Pemerintah Indonesia mengeluarkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi COVID-19 yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. Poin penting dari SKB itu adalah membahas mengenai opsi pembelajaran tatap muka terbatas di lingkungan pendidikan yang targetnya dilaksanakan pertengahan tahun ini.
SKB ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam acara diskusi di Forum Merdeka Barat 9, Kamis (1/4/2021), Nadiem Makarim menyampaikan bila pembelajaran tatap muka mau tidak mau harus disegerakan. Hal ini ia katakan dengan merujuk kepada masalah ketertinggalan belajar dibandingkan negara lain.
Ia menyebutkan, saat ini, hanya sekitar 20 sampai 22 persen sekolah yang telah melakukan pembelajaran tatap muka terbatas. Sementara di negara-negara Asia Pasifik, sudah hampir 85 persen sekolahnya melakukan tatap muka secara penuh.
“Kenyataannya adalah kita harus hidup dengan virus ini. Kita harus harus hidup dengan pandemi Covid-19. Jadinya, mau tidak mau, saya kira tidak punya opsi lagi. Kita harus mulai melaksanakan sekolah tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat. Jadinya itu adalah situasinya sekarang,” tuturnya.
Nadiem menyebutkan beberapa cara yang ditempuh untuk menyiapkan pembelajaran tatap muka ini, seperti vaksinasi dan kebijakan terkait pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Untuk vaksinasi, ia menyebutkan, guru dan tenaga pendidik diprioritaskan untuk mendapatkannya. Dengan merujuk kepada target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo, Nadiem menyebutkan bila semua guru, tenaga kependidikan maupun dosen, sudah divaksinasi pada akhir Juni sampai Juli 2021.
Adapun untuk BOS, ia mengatakan, telah mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan pihak sekolah untuk mengelolanya dengan fleksibel. Dan terkait dengan adanya rencana pembelajaran tatap muka, ia mengharapkan bila pemanfaatan dana BOS itu bisa diarahkan untuk mendanai persiapannya.
Terkait target vaksinasi bagi guru dan tenaga kependidikan, Nadiem kemudian menyatakan bila setiap sekolah, yang guru maupun tenaga kependidikannya telah divaksinasi, segera mengisi daftar periksa (checklist) untuk bisa menawarkan opsi pembelajaran tatap muka. Pengisian daftar periksa itu terdapat di laman Kemendikbud. Pengisian daftar periksa ini, menurutnya, tidak perlu menunggu sampai Juni-Juli, tetapi bisa sekarang juga asalkan guru dan tenaga kependidikan di suatu sekolah telah divaksinasi seluruhnya.
“Targetnya selesai semua sekolah sudah tatap muka di bulan Juli 2021 ini untuk tahun pelajaran yang baru, itu saja. Jadi mohon ini jangan salah persepsi. Semua sekolah, sekarang, yang guru-gurunýa sudah dilakukan vaksin, untuk segera memenuhi checklist dan langsung menawarkan opsi tatap muka,” katanya.
Ia juga menekankan tentang persetujuan orang tua dalam hal pembelajaran tatap muka ini nantinya. Pihak sekolah dikatakannya tidak boleh memaksa orang tua.
“Orang tua bebas memilih anaknya mau ikut tatap muka apa tidak. Di rumah saja lewat PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), itu adalah haknya masing-masing orang tua, tapi sekolah yang gurunya sudah divaksin wajib segera melaksanakan tatap muka terbatas. mau dia mulai dua kali seminggu, tiga kali seminggu dengan sistem rotasi, silahkan. Tapi sudah harus mulai. Jadinya bulan Juli itu target rampung,” katanya.
KPAI Sarankan Uji Coba PTM Juli 2021
Pada kesempatan terpisah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, relaksasi cara belajar sebagaimana yang jadi bahasan SKB 4 Menteri ini bakal berisiko tinggi dalam memunculkan kluster baru di satuan pendidikan.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, pembelajaran tatap muka di sekolah yang dilakukan tanpa persiapan memadai, baik dalam hal infrastruktur dan protokol kesehatan sesuai Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), maka tidak dianjurkan.
“Selain itu, pihak sekolah juga harus sudah melakukan sosialisasi protokol kesehatan ke guru, tenaga pendidikan, peserta didik dan orang tua peserta didik,” ujarnya kepada Asumsi.co melalui sambungan telepon, Jumat (2/4/21).
