Isu Terkini

Kampanye Antipacaran Dinilai Bikin Angka Perkawinan Anak Naik

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi Antara

Maraknya kampanye ta’aruf dan kampanye anti-pacaran mengakibatkan tingginya kasus perkawinan anak. Data itu diungkap oleh Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Musdah Mulia. 

“Ada kampanye ta’aruf, kampanye anti pacaran juga. Itu terjadi di mana-mana sehingga perkawinan anak menjadi menyeruak,” ujMusdah ketika memberi paparan materi dalam seminar bertajuk “Pancasila, Perempuan, dan Patriarki” dikutip Antara. 

Tertinggi di Asia Tenggara: Padahal, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menargetkan agar Indonesia dapat menurunkan angka perkawinan anak dari 11,21% pada tahun 2018 menjadi 8,74% pada 2024. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia harus menekan angka perkawinan pada usia dini. Terlebih, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perkawinan anak yang menempati posisi tertinggi di Asia Tenggara. 

Batas usia: Sejak 2019, Mahkamah Agung (MA) menetapkan sebuah putusan bahwa usia minimal menikah itu adalah 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, Undang-Undang Perkawinan itu tidak memiliki sanksi. 

Sehingga, setiap orang yang melanggar Undang-Undang Perkawinan itu juga tidak ada masalah. Ini sebabkan perkawinan di bawah umur masih marak berlangsung di Indonesia. Itu berbeda dengan negara lain yang memiliki sanksi tegas apabila melakukan perkawinan di bawah umur, seperti Turki.

Fenomena fundalisme keagamaan: Maraknya fenomena sosial seperti kampanye ta’aruf, kampanye anti-pacaran, kampanye perkawinan dini, hingga kampanye poligami, kata dia, merupakan dampak dari masuknya fundamentalisme keagamaan. Fenomena sosial tersebut merupakan dampak dari fundamentalisme keagamaan yang tidak diantisipasi oleh masyarakat maupun pemerintah ketika memasuki masa reformasi. 

Ideologi ini juga merupakan tantangan bagi feminisme yang sedang memperjuangkan keterwakilan perempuan dan hak-hak perempuan di Indonesia. 

“Fundamentalisme memanfaatkan ajaran agama untuk melegitimasi kekuasaan patriarki sekaligus meminggirkan perempuan. Ini yang menguat di masa-masa sekarang. Karena itu, perjuangan feminisme sekarang menjadi lebih serius,” tutur Musdah.

Baca Juga:

Sah! Ketua MK dan Adik Jokowi Resmi Menikah 

Banyak Anak Perkawinan Campuran Ingin jadi WNI 

 Perempuan Cianjur Bersuami Dua Dinilai Bukan Poliandri

Share: Kampanye Antipacaran Dinilai Bikin Angka Perkawinan Anak Naik