Tuntutan yang dilayangkan jaksa terhadap terdakwa Stella Monica dianggap janggal karena memakai kasus Jerinx sebagai rujukan.
Diketahui, Stella Monica adalah terdakwa kasus pencemaran nama baik terhadap klinik kecantikan L’Viors Beauty Clinic di Surabaya.
Tuntutan: Jaksa menuntut Stella Monica satu tahun penjara berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (1) UU ITE.
Tuntutan dilayangkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis lalu (21/10). Jaksa menggunakan kasus Jerinx sebagai yurisprudensi.
Jerinx divonis bersalah pada Januari 2021 lalu terkait kasus penghinaan terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Janggal: Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai tuntutan jaksa itu sangat janggal.
Dia menegaskan bahwa Jerinx divonis dengan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE tentang penghinaan. Berbeda dengan pasal yang dikenakan kepada Stella yakni soal pencemaran nama baik.
“Yang buat kening mengkerut, Jaksa yang juga sedari awal mendakwa dan menuntut Stella Monica dengan penghinaan terhadap toko perawatan kecantikan dengan pasal 27(3) UU ITE, harusnya sadar, bahwa Jerinx tidak pernah divonis dengan pasal penghinaan yaitu 27(3) UU ITE,” kata Erasmus saat dihubungi Asumsi.co, Sabtu (23/10).
Beda Jauh: Erasmus menegaskan bahwa kedua pasal yang dikenakan di kasus Stella dan Jerinx berbeda jauh. Ia lantas mempertanyakan kompetensi jaksa dalam melayangkan tuntutan di kasus Stella.
“Dalam KUHP itu seperti membandingkan 156 huruf a KUHP dengan 310 KUHP,” kata Erasmus. “Apakah jaksa tidak paham soal cara merujuk putusan? Atau memang jaksa yang tak membaca putusan2 ini sebelum dirujuk?” sambungnya.
Baca juga:
Stella Dituntut Satu Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Baik Klinik Kecantikan
Berkaca dari Kasus Stella, Konsumen Harus Apa Agar Tak Terjerat UU ITE?