Covid-19

Lonjakan Kasus Covid-19 di Nepal Mulai Naik ke Everest

Irfan — Asumsi.co

featured image
Foto: Unsplash/Kalle Kortelainen

Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di India dalam beberapa pekan terakhir mulai menular ke sejumlah negara tetangganya. Nepal, sebagai salah satu negara yang berbatasan langsung dengan India, tak terkecuali kena imbasnya. Lebih buruk lagi, Covid-19 bahkan mulai menulari mereka yang ada di Everest.

Mengutip Washington Post, kasus yang dilaporkan saat ini rata-rata mencapai 6.700 kasus per hari. Jumlah ini meningkat pesat jika dibanding laporan dua pekan lalu yang hanya berkisar di angka 1.000 kasus per hari.

Penularan di Everest sendiri, terjadi sejak jalur pendakian kembali dibuka tahun ini. Mengutip CNN Indonesia, setidaknya 30 pendaki terpaksa dievakuasi setelah teridentifikasi positif Covid-19.

Baca juga: Mengenal Triple Mutant, Penyebab Melonjaknya Kasus Covid-19 di India

Washington Post melaporkan, Departemen Pariwisata Nepal sebelumnya mewajibkan tes virus korona negatif 72 jam sebelum memasuki negara berjuluk atap dunia ini. Namun, pada akhir Maret, pemerintah menghapus persyaratan karantina selama tujuh hari, dalam upaya menghidupkan kembali industri pariwisata negara yang bernilai USD 2 miliar yang menyumbang sekitar 8% dari produk domestik bruto negara itu. Ekspedisi Everest sendiri menyumbang lebih dari USD 300 juta bagi perekonomian pada tahun 2019.

Prakash Karel, seorang dokter yang merawat pasien di base camp Everest menyebut, begitu sampai di gunung, pendaki tak memiliki akses pada tes. Klinik terdekat tempat Prakesh bekerja pun tidak memiliki izin laboratorium untuk menguji virus tersebut. “Dan ketinggian membuat sulit untuk mengidentifikasi covid dari batuk dan edema paru ketinggian, yang umum terjadi pada pendaki di jalur pendakian,” kata Prakesh.

Kasus Pertama

Erlend Ness, pendaki pertama di base camp Everest yang dites positif, mengatakan dia mulai merasa sakit dua hari sebelum mencapai base camp. Mulanya, dia mengira gejala yang diidapnya adalah adaptasi akan ketinggian yang dapat menyebabkan gejala mirip Covid-19. Dia tidak menyadari diagnosisnya sampai dia diuji tiga hari kemudian di sebuah rumah sakit di Kathmandu.

Asosiasi Pendaki Gunung Nepal sebelumnya mengonfirmasi hanya empat kasus virus corona di base camp. Empat kasus ini terjadi pada tiga pendaki dan satu pemandu lokal. Tapi pendaki gunung menceritakan kisah yang berbeda. Pendaki Polandia Pawel Michalski menulis pekan lalu bahwa lebih dari 30 orang telah dievakuasi ke Kathmandu dengan helikopter dengan dugaan edema paru yang kemudian ditemukan positif terkena virus corona.

“Saya telah naik helikopter dari EBC (base camp Everest) kembali ke Kathmandu setelah satu hari,” tulis Gina Marie Han-Lee, pendaki lain yang dievakuasi dari base camp lewat Facebook-nya pada 29 April 2021.

Gina memastikan kini dirinya positif Covid dan menderita pneumonia. Pada unggahannya, dia menyebut telah menghabiskan empat malam di ICU. “Situasi Covid di EBC benar-benar badai. Saya tidak tahu apa yang saya tuju,” tulis Han-Lee.

Rojita Adhikari, seorang pendaki yang dinyatakan positif beberapa hari setelah meninggalkan base camp 19 April 2021, mengatakan ada beberapa kasus yang tidak dilaporkan. “Pemerintah Nepal masih menyangkal adanya wabah Covid di base camp Everest, meskipun ada bukti yang muncul,” kata dia kepada Washington Post.

Adhikari menulis, di kamp dia melihat banyak orang sakit. Di sebuah gorakshep (sebuah desa kecil yang merupakan perhentian terakhir dalam sebagian besar perjalanan menuju base camp) hotel, juga ada pendaki yang sakit yang mengisolasi. “Saya menemukan Covid sangat umum di sekitar orang-orang kamp. Mereka menerimanya dengan mudah. Seorang Sherpa –suku yang mendiami lereng pegunungan Himalaya– mengatakan kepada saya, Covid hanya seperti flu,” katanya.

Banyak Ekspedisi Dibatalkan

Situasi ini membuat kepercayaan komunitas pendaki pada Nepal memudar. Tindakan pengamanan ekstra untuk pendaki pun bukan jadi pilihan. Beberapa perusahaan yang melayani jasa ekspedisi bahkan telah memutuskan untuk membatalkan perjalanan mereka untuk tahun kedua berturut-turut. Ekspedisi Alpenglow yang berbasis di California adalah salah satunya.

“Kami tidak percaya pada pembukaan Tibet untuk musim semi, kami tidak percaya kami dapat dengan aman menjalankan pendakian Everest dalam keadaan saat ini dari sisi Nepal,” tulis pendiri Alpenglow, Adrian Ballinger di Instagram.

Perusahaan Adventure Consultants Selandia Baru juga menyebut pihaknya tidak akan mengonfirmasi keikutsertaan dalam ekspedisi sampai perjalanan ke sana dipastikan aman. “Setidaknya sampai kami tahu perjalanan tersebut dapat beroperasi dengan sukses tanpa gangguan perjalanan atau risiko bagi staf, tamu, atau komunitas lokal,” tulis Adventure Consultans dalam sebuah pengumuman.

Lukas Furtenbach, pemilik Furtenbach Adventures, mengatakan kalau pihaknya paham perusahaan pemandunya dikritik karena menjalankan ekspedisi selama pandemi. Namun, di sisi lain staf lokal kami di sini membutuhkan uang untuk memberi makan keluarga mereka. Hal ini tentu dilematis.

“Sekarang kami mencoba menjalankannya dengan bertanggung jawab di belahan dunia ini,” katanya.

Baca juga: Awas Virus Corona Eek, Ini Bahaya dan Cara Cegah Penularannya

Sulit Menerapkan Protokol Kesehatan

Seperti disebut sebelumnya, ekonomi Nepal sangat bergantung pada pendapatan pariwisata. Menghasilkan USD 2 miliar pada 2018, menurut Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia. Calon pendaki harus mendapatkan izin dari Badan Pariwisata Nepal di Kathmandu, yang biayanya sekitar USD 11.000.

Banyak orang Nepal bergantung pada pariwisata dan pendakian untuk mata pencaharian mereka. Mengutip CTV News, pada 2018, industri pariwisata Nepal mendukung lebih dari 1 juta pekerjaan secara langsung dan tidak langsung.

Setelah membatalkan musim pendakian tahun lalu karena pandemi, Departemen Pariwisata Nepal memberikan 408 izin kepada pendaki Everest tahun ini. Jumlah ini naik dari jumlah izin pada 2019 yaitu 393 izin setelah kepadatan berlebih, beberapa kematian, dan foto viral pendaki yang mengantri untuk mencapai puncak menarik perhatian internasional.

Tapi jauh lebih dari 408 orang akan melewati base camp dan mendaki gunung, mengingat banyaknya rombongan yang dibutuhkan pendaki. Koki, pemandu, dan sherpa menemani setiap tim, mempersulit upaya untuk menjaga jarak.

“Base camp benar-benar kota kecil,” kata veteran pengamat Everest Alan Arnette, yang mencapai puncak pada 2011 dan sekarang menjalankan situs web pendakian. Kondisi tersebut membuat jarak sosial menjadi sulit. Biasanya ada banyak sosialisasi, acara, pesta base camp, dan tim mengunjungi tim lain dan mencari teman baru.

Share: Lonjakan Kasus Covid-19 di Nepal Mulai Naik ke Everest