Oknum Kepala Dusun (Kasun) di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur berinisial SM (50) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus persetubuhan anak di bawah umur. Pelaku dilaporkan oleh keluarga korban SC (15). Menurut ibu korban, anaknya yang baru saja lulus SMP dinikahi secara siri tanpa izin keluarga.
Iming-iming: Pelaku mengenal korban melalui media sosial Facebook. Pelaku memacari dan membujuk korban untuk memenuhi nafsunya dengan menjanjikan rumah, hingga mobil Pajero. Ini termasuk iming-iming menikahinya.
Nikah siri: SM mengakui, pernikahan siri itu dilakukan di rumah salah seorang tokoh masyarakat di Desa Pelanglor, Kecamatan Kedunggalar. Saat itu pernikahan berlangsung singkat dengan mahar uang Rp 500 ribu dan seperangkat alat salat.
Cuma sebentar langsung makan-makan setelah dinikahkan secara siri. Setelah itu, langsung pulang ke rumah mempelai wanita. Dari hasil pemeriksaan polisi, tersangka telah beberapa kali melakukan hubungan dengan korban di beberapa lokasi sejak April 2022.
Tuntutan hukuman maksimal: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong polisi agar pelaku dijerat dengan Pasal 81 (1) atau Pasal 82 (1) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp 5.000.000.000.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menilai, dapat dituntut hukuman maksimal, karena pelaku seorang kepala dusun yang seharusnya dapat menjadi contoh baik bagi perlindungan anak.
“Pelaku juga telah melakukan pernikahan siri dengan tanpa ijin dan wali keluarga mempelai wanita, yang jelas bertentangan dengan ketentuan ajaran agama,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/6/2022).
Bukan suka sama suka: Menurut Retno, bersetubuh dengan anak adalah pidana, tidak ada istilah suka sama suka dalam persetubuhan dengan anak di bawah umur. Apalagi, pelaku diduga kuat telah melakukan bujuk rayu dan iming-iming terhadap anak korban.
Kasus ini merupakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Bahkan, anak mengalami pemerkosaan dengan dalih perkawinan siri. Padahal, perkawinan siri tersebut tak diketahui keluarga korban.
“Iming-iming dan bujuk rayu pelaku terhadap anak korban sangat menguatkan fakta bahwa pelaku memang sudah memperdaya korban dan berniat jahat pada anak korban. Anak korban berpotensi kuat mengalami tekanan psikologis jangka panjang karena merasa kehilangan masa depannya akibat perbuatan pelaku. Oleh karena itu, pelaku pantas dituntut hukuman maksimal,” tutur Retno.
Baca Juga:
Pesta Nikah Berujung Petaka, Anggota TNI Tembak Adik Ipar
Kontroversi Kepala Dusun di Ngawi Nikahi Anak 16 Tahun
Pegiat Hukum Surati Jokowi, Minta ‘Bilik Bercinta’ Tersedia di Seluruh Lapas