Seorang pria bersenjata menewaskan tiga orang dalam penembakan di sebuah kantin pusat perbelanjaan di luar kota Indianapolis, pada Minggu (19/7/2022) waktu setempat.
Kronologi: Kepala Polisi Greenwood Jim Ison, Indianapolis Star melaporkan dua orang lainnya terluka dalam insiden yang terjadi petang hari di Greenwood Park Mall. Polisi meyakini seseorang yang juga membawa senjata melihat peristiwa itu dan menembak sang pelaku.
Pelaku yang beraksi seorang diri itu membawa sepucuk senapan dan beberapa kotak amunisi. Polisi belum merilis nama-nama korban, pelaku, dan orang yang melumpuhkan pelaku. Pengunjung dan karyawan mal berlarian mencari perlindungan ketika suara tembakan terdengar.
Insiden penembakan massal: Insiden itu muncul di tengah kekhawatiran masyarakat AS terhadap serangkaian penembakan di sekolah, kantor dan ruang publik baru-baru ini. Penembakan massal sejak Mei di sebuah toserba di New York, di sebuah SD di Texas, dan saat parade Hari Kemerdekaan di Illinois telah memperuncing debat tentang regulasi senjata di Amerika Serikat (AS).
Komite Kehakiman DPR AS akan mengajukan rancangan undang-undang pekan ini yang akan melarang senjata serbu tertentu. RUU tersebut diperkirakan tidak akan lolos di Senat.
Variabel jumlah senjata: Penembakan massal kembali terjadi untuk sekian kalinya di Amerika Serikat (AS). Mengutip tulisan yang diturunkan The New York Times (7/11/2017), satu-satunya variabel yang dapat menjelaskan tingginya tingkat penembakan massal di Amerika adalah jumlah senjata yang sangat banyak.
Populasi orang Amerika hanya sebanyak sekitar 4,4% dari total populasi global, tetapi mereka memiliki 42% senjata dunia. Menurut sebuah studi yang dilakukan profesor di University of Alabama, Adam Lankford pada 2015 menunjukkan selama rentang waktu 1966 hingga 2012, 31% orang bersenjata dalam penembakan massal di seluruh dunia adalah orang Amerika.
Riset Lankford menemukan, tingkat kepemilikan senjata suatu negara berkorelasi dengan kemungkinan terjadinya penembakan massal. Hubungan ini bertahan bahkan ketika dia mengecualikan Amerika Serikat. Hasil itu bertahan ketika dia mengendalikan variabel tingkat pembunuhan di suatu negara. Itu menunjukkan bahwa penembakan massal lebih baik dijelaskan oleh akses masyarakat ke senjata daripada oleh tingkat kekerasannya yang menimpa negara itu.
Baca Juga:
Penembakan Massal Terjadi Lagi di AS, 2 Orang Tewas di Gereja Alabama