Ia mengkritisi rencana yang tertuang dalam SKB yang menyatakan, bahwa pada bulan April hingga Juni bukan dilakukan uji coba pembelajaran tatap muka, lalu membuka seluruh sekolah pada Juli 2021.
“Seharusnya pada bulan April hingga Juni merupakan waktu melakukan penyiapan, bukannya malah uji coba secara terbatas. Uji coba pembelajaran tatap muka terbatas seharusnya dilakukan pada Juli 2021,” ungkapnya.
Seluruh penyiapan infrastruktur dan protokol kesehatan AKB di satuan pendidikan, menurutnya, harus dilakukan terlebih dahulu, sambil dilakukan pembukaan secara paralel. Ia menegaskan, pemerintah dan pihak sekolah wajib melakukan perlindungan berlapis untuk keselamatan anak-anak saat sekolah tatap muka.
Retno menambahkan, berdasarkan kajian KPAI soal negara-negara yang melakukan sekolah tatap muka di masa pandemi, negara-negara itu telah melakukan penyiapan dengan sungguh-sungguh. “Serta memiliki mitigasi resiko yang baik, sehingga dapat mencegah sekolah menjadi kluster baru,” ucapnya.
Banyak Sekolah Belum Isi Daftar Periksa Kemendikbud
Namun hasil pengawasan KPAI pada Juni hingga November 2020, kata dia, menunjukkan hanya 16,3 persen sekolah yang sudah siap belajar tatap muka. Sekolah yang siap sebanyak 16,3 persen itu adalah dari pengawasan terhadap 49 sekolah di 21 kabupaten/kota pada 8 provinsi.
“Sementara sekolah yang mengisi daftar periksa pembelajaran tatap muka Kemendikbud hanya sekitar 50 persen. Dan hanya sekitar 10 persen sekolah yang sangat siap melakukan pembelajaran tatap muka,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim yang mengatakan, kesiapan sekolah melakukan belajar tatap muka harus merujuk pada daftar periksa yang dibuat Kemendikbud.
“Baru 52,76 persen sekolah yang merespon isi daftar periksa. Walaupun merespons, bukan berarti sudah menyediakan hal-hal yang diminta Kemendikbud terkait sarana dan prasarana,” kata Satriawan saat dihubungi terpisah.
Ia menuturkan, berdasarkan data tersebut, sebanyak 47,24 persen atau setara dengan 252.780 sekolah belum memberikan responsnya. “Maksud kami, setelah ada laporan ini, artinya sekolah-sekolah ini belum siap. Daftar periksa ini acuannya belum dilengkapi,” ujarnya.
Murid Harus Terbiasa Belajar Pakai Masker
Satriwan mengungkapkan, berdasarkan data yang diterima P2G, proses vaksinasi kepada para guru dan tenaga pendidikan juga belum dilakukan secara merata. Menurutnya, akan mengkhawatirkan bisa pembelajaran tatap muka terus dipaksakan, sementara vaksinasi belum merata.
“Catatan data kami setelah meminta laporan ke daerah-daerah, random saja, seperti di Aceh, proses vaksinasi masih sangat lambat untuk tenaga pendidikan. Begitu juga di Sumatera Utara, kemudian di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau,” ujarnya.
Ia juga menyebut di Provinsi DKI Jakarta, saat ini vaksinasi terhadap guru dan tenaga kependidikan belum maksimal. “Vaksinasi untuk guru dan tenaga pendidikan di wilayah ini, baru sebagian kecil. Vaksinasi ini targetnya kan, Juni selesai dari Mas Menteri Nadiem untuk guru dan tenaga pendidikan yang jumlahnya 5 juta orang,” ujarnya.
Akan tetapi, sampai bukan April, kata dia, dari data yang diterimanya, baru tercatat 550.000 orang guru dan tenaga pendidikan yang divaksin. “Apakah bulan ini ter-cover 5 juta? Kami sih, ragu,” ucapnya.
