Pernah enggak sih, tiba-tiba dapat pesan singkat atau telepon enggak dikenal yang mengaku dari debt collector? Dia bilang mau nagih utang pinjaman online (pinjol) kerabat atau keluarga, bahkan orang yang enggak kita kenal? Hal ini semakin meresahkan masyarakat dan menjadi perbincangan di Twitter. Kok bisa sih, kontak kita jadi sasaran para debt collector pinjol?
Meneror dan Mengancam
Akun Twitter @olivehateem_ menceritakan pengalamannya yang tiba-tiba menerima pesan berisi tagihan yang masuk ke nomor Whatsapp untuk keperluan bisnis. Ia bahkan mengaku tak kenal dengan si peminjam yang diketahui bernama Vivi ini. Diduga, Vivi memanfaatkan nomornya sebagai kontak penjamin untuk memperlancar proses pinjaman online.
“Tiba-tiba ada chat tagihan dari pinjol masuk ke WA business. dear Mbak Vivi, itu nomor di bio untuk business inquiries kok malah dijadiin penjamin. Kenal aja enggak,” katanya.
Akun itu juga membagikan tangkapan layar yang memperlihatkan isi pesan si penagih utang yang juga bernuansa ancaman.
tiba-tiba ada chat tagihan dari pinjol masuk ke WA business. dear Mbak Vivi, itu nomor di bio untuk business inquiries kok malah dijadiin penjamin… kenal aja enggak. ? pic.twitter.com/1kg2ztixbE
— Olive Hateem (@olivehateem_) May 27, 2021
“Saya dari aplikasi pinjaman online RP WALLET, mohon sampaikan pesan kepada VIVI untuk segera membayarkan tagihannya di hari ini sebesar Rp2.400.000 karena sudah jatuh tempo tetapi dari kemarin beliau dihubungi tidak aktif, dan nomor ini telah dicantumkan sebagai penjaminnya, karena besok sudah kena denda harian Rp180.000, kontak-kontak hp akan kami hubungi (sadap), rekening MANDIRI penagihan kepada pemilik nomor hp ini, jadi harap kerja samanya. Terima kasih,” demikian bunyi pesan penagihan tersebut.
@olivehateem_mengaku terkejut dengan isi pesannya. Pada tangkapan layarnya itu juga diperlihatkan KTP si peminjam online yang disensor pada bagian identitas pribadinya.
“Asli, aku aja sampe kaget. pernah beberapa kali dikontak tapi karena kebetulan nomorku disave peminjam aja, jadi kenanya karena semua kontak dihubungi. Baru kali ini dikontak sebagai penjamin yang ini dari KTP-nya saja udah beda pulau, gak ngerti desperate apa gimana bisa-bisanya nyantumin nomor WA business orang,” jelas dia.
Warganet lainnya menyarankan agar korban teror pinjol ini tak perlu membalas pesan atau sekalian memblokir nomor kontaknya. Namun ia mengaku sempat membalasnya.
“Malah kepikiran, yang bener aja itu denda harian Rp 180 ribu? Tadi sempat aku balas sekali bilang nggak kenal sama orangnya dan kasih keterangan kalau nomor itu memang tercantum di media sosial untuk urusan bisnis. So far cuma di-read aja, habis ini kalau dibalas lagi nggak aku tanggapin deh,” tuturnya.
Baca juga: YLBHI Sebut UU ITE Anak Tirikan Kasus Pinjol | Asumsi
Tuti, warga DKI Jakarta yang berdomisili di Jakarta Selatan juga menceritakan pengalamannya yang hingga kini masih sering diteror nomor tak dikenal. Sang “peneror” itu menagih utang orang asing karena menjadi peminjam online pada salah satu aplikasi.
“Sampai sekarang masih sering dapat WA atau SMS dari salah satu aplikasi yang namanya asing buat saya. Peminjamnya atas nama Daniel. Enggak kenal saya sama si Daniel ini,” terangnya kepada Asumsi.co, Kamis (27/5/21).
Ia mengaku sudah memblokir kontaknya. Namun berkali-kali si debt collector muncul lagi dengan nomor baru dan mengancam akan mendatangi rumahnya untuk menanyakan keberadaan peminjam utang.
“Meresahkan sekali pokoknya. Berkali-kali dia ganti nomor dan menanyakan Daniel. Saya enggak kenal, ya, mana saya tahu di mana? Saya heran kenapa sih bisa mengontak saya? Apa data kontak saya ini juga diperjualbelikan atau si peminjam utang ini random masukin nomornya pas mau ngutang, ternyata nomornya saya?” ungkap Tuti.
Abaikan Solusi Terbaik
Menyikapi keresahan ini, Financial Planner dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, ada faktor yang menyebabkan pihak peminjam online bisa mengontak orang lain untuk menagih utang peminjamnya.
