Kesehatan

BPOM Cabut Rekomendasi Obat Herbal Lianhua Qingwen Donasi Cina

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan Layar YouTube Badan POM RI

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi menarik rekomendasi penggunaan obat herbal Lianhua Qingwen Capsules (LQC) donasi dari Cina yang sempat beredar pada 2020. Obat ini sering diklaim sebagai obat Covid-19. Zat ephedrae yang dikandung obat tersebut menjadi alasan mengapa LQC tak lagi direkomendasikan.

Praktisi kesehatan Prof. Dr. dr. Purwantyastuti, MSc, SpFK mengatakan, ephedrae adalah zat yang bisa merangsang sistem kerja jantung dan otak. Jika penggunaannya terus dilakukan tanpa pemantauan, bisa jadi obat tersebut malah merusak fungsi otak dan jantung penggunanya alih-alih menyembuhkan.

“Nah bayangkan kalau itu terjadi terus-menerus tentu akan terjadi sesuatu pada otak dan jantung yang tidak bisa ditandai atau diamati oleh orang awam tanpa pendampingan dokter,” kata Purwantyastuti dalam webinar “Bincang Bincang Seputar Penggunaan Obat Tradisional Aman Selama Masa Pandemi,” yang digelar Badan POM RI, Kamis (27/5/2021).

Apalagi, di banyak negara ASEAN, ephedrae masuk pada daftar bahan herbal yang tidak boleh digunakan. Ia tak memungkiri bahwa beberapa negara ada yang menggunakan obat tradisional Cina sebagai penyembuhan mentolerir penggunaan zat ini. Tetapi itu pun penggunaannya tetap direkomendasikan dan ada di bawah penanganan sinse (tabib).

“Sedangkan kita belajar dari Amerika. Karena efeknya yang merangsang kerja jantung dan otak tadi, pada era 1980an, banyak atlet yang menjadikannya sebagai suplemen. Namun karena penggunaan terus-menerus dan tanpa pemantauan, akhirnya malah menyebabkan kematian,” kata Purwantyastuti.

Ia tak memungkiri ada saja publik yang kukuh menggunakan LQC dengan dalih efektif menyembuhkan Covid-19. Biasanya mereka beralasan penggunaan obat ini aman di Cina atau melihat pengalaman koleganya yang sembuh ketika menggunakan LQC.

Baca juga: India Obati Covid-19 Pakai Obat Cacing, Pakar: Indonesia Jangan Coba-Coba! | Asumsi

Menanggapi hal ini, Purwantyastuti memastikan bahwa hingga hari ini belum ada satu pun negara yang mengklaim telah menemukan obat Covid-19. Dengan demikian, klaim LQC sebagai obat Covid-19 jelas salah.

Sementara untuk klaim khasiat LQC bagi orang Cina atau kolega pasien Covid-19 di Indonesia yang mencoba mengonsumsi LQC dan sembuh, Purwantyastuti menilai, pembenaran hal itu harus melalui uji klinis. Selain ada faktor genetik berbeda antara orang Cina dengan Indonesia yang memungkinkan perbedaan efikasi, bisa juga ada perawatan atau riwayat kesehatan lain yang membedakan penyembuhan pasien yang satu dengan yang lain.

“Jadi bisa saja zat ephedrae ini berkhasiat di Cina karena dipakai turun-temurun dengan pengawasan oleh sinse tadi, tapi tidak dengan kita. Kita enggak memakai ephedrae turun-temurun. Lebih baik kita pakai jamu kita yang genetiknya sama dengan kita. Lebih baik hati-hati,” ujar dia.

Hanya LQC Donasi

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani menyebut, LQC yang tidak direkomendasikan hanyalah LQC donasi. Sedangkan LQC yang sudah punya izin edar di Indonesia, dipastikan tidak mengandung ephedrae. Kendati demikian, Reri mengingatkan bahwa LQC, dari mana pun ia, bukanlah obat Covid-19.

“Indikasinya (LQC Indonesia) membantu meredakan panas dalam yang disertai tenggorokan kering dan meredakan batuk. Ini meluruskan informasi yang beredar bahwa semua Lianhua ditarik,” kata Reri.

Adapun yang membedakan LQC donasi dengan LQC yang punya izin edar BPOM bisa kelihatan di kemasannya. Untuk LQC donasi, semua informasi ditulis dengan Bahasa Mandarin, sementara untuk LQC satunya, sesuai kewajiban BPOM, menyertakan informasi dalam Bahasa Indonesia.