Sementara itu, Retno menegaskan, jaminan keamanan pembelaran tatap muka di masa pandemi bukan sebatas pada jaminan vaksinasi para guru dan tenaga pendidikan yang menjadi tanggung jawab pihak sekolah. “Melainkan juga tanggung jawab pihak-pihak yang berkaitan dengan anak, misalnya orang tuanya. Apakah orang tuanya sudah mengajarkan anak pakai masker selama PJJ (pembelajaran jatak jauh)?” tuturnya.
Pasalnya, kata dia, saat kembali melakukan pembelajaran tatap muka nanti di sekolah, murid harus memakai masker 4 jam. “Orang tua harus melatih anak-anaknya memakai masker. Hari ini pakai 5 menit, besok tambah 5 menit lagi jadi 10 menit pakai masker saat PJJ. Sampai akhirnya, mereka terbiasa pakai masker 4 jam saat belajar tatap muka,” ujarnya.
Usul Bentuk Satgas Pengawas Murid
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) pun merekomendasikan pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) pengawas murid. Satriwan Salim menjelaskan, satgas ini bertugas untuk memantau mobilitas para murid saat usai keluar dari lingkungan sekolah, saat pembelajaran tatap muka telah digelar.
“Kami rekomendasikan setiap pemerintah daerah dan pihak dinas kesehatan, mengawasi murid ketika keluar sekolah. Harus ada satgas khusus memantau mobilitas anak. Bisa ambil dari unsur Satpol PP, polisi atau dinas kesehatan,” katanya.
Satgas ini, lanjutnya, nantinya melaporkan kepada pihak sekolah atau kepada orangtua murid yang tidak langsung pulang ke rumah selepas belajar di sekolah. “Tentunya perlu dihindari murid-murid ini nongkrong sepulang sekolah, atau yang anak SMA mampir ke warung sama teman-temannya sambil merokok bareng. Kalau ketahuan satgas, mereka bisa disanksi disiplin dari pihak sekolah,” ujarnya.
Orangtua Murid Harap-Harap Cemas
Rencana pembelajaran tatap muka secara terbatas ini disikapi beragam oleh orang tua murid. Seperti Nia, orangtua salah satu siswa kelas 3 SD di Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Nia mengatakan, tak sabar anaknya bisa kembali belajar di sekolah. Pasalnya, ia mengaku sudah tak sanggup membantu belajar anaknya yang selalu bertabrakan waktunya dengan jam kerjanya di rumah. “Capek banget saya, selama pandemi sambil WFH, kerja dari rumah terus bantu anak belajar. Bikin aktivitas sehari-hari lainnya jadi keteteran, kayak masak atau beres-beres rumah,” katanya.
Ia meyakini sekolah anaknya sudah siap untuk memberikan pembelajaran tatap muka dengan baik, termasuk keamanannya melalui penerapan protokol kesehatan. “Katanya sih, guru-gurunya juga sudah divaksin. Memang sih, vaksin itu bukan jaminan kebal sama Corona. Meski ada rasa cemas, tapi saya yakin anak saya bisa sekolah dengan aman dan taat protokol kesehatan,” ujarnya.
Adapun selaman PJJ, ia mengaku, sudah mengajarkan anaknya untuk selalu memakai masker sebagai persiapan bila harus kembali sekolah tatap muka, menuntut untuk bermasker selama belajar. “Selama belajar di rumah, anak saya pakai masker itu. Saya yang suruh supaya nanti terbiasa. Saya sudah menduga, kita enggak tahu kapan pandemi selesainya kan? Mau enggak mau aktivitas apa saja, masker enggak boleh lepas,” ungkapnya.
Namun berbeda dengan Fina, orangtua murid SMP kelas 12 di salah satu sekolah swasta yang ada di Jakarta Selatan. Ia malah merasa khawatir kalau saat ini sekolah sudah dibuka. “Jangan dulu deh. Biar pun anak saya sudah gede, cuma tetap saja takut bawa pulang virus dari sekolahnya. Harap-harap cemas,” ucapnya.
Ia malah mengaku senang anaknya saat ini sekolah secara daring. Sebab, Fina bisa lebih memantau dan lebih banyak interaksi dengan sang anak. “Rifqi, anak saya jadi lebih sering ngobrol sama Papa dan Mamanya. Sebelum pandemi mah, waduh pulang sekolah main. Sampai rumah main, jarang banget kita makan bareng di rumah dulu,” ungkapnya.