Ia mengatakan, saat mengunduh aplikasi dari pinjol tersebut, ada syarat dan ketentuan yang harus disetujui untuk memberikan izin bagi pihak pinjol. Izin itu diperlukan supaya bisa mengakses seluruh nomer kontak yang ada di ponsel pengunduh yang selanjutnya meminjam uang lewat aplikasi ini.
“Maka begitu pinjaman disetujui dan ternyata macet pembayarannya di kemudian hari, pihak pinjol bisa menghubungi siapapun yang ada di contact list kita,” kata Andy melalui pesan singkat kepada Asumsi.co melalui pesan singkat.
Andi mengaku, belum menemukan cara agar kita tidak dapat dihubungi oleh debt collector pinjol, meski kita tidak kenal dengan orang yang meminjam uang. Dirinya menyarankan, mengabaikan pesan dari debt collector pinjol yang tiba-tiba mengontak untuk menagih utang yang bukan dilakukan oleh kita adalah solusi terbaik.
“Alasannya karena kita juga tidak bisa tahu dan mengatur nomor kontak kita akan disimpan oleh siapa saja. Bila kita menjadi sasaran penagihan padahal kita juga tidak kenal dengan orang yang ditagih, lebih baik diamkan dan abaikan saja,” terangnya.
Sementara itu, bila kita mengenal si peminjam, maka kita bisa mengkonfrontir masalah penagihan tersebut untuk memastikan dan mengingatkannya. “Tujuannya kan debt collector menagih ke orang-orang yang namanya ada di list contact adalah untuk membantu mengingatkan si peminjam agar melunasi kewajibannya,” kata dia.
Baca juga: Karut Marut Pendataan di Indonesia: Tidak Akurat, Bocor lalu Diperdagangkan | Asumsi
Pihak penyedia jasa pinjol pun dilarang menyedot atau menyadap data nasabahnya, bahkan meneror orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan si peminjam utang. Hal ini merupakan pelanggaran hukum serius.
Mereka bisa dijerat Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 juncto UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Sedangkan untuk sanksinya diatur lebih lanjut di dalam Pasal 45 ayat (3):
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
Pinjol: Sarana Pinjaman Uang yang Tak Disarankan
Andy menilai, alasan masih banyaknya masyarakat yang memilih pinjol sebagai solusi masalah keuangan karena kemudahannya. Saat membutuhkan tambahan uang dengan cepat, pilihan masyarakat adalah menjual atau menggadaikan aset. Selain itu, mencari pinjaman, baik ke pihak keluarga, teman, ataupun ke lembaga finansial atau pembiayaan.
“Namun untuk menjual atau menggadaikan aset terkadang kita enggan karena tidak mau kehilangan barang kita ataupun merasa nilainya yang kurang sepadan dengan dana yang dibutuhkan,” imbuhnya.
Sementara mencari pinjaman ke saudara atau teman tentu tidak semudah itu. Sekali pun dapat, jumlahnya mungkin tidak seperti yang diperlukan.
“Kemudian untuk pinjam ke lembaga keuangan seperti bank memerlukan adminstrasi yang cukup banyak dan waktunya juga tidak bisa cepat, selain juga butuh jaminan. Maka, cara yang paling instan dan bisa meminjam dalam jumlah yang tidak terlalu besar adalah dengan mengajukan pinjaman ke pinjol,” terangnya.
Baca juga: 279 Juta Data Penduduk Indonesia Diduga Bocor dan Dijual di Forum Hacker | Asumsi
Menurutnya, pinjol memang semakin menjadi primadona di masa pandemi Covid-19 yang membuat orang banyak kesulitan mendapatkan penghasilan atau kondisi ekonominya mengalami penurunan.
Maka, tak heran bila kita semakin banyak menerima pesan-pesan singkat dari nomor yang tak dikenal, yang menawarkan jasa pinjol. Meski bisa menjadi solusi pinjaman di masa pandemi, namun ia sama sekali tidak menyarankannya.
“Sebelum melakukan peminjaman agar diperhatikan syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh pinjol tersebut, seperti tenor dan bunga yang dikenakan kepada nasabah,” tuturnya.
Legalitas pinjol, kata dia, juga harus diperhatikan supaya tidak berujung menjadi kasus penipuan. Kemampuan ekonomi secara personal juga mesti menjadi acuan untuk memutuskan meminjam uang lewat layanan daring.
“Bila ternyata kita sendiri tidak yakin bisa mengembalikannya tepat waktu, sangat disarankan untuk membatalkannya. Kemudian, karena ini bisnis, maka pihak pinjol akan berupaya keras agar uang yang mereka pinjamkan bisa dikembalikan plus bunganya seperti perjanjian di awal,” pungkasnya.