Sebanyak 75 pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan enggan tunduk. Pembelaan Presiden Joko Widodo yang menyebut TWK tak bisa jadi alasan memecat pegawai, mereka terus kejar lewat sejumlah laporan yang mereka layangkan.
Dalam sepekan terakhir, 75 pegawai KPK ini mengetuk banyak pintu untuk mendapat keadilan. Setelah melaporkan pimpinan KPK ke Ombudsman Rabu (19/5/2021), giliran Komnas HAM yang mereka sambangi pada Senin (24/5/2021). Secara internal, pimpinan KPK juga dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK dengan dugaan pelanggaran etik.
Kepada Asumsi.co, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko menyebut upaya ia dan 74 temannya melaporkan KPK ke Ombudsman lalu ke Komnas HAM adalah cara mengurai kompleksnya permasalahan TWK. Menurut pria yang akrab disapa Koko ini, permasalahan TWK tidak hanya menyangkut pelanggaran administrasi tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia.
Baca juga: Dilaporkan Pegawai, Ini Risiko yang Bisa Dihadapi Pimpinan KPK | Asumsi
Menurut dia, yang paling kentara adalah ada upaya dari pimpinan untuk melengserkan atau bahkan menghanguskan Wadah Pegawai KPK yang selama ini dikenal kritis pada kebijakan-kebijakan pimpinan. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses TWK yang sudah tersebar ke publik pun banyak terdiri dari pertanyaan bias gender dan agama.
“Maka sudah sepatutnya tidak hanya administrasi yang dilaporkan. Memang agak rumit dimensinya ini,” kata Koko, Selasa (20/5/2021).
Koko dan teman-teman sadar kalau rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman tidak mengikat. Namun yang ia kejar adalah dibentuknya tim audit independen yang menyingkap semua problem serius pada proses TWK KPK.
“Ini akan menyingkap semua proses yang tidak transparan terkait penyelenggaraan TWK yang janggal. Ini kami pikir strategi yang paling efektif. Sebagai orang-orang profesional kami akan melawan dengan sehormat-hormatnya,” ucap dia.
Adapun mengenai tekanan yang pihaknya terima kala melaporkan KPK diakui ada. Di antaranya peretasan nomornya dan Novel. Entah benar atau tidak, dampak dari peretasan itu juga masih terasa. Misalnya saja telepon yang sering putus-putus. Saat Asumsi.co menelepon Koko, terjadi juga dua sampai tiga kali hilang suara. Lalu nomor Koko sempat mati sebelum kemudian ia menelepon Asumsi kembali dengan layanan panggilan video.
“Makanya untuk melawan strategi intelijen seperti ini kita harus bawa ke publik. Kegiatan premanisme IT ini harus diaudit, entah itu siapa yang melakukan,” ucap dia.
Terkait status kepegawaian Koko, saat ini ia mengaku sudah tidak aktif di kantor. Menurutnya, meski Presiden Joko Widodo sudah memastikan bahwa TWK tidak bisa jadi alasan untuk memecat pegawai KPK, SK penonaktifan ia dan 74 temannya belum dicabut. Bahkan ada informasi kalau akan berujung pemecatan.
Baca juga: Peretas Serang Pegiat Antikorupsi, dari Bajak WhatsApp sampai Gojek | Asumsi
“Mungkin satu dua hari ini kami akan ada koordinasi,” ucapnya.
Terkait pelaporan lanjutan setelah Komnas HAM dan Ombudsman, untuk saat ini Koko dan teman-teman belum merencanakan. Begitu pun potensi maju ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Kayaknya perlu ada yang komunikasi juga dengan Mensesneg, terkait putusan KPK. Apa seperti itu yang dikehendaki Presiden?” ucap Koko.
Sebelumnya, Novel Baswedan, salah satu pegawai KPK yang dinonaktifkan menyebut banyak yang bisa dilakukan untuk melawan Firli cs. “Bila ternyata kami yakin bahwa memang pak Firli Bahuri sengaja bertindak sewenang-wenang, maka kami akan melaporkan perbuatan yang bersangkutan ke instansi terkait. Begitu juga dengan SK yang ditandatangani oleh pak Firli Bahuri, akan dilakukan upaya hukum sebagaimana mestinya,” ujar Novel.
Firli Akan Dilaporkan ke Kapolri
Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut pihaknya menyambangi Mabes Polri guna menyerahkan surat berkaitan dengan perilaku Ketua KPK, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Firli Bahuri. Ditujukan kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, surat itu berisi permintaan ICW kepada Listyo untuk menarik Firli dari KPK ataupun memecat Firli.
“Pukul 14.30 WIB Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakilkan oleh ICW akan mendatangi markas besar Kepolisian Republik Indonesia guna mengantarkan surat kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ihwal permintaan penarikan atau pemberhentian Komisaris Jenderal Firli Bahuri sebagai anggota Kepolisian,” ujar Kurnia.
Kurnia menuturkan, selama Firli menjadi pimpinan KPK acap kali membuat kontroversi. Adapun sejumlah tindakan itu, seperti pengembalian paksa penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti, melakukan perbuatan melanggar etik, hingga berperan dalam penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK KPK.
“Untuk itu, kami mendesak agar Kapolri dapat menarik Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, atau bahkan memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota Polri aktif,” kata Kurnia.
Baca juga: 75 Pegawai KPK Minta Namanya Direhabilitasi dan SK Penonaktifan Dicabut | Asumsi
KPK Hormati Laporan Pegawai
Mengutip Republika, KPK pasrah terkait laporan 75 pegawainya, baik ke Komnas HAM maupun ke Ombudsman. KPK mengaku menghormati pelaporan yang dilakukan puluhan pegawainya ini.
“KPK menghormati pelaporan dimaksud dan menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Komnas HAM sesuai dengan tugas dan kewenangannya,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (24/5/2021).
Dia mengatakan, seluruh pegawai dalam proses alih status pegawai KPK merupakan aset yang berharga bagi lembaga. Dia melanjutkan, semuanya mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing dalam andil pekerjaan-pekerjaan pemberantasan korupsi.
Dia mengatakan, para pegawai yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) juga tetap melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. Hal itu untuk memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan pemberantasan korupsi tidak berhenti.
“Kami menyadari ada dinamika dalam proses alih status Pegawai KPK ini. KPK berkomitmen untuk tetap dan terus bekerja melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi baik penindakan, pencegahan dan pendidikan antikorupsi,” katanya.