Isu Terkini

Jokowi Ingin Indonesia Jadi Raja Baterai dan Mobil Listrik Dunia, Nasib Esemka Jadi Pertanyaan

Ilham — Asumsi.co

featured image
unsplash

Presiden Joko Widodo menginginkan Indonesia menjadi raja baterai hingga mobil listrik dunia. Hal itu diungkapkan orang nomor satu Indonesia ini, dalam acara Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-26, pada Selasa (10/8/2021).

Ia menyebut Indonesia mempunyai pertambangan nikel, tapi tidak boleh berhenti begitu saja. Tanah air membutuhkan pengembangan industri dari hulu ke hilir.

“Kita harus mengembangkan industri hilir seperti industri litium baterai sampai produksi mobil listrik,” ucap Jokowi dalam kanal YouTube BRIN Indonesia, dikutip pada Kamis (12/8/2021).

Ia menyampaikan, meski Indonesia sedang menangani Covid-19, tapi harus melakukan restrukturisasi struktural untuk memajukan kemajuan bangsa ke depan. Salah satu pilarnya adalah hilirisasi industri dalam negeri.

“Kuncinya adalah teknologi. Kita punya kesempatan besar membangun industri dari hulu ke hilir. Contohnya, kita punya tambang nikel, kita perlu mempunyai industri hilir, seperti baterai hingga mobil listrik,” ujarnya.

Baca Juga: Jokowi Anugerahi Tanda Kehormatan ke Artidjo Alkostar hingga Para Nakes yang Gugur | Asumsi

Jokowi menambahkan, teknologi ke depan akan mengarah ke green ekonomi. Begitu juga pasar dunia yang akan mengarah green product, terutama low carbon.

“Karena itu, momentum Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ini, harus dimanfaatkan secara maksimal untuk pengembangan teknologi secara maksimal. Seperti sekarang, kita sudah punya BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional untuk mempercepat peningkatan kedaulatan teknologi dan menjadikan kita produsen teknologi. Ada ratusan ribu peneliti dan innovator, dan ribuan diaspora kelas dunia. Kekuatan ini perlu dikonsolidasikan,” kata Jokowi.

Potensi Baterai dan Mobil Listrik di Indonesia

Rencana Jokowi ingin menjadikan Indonesia raja baterai dan mobil listrik, sudah dilakukan sejak 2019. Bahkan, ia membuat Perpres No. 55 Tahun 2019, tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.

Rencana tersebut kemudian diinisiasi oleh Ketua Tim Percepatan Proyek Electric Vehicle (EV) Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah. Melalui Perpres tersebut, Agus akan merealiasikan keinginan presiden melalui tim yang dibangunnya, di bawah Kementerian BUMN.

Ia juga menyebutkan, Indonesia akan memiliki ekosistem baterai mobil listrik pada 2025 mendatang. Peta jalan (roadmap) sudah disiapkan dengan potensi investasi sebesar US$17,4 miliar atau Rp242,3 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS).

Menurutnya, Indonesia pantas menjadi pemain utama global, karena memiliki kemampuan produksi dari hulu hingga hilir. Di samping itu, Tanah Air kita merupakan salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar dunia.

“Indonesia menguasai 30 persen dari cadangan dan sumber daya nikel dunia. Jumlahnya diperkirakan mencapai 21 miliar ton. Material komponen baterai penting lain, seperti aluminium, tembaga, mangan, hingga kobalt juga terhampar di Tanah Air,” kata Agus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, beberapa waktu lalu.

Mengutip laman Kementerian ESDM, pada Juli 2020, Indonesia punya sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam di Indonesia, mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.

Cadangan logam itu termasuk nikel, yang terhampar luas di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

Bagaimana dengan Esemka?

Rencana Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia menjadi Raja Baterai hingga Mobil Listrik dunia, membuat publik terikat akan mobil listrik buatan dalam negeri bernama Esemka. Nama Esemka muncul pada tahun 2012, saat Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, Jawa Tengah.

Esemka awalnya merupakan gagasan Sukiyat, pemilik bengkel Kiat Motor. Kala itu, ia membantu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang otomotif di wilayah Solo dan Jawa Tengah. Esemka pun sempat digadang-gadang sebagai mobil karya anak bangsa buatan siswa SMK Solo.

Baca Juga: KontraS Beri ‘Kado’ untuk Jokowi Jelang HUT RI | Asumsi

Jokowi dan Rudy Rudyatmo, Wakil Wali Kota Surakarta saat itu, menggunakan mobil Kiat Esemka sebagai mobil dinas selama dua hari.

Sayangnya, saat produksi massal, Esemka tidak mampu melengkapi syarat-syarat, seperti gagalnya uji emisi beberapa kali yang gagal. Hingga pada tahun 2019, Presiden Jokowi meresmikan Esemka Bima dan pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi (Esemka) di Desa Demangan.

