Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengambil sumpah jabatan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Pengangkatan: Pengangkatan Guntur Hamzah tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 114 P Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi.
“Pertama, memutuskan, menetapkan, dan seterusnya. Kedua, mengangkat Profesor Doktor Guntur Hamzah S.H., M.H. sebagai Hakim Konstitusi terhitung sejak pengucapan sumpah janji,” demikian petikan keppres yang dibacakan dalam pengucapan sumpah tersebut, dilansir dari Antara.
Guntur yang merupakan hakim konstitusi sesuai pengajuan dari DPR itu mengucapkan sumpah dengan disaksikan Jokowi.
“Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan menjalankan perundang-undangan selurus-lurusnya,” tutur Guntur.
Acara pengucapan sumpah sebagai hakim konstitusi itu diakhiri dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Guntur Hamzah merupakan sekretaris jenderal MK yang lulus S1 dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin Makassar. Lalu, melanjutkan S2 di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung dan mendapatkan S3 dari Program Doktor di Bidang Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
Copot Aswanto: Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPR RI pada 29 September 2022, Komisi III sepakat tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto sebagai hakim konstitusi. DPR juga sekaligus menetapkan Guntur Hamzah yang saat itu menjabat sekretaris jenderal MK menjadi hakim konstitusi berdasarkan pengajuan DPR.
“Tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usul lembaga DPR atas nama Aswanto, dan menunjuk saudara Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi yang berasal dari DPR,” tutur Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat paripurna DPR saat itu.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menyebut, pencopotan Aswanto sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu karena kinerjanya dinilai mengecewakan. Ia menganggap Aswanto kerap menganulir produk hukum yang dibuat DPR.
“Tentu kami kecewa karena setiap produk DPR selalu dianulir sama dia (Aswanto). Padahal dia wakilnya dari DPR. Kalau kamu mengusulkan seseorang untuk menjadi direksi di perusahaanmu dan dia mewakili owner, kebijakanmu tidak searah dengan owner gimana? Itu nanti bikin susah,” ucapnya.
Motif politik: Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, ada motif politis dalam pemberhentian hakim konstitusi Aswanto terkait adanya inisiatif DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai keputusan DPR memberhentikan Arwanto dengan alasan menganulir produk DPR bukan bentuk check and balance. Menurut Bivitri, check and balance berbeda dengan intervensi.
“Apa dasar pencopotannya, kapan dilakukan, dan oleh siapa, serta melalui prosedur apa? Ketika itu (pencopotan hakim) sifatnya politik, yang mana dasarnya bukan perilaku hakim tetapi putusan hakim, maka itu bukan dalam konteks check and balance,” ucapnya.
Baca Juga:
Hakim Agung Gazalba Saleh jadi Tersangka Kasus Dugaan Suap di MA
Sopir Ambulans Ngaku Tunggu Sampai Pagi Usai Antar Jenazah Brigadir J Bikin Hakim Kaget