Eksklusif

Mengurai Respons Pemerintah Tangani Hepatitis Akut

Manda Firmansyah — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi Antara

Temuan pertama kasus hepatitis akut misterius di Indonesia berawal dari tiga pasien anak di RSUP dr Cipto Mangunkusumo yang sudah dalam keadaan meninggal dunia.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiloginya. 

Dalam SE itu, Kemenkes meminta dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). 

Gejalanya ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning, serta urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak. Kemenkes juga meminta dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengedukasi masyarakat tentang pencegahan penyakit ini melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 

Dalam SE itu, Kemenkes merinci langkah-langkah kewaspadaan dan antisipasi yang perlu dilakukan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, Kemenkes juga merinci langkah-langkah kewaspadaan dan antisipasi yang perlu dilakukan kantor kesehatan pelabuhan, laboratorium kesehatan masyarakat, hingga rumah sakit. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi membenarkan, SE itu merupakan respon pemerintah terhadap hepatitis akut misterius ini. Jadi, respon pemerintah tidak sedetail penanganan pandemi Covid-19. 

“Tidak ada kami melakukan tes secara acak atau mengambil sampel setelah melakukan kontak investigasi,” ucapnya kepada Asumsi.co, Kamis (12/5/2022). 

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai, respon pemerintah dari segi komunikasi, deteksi, serta koordinasi yang mengedepankan sikap kehati-hatian dan kewaspadaan sudah tepat. Namun, disparitas antar provinsi dan kabupaten/kota sangat tinggi dari segi kemampuan dalam merespon permasalahan kesehatan. 

Menurut Dicky, belum ada dukungan dari pusat maupun dari tingkat provinsi untuk kabupaten/kota dalam penanganan hepatitis akut ini. 

“Adanya (kasus) kematian itu menunjukkan, sekali lagi, selalu indikator telat suatu wabah, atau indikator keparahan dari suatu wabah, sehingga harus jemput bola, proaktif, termasuk di sisi yang bersamaan harus merespon pandemi dan ancaman-ancaman baru ini dengan kembali memperkuat program kesehatan kita,” ucapnya. 

Ia menilai, hepatitis akut misterius tersebut masih bagian dari dampak pandemi Covid-19. Ia menganggap, hepatitis akut misterius sebagai salah satu bentuk dari long Covid-19. Berdasarkan studi di Israel, kata dia, 90% anak-anak pasien hepatitis akut itu adalah mereka yang setahun terakhir terinfeksi Covid-19. 

Umumnya, hepatitis akut misterius menyerang anak-anak di bawah lima tahun yang belum pantas disuntik vaksin Covid-19. Sangat jarang penemuan kasus hepatitis akut misterius pada orang dewasa memperkuat hipotesa proteksi dari vaksinasi yang mengurangi potensi long Covid-19. 

Ini diperkuat dengan bantahan terhadap hipotesa hepatitis akut misterius disebabkan adenovirus. Apalagi, dalam darah pasien hepatitis akut misterius tidak ditemukan adenovirus dalam jumlah yang tinggi. Hipotesa itu juga diragukan, karena adenovirus terkenal jinak. 

Disisi lain, infeksi Covid-19 sebabkan sel T (sel pertahanan tubuh) melemah. Imbasnya, disfungsi sistem imunitas yang kemungkinan bisa sebabkan infeksi adenovirus. Kasus hepatitis akut misterius ini erat kaitannya dengan kemampuan deteksi surveilans yang baik, pengendalian pandemi Covid-19 di masa lalu, hingga masalah kesehatan anak (terkait gizi, imunitas, hingga lingkungan di suatu negara.

“Ini kombinasi yang harus menjadi pertimbangan dan juga dasar untuk melakukan upaya pencegahan, karena sembari menunggu kepastian mekanisme penularannya (penyebab hepatitis akut misterius),” tutur Dicky. 

Sebaiknya, kata dia, PHBS, 5M, hingga vaksinasi digalakkan. PHBS harus lebih baik ketika status pandemi berakhir. Ini agar bisa mencegah wabah berikutnya, termasuk hepatitis akut ini. 

Dalam status pandemi, kata dia, sebaiknya pemerintah tetap menggencarkan PHBS, 5M, hingga vaksinasi. 

“Karena hepatitis ini memberikan pesan penting (terkait) dampak pandemi tidak hanya bicara langsung kaitannya dengan Covid-19, tetapi ada yang tidak langsung. Kasus-kasus wabah polio, mungkin nanti difteri, campak, atau bahkan penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan vaksinasi, itu bisa muncul dalam waktu dekat, karena kita selama pandemi ini seringkali tidak bisa melakukan upaya pelayanan kesehatan secara normal,” ucapnya. 

Maka, kualitas pelayanan kesehatan primer perlu ditingkatkan untuk melindungi kelompok rentan, seperti anak, ibu hamil, dan lansia.

Baca Juga:

Potensi Dewasa-Lansia Terpapar Hepatitis Akut 

Menkes Klaim Penularan Hepatitis Akut Tak Seperti Pandemi

Share: Mengurai Respons Pemerintah Tangani Hepatitis Akut