Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU
TPKS) hingga kini masih menjadi perhatian publik, meski telah disahkan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai RUU inisiatif pada 18 Januari lalu.
Pengesahan RUU TPKS diketahui dilakukan dalam Rapat
Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta yang ditandai dengan
Ketua DPR Puan Maharani yang mengetok palu sebagai tanda resmi disahkan sebagai
RUU Inisiatif DPR.
Kekhawatiran Denda: Kini, muncul kekhawatiran adanya
pemberlakuan pidana denda kepada pelaku kekerasan seksual dalam RUU ini. Senior
Independent Expert on Legal, Human Rights, and Gender, Valentina Sagala
mengatakan bentuk pidana ini mesti dihindari.
Ia mengingatkan, jangan sampai negara mau menerima uang
dalam bentuk sanksi pidana denda dari pelaku kekerasan seksual yang telah
menghancurkan martabat dan psikologis korbannya.
“Masa negara mau menerima uang karena lima juta
perempuannya diperkosa dan negara menerima uang? Itu kan secara filosofis sudah
tidak pas,” kata wanita yang juga pendiri Institut Perempuan ini seperti
dikutip dari Antara, Minggu (30/1/2022).
Dorong Akademisi Bersuara: Valentina menyebutkan, konsep
hukuman denda yang merupakan ancaman bagi pelaku tindak pidana sudah jelas
banyak menuai kritik dari para praktisi dan pegiat hukum.
Namun, Valentina tak menampik kalau saat ini politik hukum
di Indonesia masih memberikan pemidanaan berupa penjara atau denda atas
perbuatannya.
Oleh sebab itu, dirinya mendorong para akademisi yang
berasal dari berbagai Fakultas Hukum bersuara, dengan memperjuangkan agar para
pembuat undang-undang tidak membuat hukuman yang terkesan meringankan pelaku.
Tak Ada Keringanan: Valentina menegaskan, untuk kasus-kasus
terkait perbudakan seksual atau penyiksaan seksual, pemberian kompensasi kepada
korban patut untuk diperjuangkan dan jangan sampai ada keringanan.
Sedangkan terkait kasus pemerkosaan, kata dia akan lebih
baik bila pelaku dijatuhkan kewajiban untuk memberikan restitusi, bukan denda.
Sebab, menurutnya jangan sampai negara mau menerima uang dari pelaku
pemerkosaan.
“Pembuat Undang-undang harus dapat memilah tindak
pidana apa saja yang etis untuk diberikan.
Bedanya denda dengan restitusi kan jelas, ya. Denda itu
uangnya masuk ke negara, sedangkan restitusi untuk korban oleh pelaku.
Kompensasi itu diberikan oleh negara kepada korban,” terangnya.
Baca Juga