Isu Terkini

Was-was Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP jadi Karet

Yopi Makdori — Asumsi.co

featured image
Twitter/Jokowi

Pakar Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Nella Sumika Putri mengkhawatirkan pasal mengenai penghinaan presiden dan wakil presiden di RKUHP akan bersifat karet. Pasal ini dikhawatirkan bisa menjerat mereka yang mengkritik kekuasaan. 

Khawatir: Nella melihat hadirnya persyaratan adanya frasa “solusi” dalam mengkritik penguasa menjadi salah satu biang kekhawatiran ini. 

“Masih ada potensi [jadi pasal karet], meskipun sudah dicoba dibatasi akan tetapi pemaknaan kritik disertai solusi cukup ambigu. Apakah kritik harus selalu ada solusi? Sehingga jika dibalik pertanyaannya, apakah jika seseorang menyampaikan kritik tanpa solusi akan dipersamakan dengan menyerang kehormatan juga?” kata Nella kepada Asumsi.co, Kamis (7/7/2022).

Frasa solusi menjadi syarat wajib bagi publik untuk melayangkan kritik ke penguasa jika tidak mau kritiknya dicap sebagai bentuk penghinaan terhadap kehormatan presiden dan wakil presiden. Hal itu tertuang dalam penjelasan ayat 2 Pasal 2018 RKUHP. 

RKUHP juga mensyaratkan kritik yang dilontarkan publik terhadap presiden/wakil presiden tidak diperkenankan dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden 

“Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang obyektif. Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan Wakil Presiden lainnya. Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada Presiden dan Wakil Presiden atau menganjurkan penggantian Presiden dan Wakil Presiden dengan cara yang konstitusional,” bunyi penggalan pasal penjelas tersebut. 

Sulit diterapkan: Nella melihat pasal tersebut memang menunjukkan upaya pemerintah untuk membuat batasan antara penyerangan terhadap martabat penguasa dengan kritik. Namun dia melihat kesulitan akan muncul dalam penerapannya pasal tersebut di lapangan. 

“Yang nanti menjadi persoalan pada tahap penegakan hukum. Apakah penegak hukum memiliki kemampuan menerjemahkan atau menafsirkan apa yang dimaksud dengan kritik dan menghina,” ucapnya.

Kriteria tak jelas: Apalagi rancangan UU itu juga tidak mengatur mengenai kriteria sesuatu disebut sebagai solusi. Klausul niat baik dalam penjelasan pasal tersebut juga dianggap membingungkan, sebab bagaimana nantinya penegak hukum membuktikan adanya unsur niat baik. 

“Ukuran solusi? Apakah harus solusi yang real atau bagaimana. Termasuk membuktikan unsur niat baik,” tandasnya. 

Soroti hal sama: Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat, Feri Amsari juga menyoroti hadirnya frasa solusi dalam penjelasan pasal itu. Dia mengatakan mestinya presiden sendiri yang mencari solusi, bukan malah publik justru dipersyaratkan memberikan solusi sebelum mengkritik penguasa. 

“Bagaimana mungkin ada solusinya bagi publik yang mempermasalahkan kinerja presiden. Yang dipermasalahkan yang bagaimana presiden memberikan solusi yang terbaik kan, bukan publik yang memberikan solusi,” ujar Feri ketikan dikonfirmasi Asumsi.co, Kamis (7/7/2022). 

Menurut Feri, tidak mungkin masyarakat dituntut untuk memberikan solusi, sebab mereka bukan kapasitasnya sebagai pembuat kebijakan. Justru mestinya kekuasaan mencari solusi atas kritik yang dialamatkan terhadapnya. 

“Gak mungkin jugakan publik memberikan solusi karena bukan pembuat kebijakan ya. Oleh karena itu logika kalau di penjelasan [pasal penjelas] harus ada solusi itu tidak masuk akal,” pungkasnya. 

Pasal penghinaan: Pasal 218 menyebutkan bahwa ancaman pidana terhadap pelaku penghinaan presiden atau wakil presiden dipenjara hingga tiga tahun enam bulan. 

“Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,” bunyi Pasal 218 ayat 1, seperti dikutip Asumsi.co pada Kamis (6/7/2022). 

Pengecualian: Ayat selanjutnya mef:nyebutkan pengecualian tindakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, yakni jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. 

Baca Juga:

RKUHP Final: Hina Presiden di Medsos Bisa Dipenjara 4,6 Tahun 

Kata Pakar tentang Kritik Presiden Harus Pakai Solusi di RKUHP 

Bola Panas RKUHP Kini di Senayan

Share: Was-was Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP jadi Karet