Isu Terkini

Permenristekdikti 55/2018 Diteken, Organisasi Ekstra Kemahasiswaan Akhirnya Masuk Kampus

Ramadhan — Asumsi.co

featured image

Kabar segar datang bagi dunia kampus di Indonesia. Tepatnya, datang dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. Akhirnya, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018, tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di lingkungan kampus diterbitkan.

Dengan diterbitkannya Permenristekdikti tersebut, organisasi ekstra kampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan yang lainnya diperbolehkan masuk kampus.

Menurut Nasir, pembinaan ideologi itu nantinya akan terealisasi dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Sementara anggotaya terdiri dari perwakilan seluruh OKP atau organisasi ekstra kampus yang berada di perguruan tinggi masing-masing, di bawah pengawasan rektor.

“Sekarang yang terjadi, OKP liar di dalam kampus. Dianggap outsider. Sementara mereka ingin mengembangkan demokrasi dengan baik. Jangan sampai UKM ini jadi provokator, tapi mediator, semua dikendalikan oleh rektor,” kata Menteri Nasir dalam konferensi pers di Kantor Kemristekdikti Jakarta, Senin, 29 Oktober 2018.

Kemudian, mereka bisa bersinergi dengan organisasi intra kampus di bawah pengawasan pimpinan perguruan tinggi (PT) untuk pembinaan ideologi kebangsaan.

“Permenristekdikti ini diterbitkan sebagai upaya Kemristekdikti untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa akan ideologi bangsa dan mencegah paham-paham radikalisme dan intoleransi berkembang di kampus,” kata Nasir pada konferensi pers dan sosialisasi Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 di Gedung Kemristekdikti, Selasa (29/10).

Nasir mengatakan bahwa Permenristekdikti 55/2018 ini termasuk pada kebutuhan mendesak di semua kampus. Apalagi, belakangan ini fenomena-fenomena hoaks, anti-NKRI, intoleransi dan radikal di kampus kian menjamur.

“Peraturan dibentuk karena ada fenomena. Maka bagaimana nasionalisme itu kita bangun kembali. Dengan diperingati hari sumpah pemuda ini kita juga ingat kembali bagaimana mereaktualisasi mahasiswa sekarang di dalam era revolusi industri ini. Jadi harus berubah total.”

Kampus yang dinilai melanggar atau tidak merealisasikan aturan tersebut tidak akan diberi sanksi oleh Kemenristekdikti. Dengan tidak adanya sanksi, kata Nasir, bukan berarti kampus dibebaskan atas kewajiban membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKMPIB).

“Tidak lah (tidak diberi sanksi). Kita terbiasa sukanya sanksi ya. Tidak, beri effort, dorongan, usaha untuk menjadi baik. Kalau kita selalu pikirkan sanksi tidak akan berimbas baik,” ujarnya.

Dengan terbitnya Permenristekdikti 55/2018 ini Nasir meyakini nantinya kebebasan mimbar akademik akan dikelola lebih baik. Meski begitu, ia tetap menegaskan bahwa kampus harus terbebas dari politik praktis.

“Politik tidak boleh. Politik dengan kepentingan UKMPIB ini harus dipisahkan, maka ini yang harus dijaga dengan baik. Maka nanti rektor juga harus pantau.” ucapnya.

Nasir menyebutkan, pembinaan ideologi kebangsaan tersebut akan direalisasikan dengan dibentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB) yang akan dibentuk oleh pimpinan PT. Anggota UKM PIB ini berasal dari organisasi kemahasiswaan intra kampus dan organisasi kemahasiswaan ekstra kampus.

Menurutnya, UKM PIB sebagai wadah untuk bersinergi, baik dengan pimpinan PT maupun organisasi kemahasiswaan yang telah berdiri sebelumnya di PT. Nasir berharap, kehadiran UKM PIB ini dapat memperkaya sudut pandang mahasiswa di kampus dan tidak terpaku akan satu pemikiran saja.

Meski organisasi ekstra kampus ini kembali hadir, Nasir menegaskan, mereka tidak boleh membawa bendera organisasinya. Mereka harus melebur di bawah UKM PIB dan di bawah tanggung jawab PT, yakni berada di bawah pengawasan rektor.

Dijelaskan Nasir, simbol organisasi tidak diperkenankan untuk masuk kampus karena PT fokus untuk pembinaan ideologi kebangsaan. “Ini kami lakukan agar kampus terbebas dari radikalisme dan intoleransi. Jangan sampai kampus justru menjadi ajang membina dan mendidik radikalisme.”

Untuk itu, Nasir menambahkan, hal utama yang perlu diperhatikan dari salah satu pasal dalam Permenristekdikti tersebut adalah mengamanatkan PT untuk melakukan pembinaan ideologi bangsa.

Dalam pasal 1 disebutkan, PT bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa yang mengacu pada empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, bagi mahasiswa dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Nasir juga menambahkan, adanya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, maka Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 26/DIKTI/KEP/2002 Tentang Pelarangan Organisasi Ekstra Kampus dalam Kehidupan Kampus tidak berlaku lagi.

Selanjutnya, Nasir juga menegaskan bahwa kehadiran Permenristekdikti ini sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda. Permenristekdikti ini tidak ditujukan untuk membatasi suara mahasiswa dalam berpendapat, namun sebaliknya, justru bertujuan untuk mewadahi semangat tinggi dan daya kritis mahasiswa untuk membangun dan berkontribusi bagi Indonesia.

Untuk itu, Nasir mengatakan akan mengumpulkan para rektor dalam waktu dekat untuk menyosialisasikan Permenristekdikti tersebut. “Mungkin minggu depan para rektor kami undang untuk sosialisasi Permenristekdikti ini,” ujarnya.

Nasir mengungkapkan bahwa hadirnya Permenristekdikti bertujuan untuk menangkal radikalisme pada perguruan tinggi (PT) yang semakin marak. Hal ini berkaca dari survei yang dilakukan oleh survei Alvara Research Center dan Mata Air Foundation dengan responden 1.800 mahasiswa di 25 Perguruan Tinggi.

Dalam survei itu, terindikasi 19,6 persen mahasiswa mendukung peraturan daerah (Perda) syariah, 25,3 persen setuju dengan berdirinya negara Islam, 16,8% mendukung ideologi Islam, 29,5 persen tidak mendukung pemimpin Islam dan 23 persen berpotensi radikal.

Untuk itu, Permenristekdikti ini dinilai langkah tepat untuk mengawal ideologi bangsa yang mengacu pada empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Share: Permenristekdikti 55/2018 Diteken, Organisasi Ekstra Kemahasiswaan Akhirnya Masuk Kampus