Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset & Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah mengeluarkan panduan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas untuk sekolah di jenjang pendidikan anak dan usia dini (PAUD), dasar dan menengah. PTM ini merupakan turunan dari SKB (Surat Keputusan Bersama) lima menteri bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan. Seperti apa isinya?
Menghindari Penurunan Kualitas Pembelajaran
Nadiem mengatakan pembelajatan tatap muka terbatas (PTMT) mau tak mau harus dilakukan dalam waktu dekat karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) menghadirkan sejumlah tantangan, mulai dari ketersediaan peralatan digital dan jaringan internet, kondisi psikososial peserta didik maupun guru, disparitas kompetensi guru, hingga rendahnya keterlibatan orang tua/wali peserta didik dalam pembelajaran.
“Meski telah banyak kebijakan dan program untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19, perubahan pola pembelajaran yang begitu drastis berisiko menyebabkan penurunan kualitas pembelajaran,” kata Nadiem dikutip dari pengantar PTM terbatas.
Baca juga: Nadiem Pastikan Sekolah Tatap Muka, Vaksinasi Murid Gimana?
Ia menegaskan, kualitas pembelajaran merupakan kunci dari hasil belajar peserta didik. Jika kualitas belajar menurun, hasil belajar peserta didik pun cenderung menurun (learning loss).
“Untuk mengantisipasi hal tersebut, kami telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN di Masa Pandemi Covid-19,” ujarnya.
Panduan ini, kata dia merupakan alat bantu bagi guru dan tenaga kependidikan sehingga diharapkan dapat disesuaikan dan dikembangkan berdasarkan kondisi satuan pendidikan dan daerah masing-masing.
“Satuan pendidikan dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan panduan ini,” imbuhnya.
Apa Saja Persyaratan PTMT?
Berdasarkan SKB yang ditetapkan pada 30 Maret 2021, ada sembilan ketentuan pokok yang menjadi prasyarat boleh dilakukan PTMT, yaitu:
1. Penyelenggaraan Pembelajaran PAUDDIKDASMEN di Masa Pandemi Covid-19 dilakukan dengan:
a. pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan; dan/atau
b. pembelajaran jarak jauh.
2. Dalam hal pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan telah divaksinasi Covid-19 secara lengkap, maka pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mewajibkan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi di wilayahnya menyediakan pembelajaran tatap muka terbatas dan pembelajaran jarak jauh.
3. Orang tua/wali peserta didik dapat memilih pembelajaran tatap muka terbatas atau pembelajaran jarak jauh bagi peserta didiknya.
4. Penyediaan layanan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam poin nomor 2 di atas dilaksanakan paling lambat tahun ajaran dan tahun akademik 2021/2022.
5. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor wilayah Kementerian Agama provinsi, kantor Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam poin nomor 1.
6. Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan di atas ditemukan kasus terkonfirmasi Covid-19 di satuan pendidikan, maka Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi, Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota, dan kepala satuan pendidikan, wajib melakukan penanganan kasus yang diperlukan dan dapat memberhentikan sementara pembelajaran tatap muka terbatas di satuan pendidikan.
7. Dalam hal satuan pendidikan belum dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin nomor dua di atas, maka penyelenggaraan pembelajaran pada satuan pendidikan mengacu pada SKB yang diterbitkan pada tanggal 30 Maret 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
8. Dalam hal terdapat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran Covid-19 pada suatu wilayah tertentu, maka pembelajaran tatap muka terbatas dapat diberhentikan sementara sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam kebijakan dimaksud.
9. Ketentuan mengenai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) tercantum dalam Lampiran SKB.
Menyikapi panduan pembelajaran tatap muka di masa pandemi Covid-19 yang diterbitkan Nadiem, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim mengingatkan sejumlah poin penting.
Ia menuturkan, sebagai salah satu syarat utama vaksinasi guru dan tenaga pendidikan yang telah dilakukan pemerintah saat ini, sayangnya masih jauh dari target.
“Sampai akhir Mei kemarin vaksinasi guru belum sampai satu juta. Baru sekitar 960.000 masih di bawah satu juta kurang sedikit untuk vaksinasi tahapan kedua. Targetnya kan, di bulan Juni itu rampung lima juta pendidik dan tenaga kependidikan. Jadi, vaksinasi ini masih sangat lambat,” ujar Satriawan kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (4/6/21).
Selanjutnya, ia menambahkan bila merujuk pada daftar periksa kesiapan sekolah tatap muka yang dibuat oleh Kemendikbudristek untuk diisi sekolah-sekolah melalui formulir daring, jumlahnya masih sedikit yang memenuhi persyaratan.
“Baru di angka 60% sekolah yang siap. Itu pun perlu diverifikasi oleh Pemerintah Daerah. Kedua hal ini belum terpenuhi, padahal dua hal pokok ini jauh hari sudah disampaikan Mas Menteri, khususnya sekolah belum bisa dibuka kalau guru dan tenaga pendidiknya belum ada yang vaksinasi dan belum mengisi dan diverifikasi daftar periksa kesiapan belajar tatap muka,” terangnya.
Pelaksanaan PTMT Tetap Perlu Evaluasi
Meski demikian, P2G sepakat dengan keputusan dilakukannya pembelajaran tatap muka secara terbatas yang artinya, belum bisa semua sekolah di Indonesia melakukannya.
“Tidak bisa dipukul rata 550 ribu sekolah di seluruh Indonesia bisa dibuka serentak pada ajaran baru, atau di bulan Juli. Ini karena hal tadi belum terpenuhi. Solusinya memang dilakukan PTMT,” katanya.
Makna dari pembelajaran terbatas yang perlu ditekankan, kata Satriawan adalah daerah yang bisa melakukannya, bukan berdasarkan jumlah atau kapasitas murid yang bisa mengikutinya.
Baca juga: Nadiem Ingin Pembelajaran Tatap Muka Disegerakan, Tapi Kesiapannya Masih Dikeluhkan
“Pembelajaran terbatas itu daerah yang bisa melaksanakannya, misalnya seperti Jakarta dan Medan yang saat ini positivity rate kasus Covid-19 masih di atas 10% , padahal WHO mengatakan maksimal 5%. Maka PTMT belum bisa dilakukan di sana,” ungkapnya.
Sementara, seklolah yang berada di daerah zona hijau seperti di Puncak Jaya atau Mimika, Papua boleh meneruskan pembelajaran tatap muka. “Puncak Jaya dan Mimika itu sudah lama membuka sekolah karena memang sudah enggak ditemukan kasus Covid-19 lagi di sana. Maka, boleh dilakukan terus PTMT di daerah tersebut,” jelas dia.
Lebih lanjut, ia juga memahami adanya risiko learning loss yang mengancam murid-murid yang menurutnya bisa berdampak pada bonus demografi Indonesia.
“Ini karena proses pembelajaran jarak jauh kita kualitasnya masih rendah, maka bisa dikatakan anak-anak kita tertibggal pembelajaran,” imbuhnya.
PTMT, lanjutnya memang menjadi solusi terbaik saat ini dengan sekolah-sekolah yang bisa melakukannya terbatas di zona hijau dan perlu adanya evaluasi dalam pelaksanaannya.
“Kalau risiko learning lost ini di biarkan, tingkat putus sekolah dan pernikahan dini bisa terus meningkat. Laporan yang diterima P2G, seperti di Pandeglang, Banten putus sekolah itu meningkat karena tidak sanggup PJJ. Pernikahan di usia anak juga meningkat di Lombok. Jalan tengahnya sebagian daerah dibuka dengan prokes tentunya drngan tetap dilakukan evaluasi berkala,” tandasnya.