang Tak Ikuti Deradikalisasi Disebut Perlu Diawasi

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pras.

Peneliti dari Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta menyatakan narapidana kasus terorisme (napiter) yang tidak mengikuti program deradikalisasi perlu dilakukan pengawasan khusus.

Hal itu disampaikan Riyanta terkait analisis kasus bom bunuh diri di Markas Polisi Sektor Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022) pagi.

Dia menjelaskan berdasarkan analisis pelaku bom bunuh diri bernama Agus Sujatno, yang dari hasil penyelidikan merupakan mantan napiter. Agus ditangkap pada 27 Februari 2017 karena kasus bom panci yang diledakkan di Taman Pandawa, Kelurahan Arjuna, Kota Bandung.

Rekam jejak: Pada saat penangkapan di 2017, diketahui Agus sudah merencanakan untuk melakukan aksi di Mapolda Jawa Barat. Agus Sujatno mempunyai keahlian membuat bom dari bahan TATP (triaceton triperoxide).

Agus Sujatno ditahan selama 4 tahun sejak 14 Maret 2017 dan bebas pada 14 Maret 2021. Agus Sujatno alias Agus Muslim alias Abu Muslim dan Soleh Abdurrahman alias Gungun alias Abu Fursan ini merupakan bagian dari Jamaah Ansharut Daulah yang berafiliasi dengan ISIS.

Tak ikuti program: Menurut Riyanta, Agus saat menjalani hukuman tidak mau mengikuti program deradikalisasi. Namun dengan karakter pelaku tersebut seharusnya ada pengawasan yang sangat ketat pasca pelaku bebas dari hukuman, mengingat bagi narapidana yang tidak mau mengikuti program deradikalisasi kemungkinan kembali melakukan aksi teror cukup besar.

Kata dia, Agus Sujatno selama menjalani masa tahanan adalah napiter yang sangat keras dan menolak untuk mengikuti deradikalisasi. Selain itu karena sifatnya yang keras, Agus Sujatno ditempatkan di Super Maximum Security di Nusakambangan, Jawa Tengah.

Bahkan pada saat menjalani masa tahanan, Agus Sujatno tidak mau berkomunikasi dengan sipir atau petugas lain.

“Deradikalisasi yang merupakan program sukarela tidak bisa dipaksakan kepada Agus Sujatno,” ujar Riyanta, dilansir dari Antara.

Manfaatkan momentum: Dia menyatakan, terkait dengan simbol atau pesan yang ditemukan di sepeda motor yang diduga dibawa pelaku sebelum aksi bunuh diri, yang menunjukkan perlawanan terhadap KUHP, hal itu dapat dinilai hanya sebagai momentum yang dimanfaatkan pelaku.

“Kelompok JAD dalam berbagai aksinya menargetkan polisi sebagai sasaran utama. Hal ini terjadi karena polisi melakukan upaya penegakan hukum terhadap teroris, sehingga polisi dianggap sebagai thaghut. Selain polisi, tercatat JAD juga kerap kali menjadikan tempat ibadah sebagai sasaran aksi mereka,” katanya.

Libatkan masyarakat: Menurut Riyanta, pemerintah tidak bisa sendirian dalam mendeteksi, mencegah, dan menangani aksi teror. Pelibatan masyarakat luas sebagai komponen negara yang paling besar harus dilakukan.

“Kesadaran masyarakat terkait radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama harus dikuatkan sehingga ruang bagi proses radikalisasi di masyarakat bisa semakin terbatas dan aksi teror bisa dicegah,” ujarnya.

Baca Juga:

Kapolri Buka Suara soal Pesan Bomber Polsek Astana Anyar Portes KUHP

Jejak Bomber Polsek Astana Anyar: Eks Napiter Bom Cicendo

Bomber Polsek Astana Anyar Berstatus Merah

Share: Napiter yang Tak Ikuti Deradikalisasi Disebut Perlu Diawasi