Isu Terkini

YLBHI Sebut UU ITE Anak Tirikan Kasus Pinjol

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyayangkan Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang lebih banyak digunakan untuk menindak pelaku pencemaran nama baik, serta hoaks di ruang digital.

Ketua YLBHI Asfinawati mengungkapkan, berdasarkan data monitoring dan pengaduan yang dicatat Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) sejak Januari hingga Oktober 2020, ada 35 kasus pemidanaan, dengan menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE.

“Dari 35 kasus itu, pasal yang paling banyak digunakan adalah Pasal 28 ayat (2)  sebanyak 14 kasus,” katanya kepada Asumsi.co, Selasa (23/02/21). Pasal tersebut mengatur soal penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan individu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Sementara itu, ada 11 kasus pemidanaan dengan menggunakan Pasal 28 ayat (1) yang mengatur tentang penyebaran berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Pemidanaan dengan Pasal 27 ayat (3) tentang muatan penghinaan dan pencemaran nama baik terjadi sebanyak empat kasus, dan pemidanaan dengan pasal gabungan sebanyak enam kasus.

Adapun bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Sedangkan, Pasal 28 ayat (1) UU ITE berbunyi:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Sementara itu, bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Kasus penipuan pinjaman daring dianaktirikan UU ITE

Sepanjang tahun 2020, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta banyak menerima laporan kasus pelanggaran UU ITE berkaitan dengan penipuan pinjaman daring.

“LBH Jakarta banyak banget menerima kasus penipuan pinjol (pinjaman online). Jumlahnya saya tidak hapal, tapi yang jelas lebih dari 10 kasus,” ucap Asfinawati.

Berdasarkan informasi yang disampaikan LBH Jakarta, kasus semacam ini justru malah terkesan dianaktirikan oleh Undang-Undang ITE.

“Kasus penipuan seperti pinjol ini, nggak aktif sama sekali tuh polisi. Menurut saya, UU ITE ini sangat gagal kembali pada semangatnya. Gagal merespons baik kasus-kasus yang sebenarnya adalah hakikatnya, seperti kasus pinjol ini,” terangnya.

Oleh sebab itu, Asfinawati mendesak UU ITE ini segera direvisi demi menyelaraskan maksud, pembuatan, serta pembelajaran dari penegakan hukum yang dilakukan selama ini agar bisa kembali pada semangat awalnya.

“Sehingga, bisa ketahuan mana masalah yang murni karena penegakan hukum, dan mana yang masalahnya bersumber dari peluang untuk memidanakan orang lewat Undang-Undangnya,” ungkap dia.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan tanggapan lebih lanjut soal pernyataan LBH ini. Ia mengatakan, saat ini tengah sibuk menggelar rapat terkait situasi nasional terkini bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

“Maaf (belum bisa memberikan tanggapan). Saya sedang rapat di depan Kapolri,”  ucap Argo melalui pesan singkat.

Share: YLBHI Sebut UU ITE Anak Tirikan Kasus Pinjol