Siapa sangka kalau program vaksinasi Covid-19 tercepat justru dilakukan oleh negeri kecil di Asia Selatan bernama Bhutan. Negeri yang diapit oleh Republik Rakyat Tiongkok dan India ini sukses memberikan vaksinasi pertama kepada sekitar 62% warganya hanya dalam jangka waktu sembilan hari.
Sebagai negara yang hanya berpopulasi 735.553 penduduk, tentunya Bhutan sangat diuntungkan. Berdasarkan data yang Asumsi.co kutip dari laman The Telegraph, pada 6 April 2021, hampir 469.664 orang telah menerima satu dosis vaksin pertama.
Dengan anak-anak yang dikecualikan dari vaksinasi saat ini, mothership.sg menyebut kalau jumlah orang yang memenuhi syarat vaksinasi mewakili 85 persen dari warga negara dewasa Bhutan.
Adalah Ninda Dema, seorang birokrat perempuan Bhutan berusia 30 tahun yang menjadi penerima vaksin pertama di negara itu. Melansir The Telegraph, Dema yang memulai vaksin dengan melipat lengan bajunya dan menyatukan kedua tangannya dalam doa, tersenyum gugup ke kamera televisi di sekitarnya seolah menyadari bahwa seluruh penduduk di teritori Himalaya itu sedang mengawasinya dari rumah mereka.
“Biarlah langkah kecil saya hari ini membantu kita mengatasi penyakit ini,” kata Dema.
Cepatnya program vaksinasi di Bhutan juga mendapat apresiasi dari UNICEF. Lewat unggahan di media sosial facebook, 8 April 2021, UNICEF memberi selamat kepada Bhutan yang telah menyelesaikan vaksin hanya dalam sembilan hari.
Namun, selain penduduknya yang relatif sedikit, Bhutan juga melakukan segala upaya terpadu dan terukur agar program vaksinasinya berhasil.
Salah satu upayanya adalah dengan mengoptimalkan peran relawan. Menurut The Telegraph, Bhutan mengandalkan sukarelawan warganya yang berdedikasi, yang dikenal sebagai “desuup”, untuk menjalankan program vaksinasi.
Para sukarelawan ini bertugas memberikan vaksi ke pusat perawatan kesehatan dan memastikan jadwal vaksin untuk masyarakat. Mereka juga secara aktif mendidik masyarakat Bhutan tentang pentingnya menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Relawan ini penting karena sebelum pandemi Covid-19 terjadi, Bhutan hanya memiliki 37 dokter dan kurang dari 3.000 petugas perawatan kesehatan penuh waktu.
Untuk menjangkau sekitar 3.000 orang Bhutan yang tinggal di desa-desa di pegunungan di distrik barat laut Gasa, pemerintah mengerahkan satu tim vaksinasi yang terdiri dari empat staf medis didampingi oleh enam desuup. Tim ini mengunjungi enam desa dalam enam hari, menjelajahi trek yang sulit di pegunungan yang mengharuskan mereka menggunakan sepatu bot yang berat, bahkan helikopter ketika salju turun dan perjalanan darat tidak dimungkinkan.
“Kami sangat berterima kasih atas vaksin ini. Kalau bukan karena layanan helikopter, kami harus menempuh perjalanan lebih dari lima hari untuk mendapatkan vaksin,” kata Dema, warga desa Esuna, kepada Kuensel Online.
Percaya Vaksin
Mothership.sg juga melaporkan kalau resistensi masyarakat Bhutan pada vaksinasi amatlah rendah. Sementara kepercayaan pada kerajaan dan negara cukup tinggi. Apalagi Perdana Menteri Bhutan, Lotay Tshering, adalah seorang dokter yang berkualifikasi.
Program vaksinasi di Bhutan juga bukan cuma kali ini. Setidaknya pada dua dekade ke belakang, saat Bhutan menerima program vaksin universal, otoritas di negara tersebut telah membangun sebuah sistem vaksinasi yang mapan.
