Kesehatan

Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, BMKG Jelaskan Penyebabnya

Joko Panji Sasongko — Asumsi.co

featured image
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc

Kualitas udara di Jakarta tercatat jadi salah satu yang
terburuk di dunia dalam sepekan terakhir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) menjelaskan sejumlah faktor yang mempengaruhi peningkatan
konsentrasi PM2.5 yang terjadi di Jakarta.

Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko mengatakan
bahwa pada beberapa hari terakhir PM2.5 mengalami lonjakan peningkatan
konsentrasi dan tertinggi berada pada level 148 µg/m3. PM2.5 dengan konsentrasi
ini dapat dikategorikan kualitas udara tidak sehat.

“Tingginya konsentrasi PM2.5 dibandingkan hari-hari
sebelumnya juga dapat terlihat saat kondisi udara di Jakarta secara kasat mata
terlihat cukup pekat/gelap,” kata Urip seperti dilansir Antara.

PM2.5 merupakan salah satu polutan udara dalam wujud
partikel dengan ukuran yang sangat kecil, yaitu tidak lebih dari 2,5 µm
(mikrometer). Dengan ukurannya yang sangat kecil ini, PM2.5 dapat dengan mudah
masuk ke dalam sistem pernapasan, dan dapat menyebabkan gangguan infeksi
saluran pernapasan dan gangguan pada paru-paru.

Selain itu, PM2.5 dapat menembus jaringan peredaran darah
dan terbawa oleh darah ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
gangguan kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner.

Berdasarkan analisis BMKG, konsentrasi PM2.5 di Jakarta
dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi baik yang berasal dari sumber lokal,
seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan
industri dekat dengan Jakarta. Emisi ini dalam kondisi tertentu yang
dipengaruhi oleh parameter meteorologi dapat terakumulasi dan menyebabkan
terjadinya peningkatan konsentrasi yang terukur pada alat monitoring pengukuran
konsentrasi PM2.5.

Selain itu, proses pergerakan polutan udara seperti PM2.5 dipengaruhi
oleh pola angin yang bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Angin yang
membawa PM2.5 dari sumber emisi dapat bergerak menuju lokasi lain sehingga
menyebabkan terjadinya potensi peningkatan konsentrasi PM2.5.

“Pola angin lapisan permukaan memperlihatkan pergerakan
massa udara dari arah timur dan timur laut yang menuju Jakarta, dan memberikan
dampak terhadap akumulasi konsentrasi PM2.5 di wilayah ini,” kata dia.

Faktor lainnya yang mempengaruhi peningkatan PM2.5 yakni
tingginya kelembapan udara relatif menyebabkan peningkatan proses adsorpsi
(perubahan wujud dari gas menjadi partikel). Proses ini menyebabkan terjadinya
peningkatan konsentrasi PM2.5 yang difasilitasi oleh kadar air di udara.

Selain itu, kelembapan udara relatif yang tinggi dapat
menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan. Lapisan
inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara
yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.

“Dampak dari keberadaan lapisan inversi menyebabkan
PM2.5 yang ada di permukaan menjadi tertahan, tidak dapat bergerak ke lapisan
udara lain, dan mengakibatkan akumulasi konsentrasinya yang terukur di alat
monitoring,” kata dia.

Menurut dia, peningkatan konsentrasi PM2.5 yang berdampak
pada penurunan kualitas udara di Jakarta ini memberikan pengaruh negatif pada
individu yang memiliki riwayat terhadap gangguan saluran pernapasan dan
kardiovaskuler.

“Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk dapat
mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan pelindung diri seperti
masker yang sesuai untuk dapat mengurangi tingkat paparan terhadap polutan
udara,” kata dia.

Baca Juga

Share: Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, BMKG Jelaskan Penyebabnya