Saat masih direkomendasikan, LQC donasi juga dilengkapi tulisan “Tidak Untuk Dijual” berwarna putih dengan blok merah di kemasannya. Penggunaannya dibatasi maksimal tiga hari dengan pengawasan dokter. Namun sejak April, penggunaan LQC donasi tidak lagi direkomendasikan.

“Karena dari kajian manfaat dan risikonya, lebih banyak risikonya. Sehingga kami hentikan sebagai produk donasi,” ucap dia.

Adapun LQC dengan kemasan berbahasa mandarin tanpa tulisan “Tidak Untuk Dijual” dipastikan adalah LQC ilegal. Obat itu tidak mendapat izin edar BPOM dan bukan donasi dari Cina.

“Yang ini, karena melanggar pidana, kami lanjutkan dengan penindakan,” ucap dia.

Baca juga: Inilah Cara Bhutan Melaksanakan Vaksinasi dengan Sangat Cepat! | Asumsi

Reri pun meminta masyarakat untuk aktif melaporkan adanya obat ilegal ke BPOM. Pengaduannya bisa lewat aplikasi yang bisa diakses melalui ponsel pintar atau layanan HaloBPOM di 1500533 dan email ke halobpom@pom.go.id. Menurutnya, laporan ini sangat bermanfaat untuk melacak keberadaan obat ilegal yang membahayakan.

“Penghentian rekomendasi obat donasi LQC pun karena adanya laporan dari nakes yang efek sampingnya serius pada jantung. Jadi (laporan) itu sangat bermanfaat,” ucap dia.

BPOM sendiri selama ini aktif melakukan patroli siber untuk mencari peredaran obat ilegal di e-commerce. Apalagi di tengah meningkatnya pembelian obat secara daring di masa pandemi ini. Sepanjang pandemi, Reri menyebut, sudah menurunkan 117.096 tautan atau situs yang menjual obat ilegal hingga punya klaim tidak sesuai dengan yang sudah diizinkan.

“Misalnya obatnya ada izin edar, tapi klaimya berlebihan, karena di masa pandemi ini ada peningkatan dengan klaim produk obat Covid. Kalau tidak aktif, masyarakat akan terpedaya,” ucap dia.

Tidak Ada Obat Dewa

LQC sering disebut juga dengan istilah obat dewa karena keampuhan khasiatnya. Julukan obat dewa juga sering disematkan pada obat yang mengklaim bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya, pada konten iklan obat seperti ini, daftar penyakit yang bisa disembuhkan terdiri dari jenis penyakit yang biasa diidap lansia, mulai dari kolesterol, darah tinggi sampai diabetes.

Praktisi kesehatan, Dr. dr. Dewi Selvina Rosdiana, M. Kes mengatakan, dengan klaim bejibun yang diiklankan dalam satu produk obat justru konsumen harus curiga. Soalnya, cara kerja obat untuk menanggulangi satu penyakit tertentu jelas berbeda. Tidak bisa disamakan cara kerja obat untuk anti-hipertensi, anti-kolesterol, atau diabetes melitus.

“Mustahil ada satu obat untuk seluruh penyakit. Manfaatnya harus diragukan karena klaimnya yang berlebihan,” kata Dewi dalam webinar

Dewi mengatakan, ada tiga jenis klaim yang sering digunakan oleh obat tradisional. Klaim itu mulai dari yang ringan, seperti menjaga daya tahan tubuh, klaim sedang, seperti menyembuhkan gejala masuk angin atau batuk pilek, hingga klaim bisa menyembuhkan penyakit tertentu. “Untuk klaim ketiga, tentu harus melalui uji klinis terlebih dahulu. Tidak cukup hanya uji pra klinis terhadap hewan,” ucap dia.

Untuk mengetahui status izin atau manfaat salah satu obat, konsumen bisa mencarinya di Informatorium Obat Moderen Asli Indonesia. “Itu nanti keluar (datanya). Kita bisa tahu mana obat yang sudah uji klinis baik dari segi mutu, keamanan, dan khasiatnya,” kata Dewi. “Atau menggunakan aplikasi BPOM Public Warning,” ujar Dewi, menambahkan.

Share: BPOM Cabut Rekomendasi Obat Herbal Lianhua Qingwen Donasi Cina