Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM merilis hasil survei mengenai persepsi masyarakat Indonesia terhadap perlindungan data pribadi. Survei tersebut menemukan fakta bahwa baru sedikit masyarakat Indonesia yang bisa membedakan data pribadi dan bukan data pribadi.
Survei ini dilakukan dari 21 Oktober sampai 1 November 2021. Tim peneliti CfDS mengumpulkan data dari 2041 responden di 34 provinsi.
Semua responden diketahui berada dalam rentang usia 13-80 tahun. Mayoritas responden atau sebanyak 53,3% memiliki ijazah SMA/sederajat serta 27,5% lainnya memiliki ijazah strata 1 atau sarjana.
Tak bisa bedakan: Manager Digital Intelligence Lab CfDS Paska Darmawan menjelaskan, hasil survei menyatakan 98,9 persen responden mengaku mengetahui arti data pribadi. Namun, hanya terdapat 441 responden (18,4 persen) yang bisa membedakan mana data pribadi dan bukan.
“Sehingga disini bisa dilihat ada gap (celah) antara persepsi masyarakat tentang apakah mereka mengetahui tentang data pribadi atau tidak dengan realitanya,” kata Paska, dilansir dari situs resmi UGM, Jumat (3/12/2021).
Jenis data pribadi: Sebelumnya, Dosen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM Novi Kurnia mengatakan, masih banyak masyarakat yang mempertanyakan apakah nama, nomor telepon, alamat rumah, dan nama ibu kandung adalah data pribadi atau bukan.
Padahal, dia menegaskan, data-data tersebut merupakan data pribadi yang harus dilindungi dan tidak boleh sembarangan disebarluaskan.
Dengan demikian, CFDS membuat rekomendasi kepada berbagai pihak untuk turut meningkatkan literasi digital masyarakat. Pihak-pihak itu adalah pemerintah, lembaga pendidikan tingkat dasar hingga universitas, sektor privat atau platform teknologi, dan lembaga masyarakat.
Perlunya UU PDP: Di sisi lain, aturan mengenai perlindungan data pribadi sampai saat ini masih belum juga terbit. Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih jadi pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam survei UGM itu, 88,4 persen responden setuju RUU PDP segera disahkan. Sementara, 78,7 persen responden khawatir data pribadi mereka disalahgunakan perusahaan, pemerintah, dan pihak ketiga.
Baca Juga
4 Risiko Kebocoran Data Pribadi dan Cara Mudah Mengantisipasinya
Mengejar Hacker 279 Juta Data dan Regulasi Keamanan Data Pribadi