Menteri Kesehatan Bhutan, Dasho Dechen Wangmo kepada Telegraph menyebut, negaranya mencapai imunisasi universal pada 1990-an dan selalu berhasil. Oleh karena itu, imunisasi saat ini bergantung pada program yang ada.
“Sudah ada banyak sistem yang diterapkan dan itu membuatnya sangat mudah untuk memperkenalkan vaksin baru melalui banyak advokasi dan perencanaan tingkat mikro,” ucap dia.
Toleransi Pada Budaya
Dipilihnya Ninda Dema sebagai penerima vaksin pertama dan dimulainya vaksinasi pada 27 Maret 2021 diputuskan bukan tanpa alasan. Ini mengacu pada nasehat biarawan Buddha yang memang memegang peran signifikan di Bhutan.
ZME Science melaporkan bahwa astrolog Buddha menasehati pemerintah bahwa vaksin pertama harus diberikan kepada seorang perempuan yang lahir di tahun monyet. Ninda Dema lah yang lantas dipilih.
Dia menerima suntikan di pusat vaksinasi sekolah di ibu kota Thimphu di tengah nyanyian doa Buddha.
Sementara mengenai tanggal, Bhutan sebetulnya bisa memulainya pada Januari 2021. Namun kantor perdana menteri Bhutan mengeluarkan pernyataan pada Januari 2021 yang mengatakan bahwa penting buat mereka memulai vaksin pada tanggal yang menguntungkan.
“Setelah berkonsultasi dengan Zhung Dratshang (Komisi Urusan Biarawan), kami diberi tahu tentang bulan tidak menguntungkan yang jatuh antara 14 Februari dan 13 Maret. Kami akan menunggu sampai periode itu selesai,” begitu Kantor Perdana Menteri Bhutan menyatakan.
Peran India
Tetangga Bhutan, India, juga memainkan peran penting dalam vaksinasi ini. Sebagai bagian dari rencana untuk melawan pengaruh China yang berkembang di Bhutan, India memilih untuk berinisiatif memasok 600.000 dosis gratis dari vaksin AstraZeneca/Universitas Oxford yang diproduksi oleh Serum Institute of India ke Bhutan.
Bhutan juga telah menerima alat uji, alat pelindung diri, masker N95, dan obat-obatan penting seperti parasetamol dari New Delhi.
“New Delhi telah menjadikan Bhutan sebagai target utama diplomasi vaksinnya,” jelas Michael Kugelman, Senior Associate untuk Asia Selatan di Woodrow Wilson Center kepada Telegraph.
“Upaya ini mungkin didasarkan pada masalah kemanusiaan, tetapi juga merupakan cara untuk menguatkan pengaruh India pada saat jejak China semakin dalam di kawasan ini,” kata Kugelman menambahkan.
Hanya Satu Kematian
Ketika Bhutan mendeteksi kasus Covid-19 pertamanya pada seorang turis Amerika pada Maret 2020, perbatasannya segera ditutup dan masih belum dibuka sampai hari ini. Karantina wajib diberlakukan pada penduduk yang kembali dari luar negeri.
Hingga saat ini, Bhutan hanya mencatat 886 kasus Covid-19 dan melaporkan hanya satu kematian, dibantu oleh dua lockdown yang dikelola dengan hati-hati.
“Sejak hari pertama, kami menganggapnya sangat serius karena di Bhutan kami menganggap kesehatan rakyat sebagai hal yang paling penting. Seluruh negara dimobilisasi di bawah kepemimpinan Raja dan sejauh ini telah berhasil,” kata Mantan Duta Besar Bhutan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Lhatu Wangchuk.
Vaksinasi ini membuat Bhutan merasa cukup lega. “Meskipun kami tidak bisa terlalu berpuas diri sampai kami mendapatkan suntikan kedua,” kata Lhatu.