Petruk Seuk, bocah 13 tahun mengalami penyiksaan yang diduga dilakukan oleh dua prajurit TNI yang berdinas di wilayah Kodim 1627 Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) yakni Serka AODK dan Serma MSB.
Serma MSB bertugas sebagai Babinsa di Koramil 1627/03-Batutua, sedangkan Serka AODK adalah staf di Binpers Kodim 1627 Rote Ndao. Kedua prajurit TNI aniaya anak NTT yang masih di bawah umur itu karena menuduhnya mencuri telepon seluler (ponsel).
Korban mengalami penyiksaan dengan sundutan lilin dan kedua tangannya dipukul dengan bambu. “Bakar pakai lilin, itu pak tentara yang membakar, bakar satu kali,” kata Petruk.
Berdasarkan pengakuan ayah Petruk, Joni Seuk, korban yang masih duduk di bangku kelas IV SD itu dijemput Serka AODK dan Serma MSB di rumahnya sejak Kamis (19/8) malam pukul 19.00 WITA, lalu dibawa ke rumah Serma MSB di Kelurahan Metina.
Korban baru dipulangkan Kamis tengah malam. Dan diduga saat itu korban mulai mendapat penganiayaan, karena dituduh mencuri telepon seluler.
Baca Juga: Pelibatan TNI, Polri, & BIN dalam Tangani Pandemi Dinilai Tidak Efektif
Tak berhenti di situ, keesokan harinya pada Jumat (20/8) saat korban bermain di pantai Ba’a, korban kembali didatangi oleh Serka AODK untuk diinterogasi. Tetapi kejadian tersebut tidak diceritakan PS kepada kedua orangtuanya saat itu juga.
Joni menceritakan pada Jumat malam sekitar pukul 19.00 WITA, Serka AODK bersama beberapa orang lainnya kembali mendatangi rumah mereka untuk menjemput Petruk. “Saat itu Petruk ketakutan dan bersembunyi dalam lemari di kamarnya,” kata Joni.
Alami Trauma
Mengutip dari Merdeka, keluarga korban lainnya, Ferdy Farudin, menjelaskan Petrus mengalami trauma berat karena tidak ingin ditinggalkan sendirian dalam ruang perawatan.
“Anak kami trauma berat. Kemarin saya mau pulang dia pegang kuat-kuat tangan saya. Dia bilang jangan pergi, saya takut mereka dating dan memukul kembali,” katanya
Saat ini keluarga sedang berusaha untuk memberikan penguatan dan pemahaman bahwa kejadian itu tidak akan terulang lagi.
Dandim 1627 Rote Ndao, Letkol Inf. Educ Permadi, membenarkan peristiwa itu. Dia pastikan pelaku akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kasus ini ditangan Denpom Kupang.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Denpom dalam hal ini Kupang, untuk menindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku di militer,” tegas Educ.
Educ juga berjanji sebagai komandan Kodim akan terus berbenah, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
TNI dan Polri Harus Ramah Anak
Seto Mulyadi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tidak menampik bahwa adanya paradigma menakutkan bahwa TNI dan Polri seolah kejam dan kasar sejak dahulu.
Menurutnya, kasus seperti ini seharusnya tidak terjadi dan TNI dan Polri harus berbenah diri, karena sejak tahun 1986, ia sudah mengkampanyekan bahwa TNI dan Polri adalah sahabat anak. Apalagi pendekatan perlakukan pelaku masih diduga kriminal seorang anak seharusnya berbeda dari orang dewasa.
“Jadi untuk menghadapi anak perlu pendekatan berbeda karena anak-anak ini banyak yang belum tahu dan korban takut dipukuli. Jadi perlu ada pendekatan ramah anak. Anggota TNI sebaikya perlu ramah anak dan menjadi sahabat anak dan sahabat putra-putrinya sendiri,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (23/7/2021).
Menurutnya, pelaku yang melakukan kekerasan terhadap korban harus dihukum, karena mengacu terhadap UU Perlindungan 23. Tahun 2002 yang terbaru UU No. 35 tahun 2014, dan PP 78/2021. “Cukup dengan UU perlindungan anak kita mengacu saja, pelaku bisa dihukum dan disanksi berat,” katanya.
Dibawa ke Psikolog
Seto menyarankan agar anak tersebut langsung dikonsultasikan ke psikolog, ibaratnya anak luka, kalau tidak diobati akan cacat jiwa juga. Menurutnya banyak sekali orang yang mengalami inner child, orang dewasa yang perilakunya kekananakan, karena membawa masa lalu yang tidak tuntas diselesaikan.
“Jadi anak ini perlu diobati sehingga bangkit lagi dan bisa memaafkan masa lalunya,” katanya.
Ia menambahkan kepada orangtua dan lingkungan seperti ditingkat paling awal, RT, RW dilengkapi seksi perlindungan anak.
“Sehingga ketika mendengar anak dibawa dan mengalami kekerasan seperti itu harus dilapor polisi, karena siapapun yang diam saja melihat kekerasan terhadap anak, maka sanskinya lima tahun,” katanya.