Keuangan

Masalah APBD, Pemerintah Daerah Lambat Buat Pembangunan Nasional Terhambat

Tesalonica — Asumsi.co

featured image
Antara Foto/Bayu Pratama S

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa realisasi belanja APBD oleh pemerintah daerah baru menyentuh angka 59,62 persen atau Rp730,13 triliun per akhir Oktober dari pagu Rp1.224,73 triliun.

Menurut pengamat ekonomi, pemerintah daerah yang lambat menggunakan APBD tersebut berimbas pada pembangunan nasional.

Hambat Pembangunan Nasional

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan penyerapan anggaran yang minim oleh pemerintah daerah membuat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional terhambat.

Dia menyayangkan masalah penyerapan anggaran yang minim oleh pemerintah daerah kerap terjadi setiap tahun.

“Ini menjadi wujud kemubaziran perekonomian kita, sehingga perekonomian nasional menjadi korban ekonomi yang tidak bisa tumbuh optimal,” kata Piter.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah daerah bisa menggunakan APBD untuk banyak hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Pula, bisa mendorong roda ekonomi.

Piter mengamini bahwa angka yang dipaparkan Kemenkeu tidak mewakili semua daerah. Ada pemda yang memang bagus dari segi penyerapan anggaran.

Akan tetapi, tetap saja, jika dikalkulasi secara umum, angka penyerapan APBD oleh pemerintah daerah cenderung minim.

Dia yakin sisa anggaran tahun ini tidak akan benar-benar habis dibelanjakan oleh pemerintah daerah dengan optimal. Menurut Piter, semua itu terjadi buntut dari perencanaan yang buruk.

“Dapat dipastikan tidak habis dan bisa menumpuk menjadi sisa-sisa anggaran,” kata dia.

Lagu Lama Masalah APBD

Manajer Riset Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi mengatakan hal senada. Dia menyebut problem penyerapan anggaran yang minim kerap kali terjadi.

Menurut Badiul, seharusnya pemerintah pusat mengantisipasi hal tersebut jauh hari. Kemenkeu serta Kemendagri perlu lebih mengingatkan dan berupaya agar APBD terserap dengan optimal.

Jika tidak, seperti sekarang ini, pembangunan jadi terkendala. Padahal, anggaran sudah ada dan tinggal dieksekusi.

“Rendahnya serapan ini imbasnya pada pelaksanaan pembangunan di daerah baik itu pembangunan sumber daya manusia (SDM), ekonomi, dan infrastruktur,” kata Badiul.

Badiul menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya serapan tersebut.

Pertama, perencanaan penggunaan anggaran yang tidak maksimal. Terutama mengenai program yang membutuhkan waktu panjang dalam pelaksanaannya.

Kedua, begitu besar nominal anggaran yang mengendap di bank. Terakhir, komitmen politik dari kepala daerah yang beragam.

“Strategi penyerapan anggaran di akhir tahun sudah harus diubah, sehingga, kegiatan tidak menumpuk di akhir tahun. Hal ini bisa dilakukan dengan sinkronisasi perencanaan pembangunan dan penganggaran dari pusat hingga daerah.” jelas Badiul.

Jokowi Gusar

Presiden Jokowi juga angkat suara ihwal penyerapan anggaran oleh pemerintah daerah yang minim tahun ini. Dia mengaku sudah mengingatkan beberapa bulan sebelumnya agar APBD benar-benar dipakai agar masyarakat bisa merasakan manfaatnya.

“Ini sudah akhir November tinggal sebulan lagi (ternyata) tidak turun angkanya justru naik. Saya sudah peringatkan di Oktober seingat saya Rp170 (triliun), ini justru naik jadi Rp226 triliun,” kata Jokowi.

Jokowi menekankan bahwa seluruh pemerintah daerah harus memiliki pandangan dan komitmen yang sama, yakni memajukan pembangunan.

Pemerintah pusat sudah mentransfer dana ke daerah dalam jumlah besar agar pembangunan bisa terasa hingga ke lapisan terbawah.

Jangan sampai uang yang ditransfer dari pusat malah tidak terpakai dan tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di daerah.

“Sekali lagi kementerian, daerah, dan kita semua harus menanggalkan ego sektoral. Semua harus memiliki visi yang sama, semuanya harus memiliki keinginan yang sama untuk memajukan daerahnya kabupaten, kota, provinsi dan tentu memajukan negara kita Indonesia,” kata Jokowi.

Baca juga:

Share: Masalah APBD, Pemerintah Daerah Lambat Buat Pembangunan Nasional Terhambat