Menkopolhukam Mahfud MD angkat bicara soal kebijakan vaksinasi berbayar yang baru dibatalkan oleh Presiden Joko Widodo. Mahfud mengatakan usulan vaksinasi berbayar merupakan respons atas ledakan kasus Covid-19 akibat varian Delta.
“Presiden menetapkan, tdk ada vaksin berbayar, semua vaksinasi gratis utk rakyat. Sejak awal kebijakannya begitu. Semula ide vaksin berbayar muncul krn ledakan Covid varian Delta,” ujar Mahfud lewat akun Twitternya, Sabtu (17/7).
Ucapan Mahfud tidak akurat
Namun itu jelas tidak benar karena sebenarnya pemerintah sudah mewacanakan vaksinasi berbayar bagi kalangan masyarakat tertentu.
Pada bulan Oktober 2020, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dan mantan juru bicara Satgas Covid-19 Achmad Yurianto membeberkan rencana tersebut kepada media. Saat itu ia mengatakan bahwa penyediaan vaksin akan tersedia dalam dua skema, gratis dan berbayar.
“Yang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk APBN untuk frontliner terdiri dari tenaga kesehatan, public service, kemudian peserta BPJS PBI,” ujarnya, dikutip dari Medcom.
Dengan begitu masyarakat yang tidak termasuk dalam kategori yang disebut diharapkan akan ikut program vaksinasi mandiri. “Untuk yang mampu mandiri akan kita persilakan secara mandiri,” lanjut pria yang akrab dipanggil Yuri itu.
Pada kesempatan terpisah, juga di bulan Oktober 2020, Presiden Joko Widodo mengatakan hal serupa. “Untuk vaksin yang gratis untuk rakyat urusan Menteri Kesehatan. Untuk yang mandiri, yang bayar itu urusannya Menteri BUMN,” jelasnya di Istana Merdeka saat itu.
Baca Juga: Jokowi Resmi Batalkan Vaksinasi Berbayar | Asumsi
Kontroversi yang timbul setelah pengumuman tersebut memaksa Presiden Jokowi untuk mengubah rencananya dan mengumumkan pada bulan Desember 2020 bahwa vaksin Covid-19 disediakan secara gratis untuk seluruh lapisan masyarakat.
“Jadi, setelah banyak menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, perhitungan ulang, mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis,” ujarnya.
“Sekali lagi, gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali,” Presiden menegaskan, dikutip dari situs Presiden RI.
Mahfud mengatakan pemerintah sudah berupaya untuk menggencarkan program vaksinasi. Namun, hal itu tidak berjalan optimal karena tenaga medis yang bertugas melakukan vaksinasi kepada masyarakat jumlahnya terbatas.
Imbas dari kondisi itu adalah terjadi kerumunan di pusat-pusat vaksinasi.
Ide Vaksin Gotong Royong disebut karena pemerintah kewalahan
Lebih lanjut, Mahfud menuturkan pemerintah juga memutuskan untuk melibatkan TNI, Polri, dan BIN dalam program vaksinasi. Dia berkata ketiga pihak itu memiliki tugas salah satunya untuk melatih vaksinator karena tenaga medis terbatas.
“Tp tetap bnyk yg tak terlayani, banyak yg sdh antre tp tak bs terlayani saking banyaknya. Muncul ide dari swasta yg akan membelikan utk karyawannya dan menyelenggarakan vaksinasi sendiri,” kicau Mahfud.
Mahfud membeberkan ide pemerintah melibatkan swasta dalam menyelenggarakan vaksinasi adalah agar industri dan sektor esensial bisa terus beroperasi. Dia mengklaim vaksinasi oleh pihak swasta tidak menggunakan APBN dan vaksin yang dimiliki pemerintah.
“Tp timbul reaksi penolakan yg keras. Menampung aspirasi itu, Presiden melarang program vaksinasi berbayar,” ujar Mahfud.
Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen, mempertanyakan cara Jokowi dalam mengambil keputusan. Dia melihat Jokowi seolah membiarkan kementerian yang tidak terkait terlibat dalam membahas sebuah ide. Bahkan, Jokowi terkesan sengaja tampil sebagai penengah dan penyelamat belakangan ketika sebuah kebijakan menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
“Prof @mohmahfudmd maaf mau tanya: apa memang seperti ini cara bapak Presiden ambil keputusan? Biarkan ide bergulir digodok kementrian berbeda, lempar wacana ke publik, gaduh di publik pro-kontra, terus Presiden baru tampil ambil keputusan. Tak bisakah ada arahan jelas sejak awal?,” kicau Nadirsyah lewat akun Twitternya.
Prof @mohmahfudmd maaf mau tanya: apa memang seperti ini cara bapak Presiden ambil keputusan? Biarkan ide bergulir digodok kementrian berbeda, lempar wacana ke publik, gaduh di publik pro-kontra, terus Presiden baru tampil ambil keputusan. Tak bisakah ada arahan jelas sejak awal? https://t.co/shmpZkwmoI
— Khazanah GNH (@na_dirs) July 17, 2021
Target 70 juta tervaksin
Dalam kicauan berbeda, Mahfud menyatakan pemerintah menargetkan 70 juta masyarakat sudah mendapat vaksin pada bulan September 2021. Sehingga, pemerintah berencana melatih ratusan ribu bidan dan mahasiswa kedokteran untuk menjadi vaksinator.
Baca Juga: Ini Cara Mengubah Kepesertaan Vaksin Gotong Royong | Asumsi
Namun, Mahfud mengaku target itu sulit dicapai mengingat dalam sekali vaksin membutuhkan waktu lebih dari lima menit. Misalnya, perlu ada pemeriksaan tensi hingga hal yang lain agar setiap orang bisa menerima vaksin.
“Yang tensi darahnya tinggi, misalnya, diberi obat dan ditunggu dulu sampai normal. Nunggunya bisa setengah s-d satu jam. Stlh normal baru disuntik vaksin. Kalau disuntik sembarangan, saat kimia darah atau tensi tdk tepat itu berbahaya, bisa fatal. Jd memang hrs super hati-hati,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Jumat (16/7), total vaksinasi dosis 1 sudah mencapai 40.912.440 juta dosis. Sedangkan vaksinasi dosis 2 sebanyak 17.098.999 dosis. Adapun sasaran vaksinasi kini sebanyak 208.265.720 orang atau kurang lebih 75% dari total populasi, meningkat dari target sebelumnya yaitu 69% sebelum penambahan kategori remaja.