Bisnis

Fenomena Bisnis Kopi Kekinian Ala Milenial, Masih Cuan?

Ilham — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Budaya minum kopi di Indonesia semakin berwarna berkat kehadiran es kopi susu kekinian. Hidangan es kopi susu ini sering dipesan untuk berbagai kesempatan, seperti nongkrong bareng, menemani kerja, atau hanya sekedar untuk penyegaran di tengah teriknya siang hari. Namun, selama masa pandemi, bisnis yang berbasis kerumunan seperti nongkrong itu dilarang.

Sudah lebih dari setahun larangan itu diberlakukan, meski mengalami sepi pembeli saat pandemi ternyata masih banyak kok kedai kopi kekinian yang masih bertahan.

Namun, apakah mereka masih bisa cuan?

Karena Gayo Jadi Kedai

Pengusaha Tjangkir Kopi Yunadi Akhsan, menceritakan perjalanannya untuk membangun bisnis kopi kekinian. Kopi miliknya diklaim lebih istimewa karena khas dari Gayo. Ia ingin mengenalkan kopi daerahnya ke masyarakat. 

“Ini karena latar belakang keturunan Gayo, Aceh. Ibu saya Gayo dan saya besar dari keluarga ibu. Pada tahun 2014, saya ke Gayo dan melihat kampung saya yang penghasil kopi,” katanya.

Dari sanalah tepatnya tahun 2015 Yunadi mendalami ilmu untuk belajar bertani kopi. Namun baru melangkah serius, bisnisnya belum berhasil sukses.

“Saya mencoba menjual kopi nggak spesial Gayo, semua kopi aceh dengan konsep tradisional. Namun, 2016 tutup,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (10/6/2021).

Baca Juga : Industri Indonesia di Tengah Pandemi

Dua tahun konsisten dan bersabar usai gagal membangun bisnis, baru kemudian pada tahun 2017 kedai kopinya ramai pembeli.

“Baru tahun 2017, saya buka Tjangkir Kopi dengan sasaran anak muda milenial,” jelasnya.

Setelah mulai menemukan startegi bisnis kopi kekinian itu, Yunaidi bersama pamannya telah berhasil membuka dua cabang di Kota Bekasi.

“Cabang pertama di Galaxy dan kedua di Bekasi Timur. Kedua tempatnya kami sewa,” katanya.

Ia mengungkap strategi untuk bisa bertahan dan kuat bersaing. Kunci utama dari suksesnya bisnis ini adalah identitas rasa yang khas.

“Kita sih alhamdulillah, spesialis kopi gayo. Kalau di Bekasi ini orang-orang kalau mau ngopi Gayo, pastinya ke Tjangkir Kopi. Itu mungkin membuat kami bisa bertahan,” kata dia.

Bisnis ini cuan-nya bukan main. Yunaidi menyebut dari penjualan menu andalan Es Kopi Legit saja pendapatannya bisa mencapai Rp60 juta/bulan. “Omzet sebulan mencapai Rp50 -60 juta,” kata dia.

Dari Nongkrong Jadi Kedai

Berbeda dengan Yunadi, Abdul Irfan pengusaha Enigma Kopi yang memulai bisnis dari iseng.

“Sepulang kerja saya nongkrong dan kayaknya bisa buat usaha kopi,” katanya.

Setelah itu ia mencari partner kerja untuk berbisnis kopi yang akhirnya sukses membuat Enigma.

Tentu perjalanan usahanya tak sesingkat bertemu partner dan sukses. Irfan mengatakan sebelum mendirikan Enigma, ia belajar membuat kopi beberapa bulan bersama kawan-kawannya yang yang bekerja sebagai barista.

“Setelah merasa bisa, saya memutuskan untuk buat usaha,” katanya.

Dari bisnis ini Irfan mengatakan bisa mendapatkan Rp40-50 juta/bulan.

Dari Impian Jadi Bisnis Kopi

Ada pula Ibos dan tiga rekannya yang sekarang sudah berhasil menjadi seorang pengusaha kopi. Ibos memulai usaha bersama dari tahun 2015 karena sudah bercita-cita untuk menjadi pengusaha kopi.

“Kami bertiga bersaudara membuat bisnis Kopi Manjadda Wa Jadda pada tahun 2015,” katanya.

Awalnya, mereka bertiga menawarkan kopi single origin dan sekarang ala kekinian dengan modal Rp150 juta.

“Modal kebetulan pinjam dari orang tua dan sekarang sudah balik modal,” kata dia.

Ibos mengatakan bahwa paling banyak terjual dari variasinya adalah es kopi gula aren. 

“Kopi gula aren, paling banyak. Dengan omzet 20 cangkir per hari diluar makanan” katanya.

Mengapa Bisa Bertahan?

Dari deretan cerita manis soal suksesnya berbisnis kopi kekinian, Pengusaha Tjangkir Kopi Yunadi Akhsan, mengungkap beban berat yang harus ditanggung pengusaha selama masa pandemi. Ia menyebut, selama bertururt-turut omzet menurun sampai 80%.

“Pada saat awal COVID-19 itu sangat parah. Terutama saat bulan puasa, karena kita nggak bisa buka siang dan nggak bisa konsumsi di tempat serta harus memberikan THR. Itu yang bikin kita keok. Intinya sih, kita yang penting bisa manajemen keuangan,”jelas dia.

Berbeda dengan Irfan yang lebih tenang menhadapi pandemi ini. Ia mengatakan, kedainya tetap dikunjungi karena sudah memiliki konsumen sendiri .

Baca Juga : Image Jogja Sebagai Surga Kuliner Murah Harus Dipertahankan

 “Pertama harus konsisten dan strategi bertahan,” kata dia.

Sedangkan Ibos berpendapat bahwa mengapa bisa bertahan selama enam tahun bisnis kopi, karena istiqomah.”Karena ini bisnis keluarga, jadi kita selalu buka,”katanya.

Apakah Masih Cuan

Tiga pengusaha kopi ini pun mengungkap apakah bisnis mereka masih cuan?

Irfan mengaku tetap optimis meski pandemi masih ada, yang jadi harapannya adalah budaya ngopi orang Indonesia tidak akan pernah surut.

“Yang jelas, budaya nongkrong Indonesia tidak akan mati. Mungkin masih memungkinkan,” katanya.

Sedangkan Ibos, semuanya lebih realistis. “Kalau menguntungkan sih memang untung, tapi kalau mau buka besar sekalian, kalau kecil mendingan angkringan. Ya namanya bisnis ada naik turun,” terang dia.

Mengapa Bisa Menjamur Bisnis  Kopi

Tangguh Adiwibiwo dari Koperasi Petani Nasional (KPIN) mengungkap mengapa banyak bisnis kopi kekinian yang bermunculan.

Ia menyebut pemicu utamanya adalah viralnya film Filosofi Kopi dan budaya nongkrong anak muda yang mulai menyukai nongkrong di kedai kopi.

“Perubahan nongkrong mulai berubah dan butuh tempat mengobrol makanya muncul banyak kedai kopi bermunculan. Apalagi akses untuk belajar bisnis kopi ini mudah,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (10/6/2021).

Untuk memulai bisnis kopi, kata Dia, lebih mudah, yang paling susah itu adalah mempertahankan usahanya. Untuk memulai bisnis kopi ini, kata dia, bisa mulai modal yang dikit hingga ratusan juta.

“Minimal Rp8 juta dan paling besar Rp900 juta. Itu sudah sama ruko. Dengan balik modal minimal tiga tahun,” katanya.

Share: Fenomena Bisnis Kopi Kekinian Ala Milenial, Masih Cuan?