Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menetapkan bahwa pemegang saham wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nilai saham yang dimiliki dan ketentuan zakat. Para pengamat ekonomi menilai kewajiban zakat bagi para pemegang saham adalah hal yang wajar diberlakukan, khususnya bagi para umat muslim.
Keputusan wajib zakat bagi pemegang saham ini merupakan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-7 yang diumumkan Kamis (11/11/2021). Ketua Komisi Fatwa MUI Dr KH M Asrorun Ni’am Sholeh, MA mengatakan hukum zakat saham yang intinya saham termasuk harta benda yang wajib dizakati.
MUI menjelaskan bahwa terdapat beberapa ketentuan yang mewajibkan pemilik saham untuk mengeluarkan zakat harta, yaitu pemilik saham adalah orang Islam, dimiliki dengan kepemilikan yang sempurna, telah mencapai masa kepemilikan selama satu tahun.
Disebutkan juga mengenai ketentuan masa kepemilikan saham selama setahun tidak berlaku bagi pemegang saham perusahaan bidang peternakan, pertanian, dan rikaz atau harta karun.
Selain zakat saham, MUI juga menetapkan zakat yang wajib dikeluarkan oleh perusahaan. Kekayaan perusahaan yang dimaksud wajib dikeluarkan zakatnya yaitu aset lancar perusahaan, dana perusahaan yang diinvestasikan pada perusahaan lain, dan kekayaan fisik yang dikelola dalam usaha sewa dan usaha lainnya.
“Ketentuan hukumnya kekayaan perusahaan yang memenuhi ketentuan zakat, wajib dikeluarkan zakatnya,” kata Ni’am dikutip dari Antara.
Harta perusahaan dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan langsung dalam satu tahun kepemilikan, terpenuhi nisab dan kadar zakat tertentu sesuai sektor usahanya.
Berlaku Secara Umum
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, sebenarnya tanpa fatwa MUI tersebut setiap orang diwajibkan menzakatkan sebesar 2,5 persen dari rupiah yang didapatkan. Sehingga ketentuan membayar zakat bagi pemegang saham itu sudah berlaku umum, khususnya bagi umat muslim.
“Apapun hasil usaha kita prinsipnya berapa pun rupiah yang dihasilkan oleh seseorang pribadi itu kan harus dizakatkan 2,5 persen. Itu kan sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim. Sebenarnya tanpa ada Fatwa MUI pun itu sudah harus dilakukan, bukan hanya karena MUI. Ini sudah berlaku secara umum,” kata Tauhid kepada Asumsi.co, Senin (15/10/2021).
Namun, ketentuan membayar zakat dari penghasilan sebesar 2,5 persen itu memang kembali kepada pribadi masing-masing. Bagi umat muslim hal itu memang diharuskan. Tapi bagi non-muslim, maka ketentuan zakat 2,5 persen tidak diwajibkan.
“Apakah memang harus diatur melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau diserahkan kepada masing-masing, itu kan tidak dipaksa. Mungkin saja masing-masing orang yang memiliki saham sudah melakukan itu,” jelas Tauhid.
Sementara Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah berpendapat yang patut dipahami bahwa pembayaran zakat itu wajib bagi perorangan. Dia pun sependapat apabila seseorang mendapatkan penghasilan dari kepemilikan saham, maka wajib untuk membayar zakat.
“Yang saya pahami bahwa penghasilan perseorangan wajib untuk disisihkan sebagai pembayaran zakat. Penghasilan tersebut bisa dari kepemilikan saham. Jadi seseorang yang memiliki saham dan dari saham tersebut mendapatkan penghasilan baik dari deviden maupun capital gain, dan dia seorang muslim, maka menurut saya wajib bagi dia membayar zakat,” jelasnya.
“Zakat ini bukan zakat kepemilikan saham tetapi zakat penghasilan yang didapatkan dari saham yang dimiliki,” imbuh Piter.
Potensi Rp100 Triliun
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Syariah IPB, Irfan Syauqi Beik berpendapat fatwa MUI itu perlu diapresiasi lantaran posisi saham perusahaan memang masuk dalam kategori al-amwal az-zakawiyah atau harta objek zakat.
“Saham merepresentasikan kepemilikan atas perusahaan, sehingga saham termasuk ke dalam jenis harta yang bisa dikenakan zakat selama memenuhi 2 syarat utama, yaitu jenis usahanya adalah halal dan tidak bertentangan dengan syariah, dan yg kedua, memenuhi syarat dari sisi kewajiban zakat, terutama syarat nisab dan haulnya,” jelas Irfan.
Di sisi lain, apabila fatwa ini diimplementasikan secara baik, maka perbaikan dalam hal pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat akan lebih maksimal. Apalagi kondisi di saat pandemi ini keadaan ekonomi rakyat sedang diuji.
“Riset Puskas Baznas mencatat potensi zakat saham ini bisa mencapai angka lebih dari Rp100 triliun per tahun, sehingga jika ini bisa direalisasikan, maka kita akan memiliki sumber dana tambahan dalam hal upaya pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan. Jadi adanya fatwa tersebut sangat tepat diluncurkan dalam kondisi saat ini,” tutur Irfan.
Baca Juga: