Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi jaksa penuntut umum yang mencabut tuntutan terhadap Valencya alias Negsy Lim, perempuan yang dikriminalisasi karena memarahi suami mabuk.
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, perkara ini harus menjadi pembelajaran bagi aparat penegak hukum, bukan hanya kejaksaan, tetapi juga polisi.
Pembelajaran: “Kasus ini juga perlu menjadi pembelajaran bagi aparat penegak hukum, terutama Kepolisian dan Kejaksaan,” kata Andy kepada Asumsi, Selasa (23/11/2021).
Valencya, perempuan yang sebelumnya dituntut satu tahun oleh jaksa karena memarahi suami mabuk, hari ini menjalani persidangan. Dalam persidangan, jaksa mencabut tuntutan tersebut atas perintah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, dan meminta Valencya dibebaskan.
Sikap jaksa itu tidak lepas dari perintah Buhanuddin memeriksa ulang kasus tersebut. Menurut Andy, langkah Kejaksaan Agung sudah tepat.
“Kita perlu mengapresiasi langkah dari Kejaksaan Agung untuk memeriksa ulang dengan menerapkan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak,” katanya.
Secara singkat, Andy menjelaskan, pedoman tersebut adalah alat penting untuk mewujudkan keadilan bagi kelompok yang lemah dan atau dilemahkan di dalam masyarakat. Pedoman ini memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan dan anak.
Perlunya pedoman serupa: Karena itu, Andy meminta aparat penegak hukum lainnya, dalam hal ini polisi, membuat pedoman serupa. “Pihak kepolisian perlu menerbitkan dan menginternalisasi pedoman serupa dalam penyelidikan perempuan berhadapan dengan hukum,” kata Andy.
Di tengah realitas kondisi masyarakat yang timpang, Andy menegaskan, pedoman tersebut sangat penting untuk menempatkan pihak-pihak berperkara menjadi setara di mata hukum. Ketimpangan kondisi itu telah mengakibatkan para pihak memiliki akses pada pelindungan hukum yang berbeda.
Hakim harus ikuti aturan: Andy juga meminta para hakim yang memeriksa kasus Valencya sejalan dengan sikap jaksa. Artinya, para hakim nanti membuat keputusan membebaskan Valencya.Sebab, sudah ada Peraturan Mahkamah Agung yang serupa dengan pedoman buatan Kejaksaan Agung.
“Sangat penting dalam pemeriksaan ini menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, kata Andy.
Dalam PERMA tersebut, Andy menjelaskan, beberapa hal penting diatur untuk memeriksa perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Salah satunya, PERMA itu meminta para hakim mempertimbangkan status sosial, kondisi psikis, dan relasi kuasa dalam sebuah perkara.
Seperti diberitakan Asumsi sebelumnya, Valencya sebenarnya adalah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh suaminya. Namun, suaminya justru mempidanakannya Valencya dengan tuduhan melakukan kekerasan karena memarahi suaminya yang kerap mabuk.
Baca Juga
Kasus Valencya, Bukti Lemahnya Kepekaan Penegak Hukum
Buntut Istri Omeli Suami Jadi Terdakwa, 3 Penyidik Dinonaktifkan
Kasus KDRT di Karawang, Komnas Perempuan: Penegak Hukum Tak Paham Relasi Kuasa