“Esemka adalah merek kita sendiri yang sudah dirintis kurang lebih 10 tahun yang lalu oleh para teknisi, oleh anak-anak SMK, ada inisiator-inisiator yang dulu saya kenal ada di sini semua,” kata Jokowi.

Salah satu influencer Fitra Eri, sempat mencoba mobil Esemka, tapi mobil tersebut bukan mobil jenis Suv Rajawali, saat diuji coba Jokowi pertama kali. Namun, mobil yang Fitra coba jenis pick up dengan nama Esemka Bima.

Setelah mencoba Esemka Bima, Fitra lalu berkeinginan untuk membelinya. Namun, dari pihak Esemka mengatakan sudah habis terjual.

“Beliau menyampaikan permintaan maaf karena stok Esemka Bima yang ingin saya beli habis. Dan pabrik Esemka saat pandemi ini menghentikan produksi sementara untuk menghindari cluster Covid-19,” tulis Fitra dalam akun Instagramnya.

Dalam laman situs Esemka menyebutkan, mobil itu dihentikan produksi, karena pandemi. Humas Esemka, Sabar Budhi, membenarkan bila stok kendaraan Esemka saat ini kosong karema pabrik sudah lama tidak beroperasi.

Sejauh ini, Sabar belum mengetahui kapan pabrik Esemka akan kembali aktif. Ia hanya menjelaskan bila pabrik yang berlokasi di Boyolali, Jawa Tengah itu sudah tak membuat mobil sejak corona menjadi pandemi.

Saat ini, diketahui bila Esemka hanya punya satu produk, yakni pick up Bima. Mobil yang sudah laku 300 unit tersebut, dijual sekitar Rp125 juta on the road untuk wilayah Pulau Jawa. “Saya belum tahu kapan produksi lagi,” kata Sabar.

Kritik Politikus Soal Mobil Listrik

Menanggapi pernyataan Jokowi soal mobil listrik, politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menyindir dengan menyebut kembali Mobil Esemka yang sampai sekarang belum diproduksi.

Politisi Partai Demokrat, Cipta Panca Laksana, juga menanggapi soal Presiden Joko Widodo yang disebut ingin Republik Indonesia (RI) menjadi raja mobil listrik dunia. Panca menyindir bahwa mobil Esemka saja hingga kini belum jelas, namun Jokowi sudah bermimpi lagi.

Apa Kata Pengamat

Peneliti senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Riyanto, agak menyangsikan apabila rencana tersebut tercapai di tahun 2025.

Menurutnya, untuk mencapai 20% penjualan mobil BEV (Full Baterai) pada tahun 2025 sangat berat. Negara maju saja yang telah mendirikan industri ini sangat berat.

“Hanya Norwegia yang berhasil. Negara lain masih dikisaran 2-3% setelah eletrifikasi,” ucap Riyanto saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (12/8/2021).

Baca Juga: Luhut Sebut Kita Mungkin Akan Hidup Bertahun-tahun dengan Masker, Sampai Kapan? | Asumsi

Riyanto menyatakan, ada dua faktor yang berpengaruh dalam industri mobil listrik. Pertama, harga mobil BEV dan Ekosistem Pendukung (SPKLU dll) . Menurutnya harga BEV masih 2 kali dari harga mobil konvensional (ICEV) . 

“Orang masih was-was dengan ekosistemnya, teknologi baru yang belum teruji. Dengan subsidi pun harga BEV masih mahal 1,5 sampai dengan 1,8 kali mobil ICEV. Kalau kebijakannya juga memasukkan mobil HEV dan PHEV , target penjualan electrified vehicle (ingat electrified, campuran HEV , PHEV dan BEV) mencapai target 15% sampai dengan 20% dari total penjualan tahun 2025,” katanya.

Menurut Riyanto, dengan sumber daya nikel Indonesia yang mencapai 21 miliar ton, masih belum cukup.

“Nggak cukup. Untuk menjadi pusat baterai harus juga punya lithium. Karena untuk baterai bukan hanya nikel, tetapi juga dibutuhkan lithium. Mungkin saja kita bertahap menjadi raja baterai, tetapi lithium pasti impor,” tuturnya.

Untuk itu, Riyanto masih menyangsikan impian Presiden Jokowi itu. Sebab, akan banyak kendala seperti Esemka. Seperti secara harga, BEV belum kompetitif, dan ekosistemnya belum mendukung. 

“Yang masuk bisnis ini dalam tahap awal harus berani ‘bakar’ duit. Kalau permintaanya tumbuh, baru menguntungkan. Tahap awal mungkin bisa didorong penggunaan mobil listrik di pemerintah, angkutan umum, dan taksi online, angkutan logistik, dan sejenisnya,” imbuh Riyanto.

Share: Jokowi Ingin Indonesia Jadi Raja Baterai dan Mobil Listrik Dunia, Nasib Esemka Jadi Pertanyaan