Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan kunjungan ke sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam rangka menjaga pasokan beras ibukota menjelang hari raya lebaran. Pada Minggu (25/4), misalnya, Anies mengunjungi lumbung padi di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Sementara sebelumnya ia juga mengunjungi sentra padi di Sragen dan Karang Anyar.
Sontak, kunjungan Anies tersebut menuai beragam tanggapan. Di tengah sentimen impor beras yang sedang digalakkan Presiden Jokowi, ada pihak menilai langkah Anies sebagai antitesis terhadap kerja Jokowi. Bos beras Sragen, Billy Haryanto, misalnya, yang dulu merupakan pendukung keras Jokowi pada pilpres 2019, menyambut dengan antusias kunjungan Anies tersebut. Ia menilai Anies serius dalam urusan ketahanan pangan lokal.
“Pak Gubernur pesan beras untuk menghadapi lebaran,” kata Billy dalam siaran pers, dilansir dari Tribunnews.com.
Baca juga: Survey SMRC: Ada Jokowi Dalam Elektabilitas Ganjar dan Anies, Prabowo Belum Meyakinkan | Asumsi
Berbeda dengan Billy, anggota DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak memberikan komentar yang bisa bikin dahi mengernyit. Dia mengatakan, hal yang dilakukan Anies saat panen padi di Cilacap, Jawa Tengah, pada 16 April dan meninjau gudang beras di Ngawi, Jawa Timur, terlihat seperti persiapan untuk kampanye calon presiden 2024.
“Jadi tidak sepatutnya memberi kesan sosialisasi ke daerah lain di luar DKI, seperti persiapan calon presiden,” kata Gilbert dikutip dari Kompas.
Anies juga mengunggah kunjungannya tersebut ke akun instagram miliknya. Tampak dari unggahan tertanggal 24 April 2021 tersebut, Anies mengenakan baju kemeja putih ditemani oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Bupati Ngawi Ony Anwar. Melalui unggahan yang sama, ia menuturkan bahwa kerjasama antar daerah diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan petani.
A post shared by Anies Baswedan (@aniesbaswedan)
View this post on Instagram
“Jakarta sebagai kota penyumbang perekonomian terbesar dapat memberikan manfaat bagi daerah lain, khususnya peningkatan kesejahteraan petani,” ujar Anies.
Kolom komentar Anies pun ramai oleh warganet yang mengomentari kunjungan tersebut. Ada yang mengomentari kunjungan tersebut sebagai isyarat Anies bakal maju di bursa politik 2024 mendatang dengan menggandeng Khofifah, mengingat nama mereka berdua juga muncul dalam survei elektabilitas beberapa waktu lalu.
Akun @a***l**st misalnya yang mengomentari, “Sehat selalu pak Presiden 2024.”
“Mantap pak pres, lagi kunjungan kedaerahan ya,” imbuh akun @al******65.
Menjajak Chemistry Politik Anies-Khofifah
Peneliti dari Politics and Goverment Research Centre Universitas Gajah Mada Indonesia, Ignasius Jaques Juru, mengatakan kepada Asumsi bahwa apapun yang dilakukan Anies saat ini, baik sebagai Kepala Daerah DKI Jakarta maupun langkah-langkah politiknya sebagai politisi, kerap akan selalu digadang-gadang dengan Pilpres 2024. Ia mengatakan tindakan politik Anies yang dianggap safari politik bukanlah pemanasan untuk bursa pilpres 2024.
“Itu hanya cara Anies untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan politis untuk menjadi presiden. Kita perlu menyadari sejak awal bahwa Anies, dalam segala tindakan politiknya, pasti memuat kalkulasi untuk menjadi pemimpin nasional,” kata Ignasius kepada Asumsi, Senin (26/4/2021).
Baca juga: Tarung Ketat Ganjar Versus Anies di Survei Charta Politika, Apa Sih Keunggulan Keduanya? | Asumsi
Ignasius menambahkan, apa yang dilakukan Anies merupakan trend politik nasional beberapa tahun terakhir, dimana menjadi pemimpin daerah adalah salah satu langkah politik strategis untuk meningkatkan daya tawar dalam percaturan politik nasional.
“Saya kira ini Jokowi Effect, keberhasilan Jokowi dari wali kota (Solo) menjadi gubernur (DKI Jakarta) dan akhirnya terpilih sebagai presiden menjadi preseden politik yang menginspirasi kepala daerah yang ada saat ini,” ujar Ignasius.
Lebih lanjut, Ignasius mengatakan, penjajakan chemistry politik Anies-Khofifah hanya akan mempertegas spektrum politik keagamaan. Menurutnya, ini bukan merupakan kombinasi yang terlalu representatif bagi politik nasional.
“Politik kita tentu masih didominasi secara simbolik oleh kombinasi nasionalis dan religius dan religius dengan oligarki sebagai infrastruktur ekonomi politiknya,” imbuhnya.