Internasional

Masih Panas, Junta Myanmar Sasar Faskes Hingga Rumah Ibadah

Irfan — Asumsi.co

featured image
Tangkapan Layar YouTube Al Jazeera

Myanmar masih panas. Sejak kudeta junta militer pada 1 Februari 2021 lalu, keadaan di sana tak kunjung membaik. Ribuan penduduk mulai memilih untuk mengungsi. Ada yang ke hutan, bahkan mencari suaka ke luar negeri, seperti ke India.

Sementara junta masih saja brutal. Mereka tidak hanya membuat daftar, menangkap, hingga membunuh para aktivis. Tetapi mereka juga menyerang fasilitas kesehatan, rumah ibadah, hingga menewaskan setidaknya 73 anak-anak.

Myanmar masih butuh solidaritas kita.

Penyerangan Fasilitas Kesehatan

Mengacu data yang dirilis Insecurity Insight, Physicians for Human Rights (PHR) dan Johns Hopkins Center for Public Health and Human Rights (CPHHR), yang merupakan bagian dari Safeguarding Health in Conflict Coalition (SHCC), lebih dari 20 rumah sakit diokupasi oleh militer dalam rentang 7 sampai 8 Maret. Jika ditotal sejak 11 Februari sampai 11 Mei 2021, ada 73 serangan ke rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang 49 di antaranya diokupasi oleh militer.

Baca juga: Menakar Taji ASEAN Mengentaskan Krisis Myanmar, Efektifkah? | Asumsi

Serangan kepada faskes dilakukan beragam. Di Distrik Mutraw, Negara Bagian Karen, penghancuran rumah sakit dilakukan lewat serangan udara pada 10 April. Ada juga pencabutan izin merawat pasien yang dialami sebuah rumah sakit swasta di Bhamo, negara bagian Kachin pada 21 April. Pencabutan ini dilakukan karena mempekerjakan tenaga kesehatan (nakes) yang berpartisipasi dalam kegiatan aktivisme.

Tatmadaw –sebutan buat militer Myanmar– memang tak segan merepresi nakes yang terlibat dalam gerakan pro-demokrasi. Tak heran kalau kemudian sepanjang tiga bulan terakhir ada 157 penangkapan terhadap tenaga kesehatan yang dicurigai.

Laporan itu juga menyebut bahwa media milik negara mengumumkan Tatmadaw akan membatalkan paspor dokter yang dicurigai ikut serta di gerakan sipil dan memasukkannya ke daftar hitam. Antara 30 April dan 7 Mei, surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk 400 dokter atas tuduhan terlibat dalam pembangkangan junta.

Laporan perawat yang ditangkap baru muncul antara tanggal 8 dan 11 Mei. Surat perintah dikeluarkan untuk penangkapan 40 orang perawat. Beberapa juga telah ditangkap karena penolakan mereka untuk kembali bekerja di fasilitas kesehatan yang dikelola pemerintah sebagai protes terhadap kebrutalan aparat pada sipil.

Data ini juga menyebut 32 tenaga kesehatan terluka dan 12 tenaga kesehatan yang dilaporkan tewas dibunuh. Kekerasan pada tenaga kesehatan meningkat di bulan Maret dengan 24 kasus. Sebelumnya dilaporkan hanya 4 kasus di Februari dan 4 kasus lainnya pada April.

Padahal, mengacu pada Hukum HAM Internasional, diamanatkan bahwa negara harus melindungi hak atas kesehatan dan memastikan hak publik atas akses kesehatan berjalan dengan baik.

Penyerangan Rumah Ibadah

Laporan penyerangan pada rumah ibadah salah satunya terjadi pada sebuah Gereja di distrik Loikaw, ibu kota negara bagian Kayah yang berbatasan dengan Thailand. Selain mengalami kerusakan parah, sejumlah pengungsi yang berlindung di gereja tersebut mengalami cedera. Empat orang dilaporkan meninggal.

Baca juga: ​Brutalnya Junta Bikin Perang Saudara di Myanmar Makin Mengemuka | Asumsi

Mengutip Aljazeera, Pemimpin Katolik Roma di Myanmar, Kardinal Charles Maung Bo telah menyerukan agar serangan terhadap tempat-tempat ibadah diakhiri. “Dengan kesedihan dan rasa sakit yang luar biasa, kami mencatat penderitaan kami atas serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah, yang mencari perlindungan di Gereja Hati Kudus, Kayanthayar,” kata Kardinal Charles Maung Bo, yang merupakan uskup agung Yangon, dalam sebuah surat yang diposting di Twitter

Bo berkata bahwa gereja, rumah sakit dan sekolah dilindungi selama konflik oleh konvensi internasional. Dia mengatakan, serangan itu juga telah mendorong orang untuk melarikan diri ke hutan dengan lebih dari 20.000 orang mengungsi dan sangat membutuhkan makanan, obat-obatan dan kebersihan.

Penduduk lain di daerah itu mencoba membantu orang-orang terlantar yang diperkirakan pada hari Rabu (26/5/2021) jumlah yang telah meninggalkan rumah meningkat menjadi antara 30.000 dan 50.000. Mereka masih menggunakan gereja untuk berlindung.

“Orang tua dan anak-anak ada di gereja. Semua gereja telah memasang bendera putih untuk menghentikan penembakan,” kata seorang pria berusia 20 tahun yang meminta untuk tidak disebutkan namanya kepada Reuters.

73 Anak Meninggal

Mengutip The Irrawady, setidaknya 73 anak dibunuh oleh pasukan rezim di seluruh Myanmar sejak 15 Februari hingga 15 Mei. Ini berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Hak Asasi Manusia Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

Beberapa anak ditembak saat bermain di dekat atau di dalam rumah mereka ketika tentara dan polisi menggerebek daerah pemukiman sambil menembak secara acak. Yang lainnya tewas selama protes.

Salah satu cerita yang buat pilu adalah kematian Khin Myo Chit, seorang anak berusia 6 tahun. Ia meninggal di pangkuan ayahnya saat berlindung dari pasukan rezim yang menyerang masuk ke rumahnya. Aye Myat Thu, bocah 11 tahun, juga harus meninggal diterjang timah panas Tatmadaw saat bermain di depan rumahnya.

Baca juga: ​Dubesnya Loyal Pada Suu Kyi, Kedutaan Myanmar di Inggris ‘Dikudeta’ | Asumsi

Wilayah Mandalay mengalami jumlah kematian tertinggi dengan 26 kematian. Sementara Yangon mencatat 13 anak tewas.

Kementerian Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa anak-anak yang tewas dalam pertempuran terkini di Mindat Negara Bagian Chin, Kani dan Demoso di Wilayah Sagaing, Negara Bagian Kayah belum dimasukkan dalam daftar. Anak-anak yang terbunuh oleh serangan artileri junta juga tidak didokumentasikan dalam daftar. Kementerian mengatakan bahwa daftar yang diperbarui akan segera dirilis.

Sejak kudeta 1 Februari, junta setidaknya membunuh 827 orang. Ini berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik. Militer membantah angka ini dan pemimpin kudeta, Min Aung Hlaing, baru-baru ini mengatakan sekitar 300 orang telah tewas dalam kerusuhan itu, termasuk 47 polisi.

Share: Masih Panas, Junta Myanmar Sasar Faskes Hingga Rumah Ibadah