Isu Terkini

Deretan Masalah Lapas Kerobokan, dari Terlilit Utang Ratusan Juta Hingga Over Kapasitas

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, yang terletak di Kabupaten Badung, Bali saat ini sedang mengalami sederet masalah serius. Dari segi pendanaan, lapas yang dibuka sejak tahun 1979 ini ternyata sedang menunggak biaya opname untuk para napi. Pihak lapas mengaku pihaknya punya utang hingga ratusan juta rupiah ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, Bali. Kalapas Kerobokan Tonny Nainggolan mengatakan utang itu adalah biaya rawat inap napi selama kurun waktu 2015-2018.

“Di 2018 kita hanya bisa mencicil sekitar Rp 10 juta, dari sisa anggaran yang di 2018. bisa kita sisihkan untuk membayar utang ke RS Sanglah Rp 10 juta. Jadi masih ada sekitar Rp 500 sekian juta lagi,” kata Tonny usai Perayaan Natal di LP Kerobokan, Bali, Selasa, 8 Januari 2019.

Tak hanya utang ratusan juta di RSUP Sanglah, Lapas Kerobokan juga punya tunggakan dari dana konsumsi para napi. Utang makan yang telah dirinci bahkan jumlahnya lebih besar, yaitu Rp 2,3 miliar. Tonny menyebut Lapas Kerobokan masih menunggu dana dari pusat untuk melunasi segudang utang tempatnya bekerja itu.

“Kita memang terakhir itu berutang kepada pihak ketiga sekitar Rp 2,3 miliar di dalam kurun waktu dari tanggal 13 September sampai dengan 31 Desember, berarti 2,5 bulan. Dari Rp 2,3 miliar itu sudah didistribusikan anggaran dari Jakarta tapi tidak bisa memenuhi secara keseluruhan, hanya bisa membayar 2 bulan,” ungkap Tonny.

Selain terlilit utang, Lapas Kerobokan juga punya masalah lain. Kapasitas yang mestinya hanya diisi oleh 323 orang kini telah mencapai 1.567. Artinya, penghuni di sana sudah melebihi kapasitas hingga 400-450 persen. Maka tak heran, pelayanan di Lapas Kerobokan menjadi berkurang drastis.

“Dari kapasitas isi 323 sekarang hari ini diisi 1.567 artinya itu 450 persen overkapasitasnya. Kami juga sangat memaksakan sekarang dalam kondisi untuk space tidur, termasuk untuk pelayanan lain yang akan berkurang, seperti pelayanan kesehatan, pengamanan, pelayanan-pelayanan lain, itu akan sangat terganggu dengan overkapasitas yang luar biasa,” tandasnya.

Penghuni Lapas Kerobokan yang Melebihi Kapasitas

Di Lapas Kerobokan, biasanya ada 25 orang yang masuk dalam satu minggunya. Sedangkan, narapidana yang keluar hanya sekitar 10-15 orang seminggu. Hal ini makin diperparah karena adanya tahanan dari pihak kepolisian yang tidak bisa ditolak pihak lapas. Sebab Rumah Tahanan (Rutan) kejaksaan belum dapat diopersikan secara maksimal.

Perlu diketahui, Rutan adalah tempat para tersangka dan terdakwa yang masih harus mengikuti proses penyidikan, penuntunan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sedangkan Lapas sendiri sebenarnya khusus untuk mereka yang sudah mendapatkan ketetapan hukum tetap. Tonny mengaku, pihaknya terpaksa menampung para tahanan dari kepolisian ataupun kejaksaan. Hal itu disebabkan karena di Kabupaten Badung ataupun di Kota Denpasar belum memiliki rutan.

“Kita bisa melihat yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar tidak ada rutan, tidak ada rutan kecuali rutan polisi. Rutan yang dikelola Kemenkum HAM itu belum ada, yang ada lapas,” ujar Tonny.

Menurut Tonny, salah satu siasat yang mesti dilakukan oleh pemerintah adalah membuat pembangunan blok bertingkat. Solusi merenovasi gedung juga sudah diusulkan beberapa kali demi bisa menambah kapasitas hunian. Bagi Tonny sendiri, pembangunan gedung dengan kapasitas 1.000 orang sudah bisa dikatakan mendesak.

“Ini suatu masalah di Provinsi Bali, bahwa rumah tahanan belum ada, yang ada baru lembaga pemasyarakatan. Ini harus disikapi, baik oleh Pemprov maupun pemda tingkat I, tingkat II, atau juga dengan Kemenkum HAM,” terangnya.

Masalah-masalah Lapas di Indonesia

Data dari Dirjen Pemasyarakatan untuk sepanjang 2018 mengungkapkan bahwa lapas-lapas di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas hingga mencapai 836 persen. Lima yang terpadat di Indonesia yaitu: Rutan Bagan Siapi-api di Riau yang mestinya berkapasitas 98 orang tapi dihuni 810 orang.

Kemudian ada Rutan Takengon di Aceh, di mana mestinya diisi maksimal 65 orang tapi dihuni 495 orang. Lapas Banjarmasin, kapasitas 366 orang tapi dihuni 2.688 orang. Ada pula Lapas Tarakan di Kalimantan Utara yang berkapasitas 155 orang tapi dihuni 996 orang. Sedangkan Lapas Labuhan Ruku, Sumatera Utara, kapasitasnya 300 orang namun diisi 1.770 orang.

Kelebihan kapasitas ini tak hanya berakibat pada padatnya dalam satu tempat, namun juga berdampak pada pengamanan yang tidak seimbang. Benar saja, rata-rata satu orang sipir mengawasi 34 napi. Padahal di negara tetangga, Australia misalnya, 1 sipir mengawasi 2 napi dan di Malaysia, 1 sipir mengawasi 3-4 orang.

Total penghuni Lapas di seluruh Indonesia sebanyak 256.273 orang. Dari jumlah itu, 63 persen adalah kasus narkoba. Adapun kasus kejahatan teroris sebanyak 558 orang. Dari jumlah itu, 1.113 merupakan WNA.

Share: Deretan Masalah Lapas Kerobokan, dari Terlilit Utang Ratusan Juta Hingga Over Kapasitas