Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah angkat bicara soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Ia menyoroti pemecatan 57 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan hingga kinerjanya dalam memberantas korupsi di negeri ini.
Penyesuaian sistem: Fahri menilai, terjadinya pemecatan para pegawai KPK ini merupakan efek dari penyesuaian sistem demi menjaga eksistensi KPK. Menurutnya, sejak awal kehadirannya ada banyak ketidaksempurnaan di tubuh KPK.
Ia mengungkapkan revisi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, menjadi alasan semua orang yang bekerja di KPK harus merupakan unsur dari pejabat dalam negara.
“Di antaranya adalah identifikasi sebagai jenis kelamin. Kalau kata orang, terhadap institusinya. Itu sebabnya kemudian adjustment dilakukan,” kata Fahri dalam program Pangeran dalam kanal YouTube Asumsi..
Lebih berhati-hati: Mantan Wakil Ketua DPR ini tak melihat pemecatan para pegawai ini akan menyebabkan KPK tambah lemah, justru bakal membuat lembaga tersebut lebih berhati-hati. Pengawasan KPK saat ini, kata Fahri justru semakin diperketat supaya tidak ada lagi pelanggaran hukum yang terjadi di dalam lembaga antirasuah.
“Dulu KPK banyak sekali melanggar hukum, tapi kan enggak berani orang menyebut KPK melanggar hukum. Tapi waktu saya dengan teman-teman menginisiatifkan angket, akhirnya terbongkar. Pelanggaran hukumnya terlalu banyak,” terangnya.
Pelanggaran hukum yang dulu terjadi di KPK, lanjut dia mulai dari adanya pengarahan saksi. Bahkan sampai ada saksi yang disogok secara terbuka.
“Tanpa ada pengadilan, tanpa ada macam-macam, tapi okelah itu fasenya sudah kita selesaikan,” ucapnya.
Kinerjanya justru meningkat: Fahri Hamzah memandang, saat ini KPK semakin koordinatif. Fungsi kelembagaan yang diamanahkan oleh Undang-Undang, mulai dari supervisi, koordinasi, hingga pengawasan saat ini menurutnya semakin baik.
“Juga tidak berkurang kinerjanya, terutama dalam bidang pencegahan. Saya kira itu meningkat,” ucapnya.
Jangan jadi ayam aduan: Fahri juga mengingatkan bahwa KPK jangan terus menjadi “ayam aduan” dengan pemerintah. Sebab, KPK merupakan lembaga yang bersifat non partisan. Justru semestinya DPR yang harus terus dihadapkan dengan situasi pemerintahan saat ini.
“Ayam aduan kita sebenarnya itu DPR, bukan KPK. Karena KPK itu harusnya non partisan. Dia harusnya balance, terbuka, ransparan, dan sebagainya. Kita kan, enggak milih KPK, yang kita pilih DPR. Jadi kalau kita adu ayam di kampung, kalau ayam kita sudah kurang kuat, pantatnya kita panas-panasin, itu di DPR supaya dia berhadapan dengan pemerintah,” tuturnya.
Ia berpendapat, pola pikir masyarakat selama ini saat kecewa dengan politisi dan partai politik, maka mencari ayam aduan lain dengan menyeret KPK hingga bernuansa politis.
“Berpolitiklah kawan-kawan ini, punya geng di luar. Ciptakan geng di dalam. Berantem antar geng. Enggak sehat, masa lembaga penegak hukum kayak begitu,” kata dia.
Menguatkan koordinasi: Fahri mengharapkan KPK bisa terus memperbaiki diri dengan menguatkan sinergitas dengan aparat penegak hukum lainnya. Ia bahkan pernah berbincang dengan konsultan KPK dari Amerika Serikat dan menanyakan mengapa di Negeri Paman Sam tidak ada lembaga serupa KPK.
Konsultan KPK itu, kata dia mengungkapkan alasan tidak adanya lembaga semodel KPK karena kepolisian dan kejaksaan di sana sudah kuat untuk melakukan penindakan hukum.
“Justru kita mau mendesain KPK itu memperkuat kepolisian dan kejaksaan. Saya sekarang termasuk yang mendorong supaya antara Pak Firli, Pak Sigit (Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo), Pak Burhanuddin (Jaksa Agung ST Burhanuddin) ini berkoordinasi. Supervisi, koordinasi, dan monitoring. KPK sebagai lead koordinasi, supervisi, dan monitoringnya. Tapi pada dasarnya, yang kerja itu nanti polisi yang kerja nanti kejaksaan. Itu cara bekerja, berpikirnya sistem,” terangnya.
Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Asumsi. (zal)
Baca Juga: