Isu Terkini

Petisi Online di Indonesia dan Pengaruhnya dalam Mengubah Kondisi

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Petisi Tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan saat ini tengah ramai dibicarakan. Petisi itu sudah mendapat banyak dukungan dan sampai hari ini, Rabu, 6 Februari 2019 pukul 16.00 WIB, sudah ada total 195.476 tanda tangan dari target 200.000. Petisi itu diinisiasi oleh penyanyi Danilla Riyadi mengatakan dengan lugas: “RUU Permusikan tidak perlu dan justru berpotensi merepresi musisi.”

Danilla saat ini tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan yang juga didukung oleh ratusan musisi dari berbagai aliran. Sejumlah pasal bermasalah yang dikritisi Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan antara lain pasal empat, lima, tujuh, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51. Koalisi mengatakan pasal bermasalah ini adalah karena tidak pahamnya para penyusun RUU tentang apa yang hendak diatur.

Lalu, apakah nantinya petisi tersebut bisa berhasil? Apakah petisi yang ditandatangani secara online itu bisa memberikan pengaruh signifikan dalam mengubah situasi atau kebijakan yang dinilai bertentangan?

Keberhasilan Petisi Online dan Faktor Pendukungnya

Pada dasarnya, perubahan situasi sosial memang tidak cukup jika hanya mengandalkan modal tanda tangan dukungan protes secara daring (online) atau yang lazim dilakukan lewat petisi onlini, seperti yang selama ini terjadi. Namun, bukan berarti petisi online hanya sekedar jadi pemanis saja. Petisi online bahkan pernah berhasil menang besar dan mengubah situasi.

Meski di satu sisi, petisi online memang tak bisa berjuang dan berdiri sendiri untuk mendapatkan pengakuan, mendorong perubahan, hingga menang. Harus ada elemen-elemen lain yang mendukung petisi online. Misalnya saja petisi online mesti dibarengi dengan tindakan advokasi lainnya seperti lobi, mediasi, kajian, kampanye, aksi, dan sebagainya. Dengan begitu petisi online tak sekedar tanda tangan tangan online saja, tapi banyak faktor pendukung lainnya.

Baca Juga: Ramai Petisi Tolak RUU Permusikan dan Sejumlah Pasal Bermasalah

Jadi memang harus diakui, keberadaan petisi online hingga akhirnya sukses menang, juga melibatkan banyak unsur lain. Artinya sekali lagi, petisi online bukan satu-satunya cara paling ampuh untuk membuat perubahan sosial. Berhasil atau tidaknya sebuah petisi online, tentu ada unsur-unsur pendukung lain seperti aksi turun ke jalan, terbit ke media, temui pengambil keputusan dengan membawa suara-suara dukungan.

Ada Tujuh Petisi Online Menang Besar di 2018

Sepanjang rentang 2018, ada banyak petisi online yang muncul. Namun, dari banyaknya yang ditandatangani, hanya ada tujuh petisi online yang meraih kemenangan besar. Catatan itu seperti dikutip dari laman House of Infographics tentang catatan riwayat petisi online di tahun 2018. Apa saja petisi itu?

Pertama, soal perusahaan pembakar Hutan di Rawa Tripa, Aceh divonis bersalah dan dikenakan denda sebesar Rp366 miliar oleh Mahkamah Agung (MA). Terdapat 220.000 orang yang protes lewat petisi online agar perusahaan tetap dijatuhkan hukuman.

Kedua, di saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara diam-diam mengesahkan aturan Undang-Undang (UU) MD3. Lebih dari 240.000 orang mendukung petisi tersebut agar Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi dan membatalkan UU MD3 yang baru disahkan DPR.

Ketiga, mengenai maraknya perburuan burung Cendrawasih sebagai aksesoris, membuat burung asli Papua itu hampir punah. Ada setidaknya 335.000 yang mendukung, dan ini jadi salah satu petisi terbesar di tahun 2018.

Baca Juga: RUU Musik Bikin Musisi Ngerasa Terusik

Keempat, petisi mengenai kasus Bambang Hero, seorang saksi ahli yang dituntut balik karena melaporkan perusahaan yang terbukti bersalah karena membakar hutan. Setelah petisi didukung 150.000 orang dan menjadi viral di media sosial, akhirnya perusahaan tersebut menarik gugatannya.

Kelima, ketika Hiu Paus di Berau yang akan dikirim ke Sea World Ancol untuk dijadikan atraksi wisata. Kelompok pemuda dari Berau memulai petisi agar rencana tersebut batal. Akhirnya lebih 80.000 orang mendukung petisi tersebut, termasuk Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti menolak rencana itu.

Keenam, mengenai Dosen IPB, Basuki Wasis yang sering menjadi saksi ahli kasus perusakan tambang, digugat oleh mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Akhirnya Koalisi Anti Mafia Tambang berhasil mengumpulkan 36.000 petisi ke Pengadilan Negeri Cibinong untuk menolak gugatan Nur Alam.

Ketujuh, petisi mengenai Peraturan Menteri Perindustrian (Menprin) yang tak memperbolehkan orang membawa masuk mainan dari luar negeri tanpa label SNI. Larangan itu dianggap tidak tepat oleh Khaidir Mustafa. Ia mendapat dukungan sebanyak 4.100 orang, sehingga Menprin membuat keputusan boleh membawa mainan dari luar negeri namun tak melebihi lima buah.

Berdasarkan catatan House of Infographics soal catatan Infografis Change.org di Tahun 2018, bukan hanya jumlah suara yang meningkat cukup signifikan dalam petisi online yang muncul di 2018. Dari 4 juta pengguna tahun 2017 lalu, menjadi 6,5 juta di tahun ini.

Lalu, dari seluruh pengguna, tahun ini ada sekitar 2 juta pengguna yang mengalami kemenangan dalam petisi yang mereka dukung. Angka ini naik empat kali lipat dari tahun 2017. Itu artinya di tahun 2018, kurang lebih 1 dari 3 pengguna Change.org mengalami kemenangan.

Selain itu, di luar dari petisi-petisi yang dinyatakan berhasil menang, ternyata ada pula petisi-petisi yang belum berhasil tapi mengalami kemajuan yang penting. Catatan soal petisi online di tahun 2017 bisa dilihat secara menyeluruh di link berikut ini. Lalu, untuk catatan riwayat petisi online di tahun 2016 bisa klik di link ini.

Share: Petisi Online di Indonesia dan Pengaruhnya dalam Mengubah Kondisi