Pemerintah akhirnya menunda vaksinasi individu yang akan dilakukan di enam Apotek Kimia Farma. Manajemen pun belum tahu, sampai kapan penundaan tersebut. Apakah nantinya tetap berbayar atau gratis disebar di semua apotek?
Vaksin Individu Sebagai Opsi Vaksinasi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi sempat mengklarifikasi mengapa pemerintah mengadakan program vaksinasi gotong royong individu atau pengadaan vaksin individu berbayar.
Menurutnya, pengadaan program vaksinasi individu berbayar sebagai opsi kepada masyarakat untuk memilih sendiri, apakah gratis atau berbayar dengan tanpa antrean.
“Prinsipnya, pemerintah membuka opsi yang luas bagi masyarakat yang ingin mengambil vaksin gotong royong ini, baik melalui perusahaan maupun melalui individu,” ujar Budi ketika melakukan konferensi pers secara daring, usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Senin (12/7/2021).
Baca Juga: Fakta Terkini Soal Upaya Pemerintah Tangani Covid-19, Apa Saja? | Asumsi
Selain individu, vaksin berbayar ini juga rencana bisa sebagai pilihan untuk perusahaan kecil yang belum mendapatkan. Namun, vaksinasi ini akan ditunda sampai program vaksinasi pemerintah telah direalisasi dalam jumlah yang masif.
“Sehingga, benar-benar akses untuk masyarakat lain akan besar. Sedangkan untuk masyarakat yang ingin ambil opsi lain akan tersedia, sehingga semua opsi tersedia,” ujar Budi.
Vaksin Individu untuk Herd Immunity
Senada dengan Menkes, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro menjelaskan, dalam kondisi meningkatnya angka kasus harian Covid-19, percepatan vaksinasi sangat diperlukan. Salah satunya dengan vaksinasi individu ini.
“Perluasan program ini untuk percepatan pencapaian herd immunity,” katanya.
Ia menjelaskan, Vaksin Individu ini berbeda dengan program vaksin rakyat yang gratis. Masyarakat yang mau mendapatkan vaksin harus merogoh kocek hampir Rp 450 ribu per dosis. Dengan perincian harga pembelian vaksin jenis Sinopharm Rp 321.660 per dosis, dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi Rp 117.910 per dosis.
Baca Juga: Vaksin Berbayar Timbulkan Kontroversi | Asumsi
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, tidak setuju dengan opsi yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan. Sebab, pada awalnya sudah memutuskan untuk menggratiskan vaksinasi Covid-19.
Menurut Trubus, vaksin adalah tanggung jawab negara, tidak boleh dibisniskan dan merupakan kebijakan yang tidak elok dilakukan oleh pemerintah. Bukannya untuk memutus rantai Covid-19, melainkan untuk keuntungan bisnis BUMN sendiri, sehingga masyarakat tidak punya pilihan.
Namun, kalau vaksin ini digratiskan dan disebar ke apotek di seluruh Indonesia, lebih baik. Karena ini akan mempercepat program vaksinasi massal dengan tujuan herd immunity.
“Justru apotek itu sebagai penyalur, sehingga tercapai herd immunity. Jadi mereka tidak ada antrean, orang mau vaksin ngantre, enggak boleh. Jadi mempercepat layanan,” katanya saati dihubungi Asumsi.co , Selasa (13/7/2021).
Belajar Dari Amerika
Rite Aid, salah satu Apotek terbesar dan distributor vaksin di Amerika Serikat, mengumumkan vaksinasi gratis di 2.500 lokasi gerainya yang berada di 17 negara bagian. Rite Aid menggunakan vaksin Moderna, Pfizer dan Johnson & Johnson, untuk mereka yang datang ke cabang apoteknya.
Bahkan, vaksinasi tersebut bisa dimulai dari usia 16 tahun ke atas. Pelanggan harus membuat jadwal terlebih dahulu dan mengetahui ketersediaan vaksin. Cara itu untuk mengurangi waktu tunggu dan tidak terjadinya antrean.
Belum Ada Rencana Vaksinasi di Sebar ke Apotek
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia mengatakan, belum ada rencana untuk vaksin gratis disebar di setiap apotek di Indonesia.
Ia menjelaskan, vaksinasi gratis masih tetap dilakukan oleh pemerintah untuk pendaftaran, lanjutnya, dapat melalui aplikasi Peduli Lindungi atau jaringan pendaftaran tempat vaksinasi seperti puskesmas dan rumah sakit.
Baca Juga: Tiga Juta Dosis Vaksin Moderna Tiba di RI | Asumsi
Namun, untuk vaksinasi gratis yang tersebar ke seluruh jaringan apotek di Indonesia, masih belum ada rencana. Sebab, Apotek-apotek di Indonesia tenaga kerjanya belum memiliki kompetensi penyuntikan vaksin
“Sampai saat ini belum ada rencana, karena untuk penyuntikan perlu tenaga yang memang memiliki kompetensi. Kalau apotek itu kan apoteker, bahkan mungkin asisten apoteker,” katanya saat dihubungi Asumsi.co , Selasa (13/7/2021).
Menurutnya, para apoteker sampai saat ini belum memiliki kompetensi untuk menyuntik vaksin Covid-19. Kalaupun nanti ada rencana, maka perlu dikaji bersama dengan organisasi profesi dan juga Komnas KIPI.
“Apoteker tidak memiliki kompetensi menyuntik ya. Ini harus dikaji lagi bersama organisasi profesi dan juga Komnas KIPI, untuk memastikan apakah diskresi (keputusan) ini bisa dilakukan,” katanya.
Senada dengan Siti Nadia, Dosen epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Niko, mengatakan, selama yang menyuntikan adalah paramedis, seperti dokter dan perawat aman saja.
“Di Amerika gratis lagi, malah di apotek dan di sana ada tenaga paramedisnya,” kata Tri saat dihubungi Asumsi.co, Senin (13/7/2021).