Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap adanya indikasi aliran dana dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke sejumlah pihak di dalam dan luar negeri untuk membiayai kegiatan terlarang.
“Ada beberapa sumbangan yang mengalir ke pihak-pihak yang tidak sebagaimana mestinya, kurang lebih begitu. Misalnya ke dalam negeri atau lembaga-lembaga lain, atau lembaga-lembaga di luar negeri patut ditelusuri lebih lanjut itu terkait kegiatan yang terlarang,” kata Ivan kepada Asumsi.co, Selasa (5/7/2022).
Enggan mengelaborasi: Ivan enggan mengurai kegiatan terlarang yang dimaksud PPATK. Namun menurutnya hal itu mesti didalami lebih jauh.
“Harus dibuktikan dahulu, misalnya ada keterkaitan dengan permasalahan ideologi tapi itu harus dibuktikan dahulu oleh penegak hukum,” katanya.
Tidak mengungkap: Ivan juga enggan mengungkap lembaga yang dimaksud melakukan aktivitas terlarang tersebut. Menurutnya itu kewenangan Densus 88 atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Dijelaskan Ivan, pihaknya hanya melakukan penelusuran aliran dana dari ACT. Dan dari data yang diperoleh, PPATK paham latar belakang sejumlah pihak yang diindikasikan melakukan kegiatan terlarang dan menerima aliran dana dari ACT.
“Dari informasi-informasi yang kita terima kita bisa tahu ini pihak-pihak ini siapa, aktivitas dia apa. Kita kan punya data mengenai orang yang itukan [pihak yang melakukan aktivitas terlarang] hanya bahwa uang yang dikirim itu dipakai untuk aktivitas itukan perlu ditelusuri lebih lanjutkan,” terang Ivan.
Laporan Tempo: Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat sorotan karena dituding bermasalah dalam mengelola pendanaan. Hal ini bermula dari sebuah pemberitaan oleh Majalah Tempo bertajuk “Kantong Bocor Dana Umat,” edisi Sabtu (2/7/2022).
Pemberitaan ini memicu munculnya sejumlah tagar yang bernada mendiskreditkan lembaga itu, mulai dari “Aksi Cepat Tilep” sampai “Jangan Percaya ACT.”
ACT kemudian meluruskan sejumlah isu yang berkembang buntut pemberitaan tersebut. Petinggi ACT diwakili oleh Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT, Bobi Herbowo menjelaskan setiap tudingan yang dialamatkan ACT dalam konferensi pers pada Senin (4/7/2022).
Bantahan ACT: Presiden ACT Ibnu Khajar membantah tudingan dana donasi yang dikumpulkan ACT mengalir untuk membiayai tindakan terorisme.
“Jadi kalau dialokasikan dana teroris itu dana yang mana? Kami sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris,” ujar Ibnu.
Heran dengan tudingan: Ibnu mengaku heran dengan tudingan tersebut. Menurutnya, pihaknya sering mengundang beberapa kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan sejumlah program filantropinya. ACT pernah memberikan bantuan ke korban Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sebagai bentuk kemanusiaan. Ibnu mengatakan penyaluran dana kemanusiaan tidak bisa tebang pilih.
“Lalu soal dana ke Suriah, gini teman-teman, apakah ACT siapkan bantuan kepada pemerintah yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS? Kami sampaikan kemanusiaan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa, nggak penting,” tekannya.
Bantu siapa saja: Menurut Ibnu, selama ini ACT memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang orang tersebut.
“Jadi yang kami tahu ada orang tua yang sakit, ada anak-anak yang terlantar, korban perang kami terima di pengungsian di Turki, kami berikan bantuan pangan medis, dan kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS nggak penting buat kami, karena keluarga keluarga ini orang-orang jompo yang perlu kami bantu, mereka korban perang, jadi ini prinsip kemanusiaan, jadi kalau dibawa ke mana-mana kami jujur aja sering bingung, sebenarnya dana yang ke teroris itu dana yang ke mana?” sambung Ibnu.
Baca Juga:
ACT Akui Comot 13,7% Dana Sumbangan Umat