Pemerintah telah resmi menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR RI. Penyerahan itu dilakukan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej ke Komisi III DPR RI dalam rapat kerja yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Misteri draf RKUHP: Draf RKUHP sempat menjadi misteri. Imbasnya, berbagai elemen masyarakat ‘ramai-ramai’ menolak pembahasan RKUHP oleh DPR. Bahkan, aksi unjuk rasa di berbagai daerah berlangsung berhari-hari. Mereka mendesak DPR menggelar pembahasan RKUHP secara transparan dan menjunjung partisipasi publik.
Penundaan pengesahan RKUHP: Diketahui, Presiden Jokowi memutuskan menunda pengesahan RKUHP pada September 2019. Lalu, menarik draf RKUHP dari DPR untuk ditindaklanjuti.
Penundaan tersebut merupakan respons pemerintah terhadap penolakan dari berbagai elemen masyarakat terkait adanya sejumlah pasal yang memerlukan peninjauan lebih lanjut.
Proses pembahasan lanjutan: Proses pembahasan RKUHP oleh pemerintah dan DPR terus berjalan pascapenundaan pada 2019. Namun, selama proses pembahasan lanjutan, pemerintah dan DPR hanya menginformasikan matriks yang berisi 14 isu krusial RKUHP. Padahal, setidaknya terdapat 24 poin masalah dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RKUHP versi September 2019.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (25/5/2022), pemerintah dan DPR menyepakati untuk langsung membawa RKUHP ke dalam rapat paripurna karena pembahasan tingkat pertama telah dilakukan pada periode sebelumnya.
Draf RKUHP final kini sudah bisa diakses oleh semua kalangan. Terdapat beberapa aturan yang disorot publik.
Hina DPR-Polri: Draf final tersebut berisi pemidanaan terhadap pihak yang melakukan penghinaan terhadap DPR, MPR, Kejaksaan, Polri, dan pemerintah daerah (pemda). Pasal 351 ayat 1 RKUHP menyebutkan bahwa pihak yang menghina kekuasaan akan dipidana maksimal 1,6 tahun.
Kumpul kebo: Draf itu juga mengatur ancaman pidana terhadap perzinaan dan kohabitasi atau kumpul kebo. Pasal 415 RKUHP mencantumkan sanksi penjara satu tahun bagi orang yang berzina. Orang tersebut juga terancam sanksi berupa denda.
Hukuman mati: Selain itu, draf itu mengatur hukuman mati masih dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden. Itu dapat diperoleh setelah memperoleh pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) jika terpidana berbuat baik selama menjalani masa percobaan 10 tahun.
Santet: Draf itu masih mempertahankan pasal mengenai santet alias ilmu gaib. Namun, ancaman pidananya berkurang, dari maksimal 3 tahun, menjadi 1,5 tahun. Pidana pelaku santet menunai kontroversi menjelang pengesahan RKUHP pada 2019 lalu. Sebab, hubungan kausalitas antara santet dan akibatnya sulit dibuktikan.
Penghinaan Presiden: Draf itu juga mengatur setiap orang yang menghina presiden dan wakil presiden dipidana penjara paling lama 3,5 tahun. Draf itu mengatur banyak lagi aturan dan ketentuan pidana lain.
Baca Juga:
Draf Final RKUHP: Hina DPR-Polri Terancam Bui 1,6 Tahun
RKUHP Final: Hina Presiden di Medsos Bisa Dipenjara 4,6 Tahun
RKUHP Final: Kumpul Kebo Ditahan 6 Bulan, Zina Dibui 1 Tahun