Wacana menunda pemilihan umum 2024 hingga 1–2 tahun tiba-tiba berembus lagi. Sejumlah politisi mengungkapkan hal itu dengan beragam alasan.
Dari dalih kepuasan rakyat, penghematan anggaran, hingga pemulihan ekonomi, ada saja alasan yang digunakan untuk penundaan pemilu, berujung pada kegaduhan demi kepentingan politik.
Dalih Ini Itu
Usulan menunda Pemilu 2024 muncul salah satunya dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Wakil Ketua DPR RI itu menyampaikan Pemilu 2024 sebaiknya ditunda demi mempertahankan momentum pemulihan ekonomi.
Cak Imin berdalih, usulan itu merupakan masukan dari beberapa pelaku UMKM, analis ekonomi, dan para pebisnis.
“Banyak masukan penting, intinya prospek ekonomi kita pascapandemi. Dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan Pemilu 2024 itu ditunda satu atau dua tahun,” kata Muhaimin, dikutip dari Antara.
Usulan tersebut direspon positif oleh Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan yang menyebut partainya setuju dengan usulan pelaksanaan Pemilu 2024 dimundurkan. Alasannya, mulai dari pandemi COVID-19, belum stabilnya kondisi ekonomi, situasi global, penghematan anggaran, hingga keinginan rakyat.
“Dibalik itu, berbagai survei menunjukkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah khususnya Presiden Jokowi sangat tinggi, lebih dari 70 persen,” kata Zulkifli.
Hal senada diucapkan oleh Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi yang mengatakan partainya masih mengkaji adanya usulan penundaan Pemilu 2024 secara komprehensif khususnya terkait anggaran negara dalam pemulihan ekonomi.
“Kami masih mengkaji usulan itu (penundaan Pemilu 2024), harus diakui kita fokus pada pemulihan ekonomi. Jika melihat anggaran pemilu yang diajukan KPU sebesar Rp84 triliun, itu besar sekali untuk ongkos demokrasi,” kata Baidowi.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng mengatakan perpanjangan masa jabatan presiden bukan hal yang tabu untuk dibicarakan berbagai pihak.
“Yang tidak bisa diubah hanya Kitab Suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi,” kata Mekeng.
Ia menjelaskan wacana perpanjangan masa jabatan presiden merupakan keinginan masyarakat yang disampaikan kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan anggota DPR Fraksi Partai Golkar. Walau begitu, dia tidak menjelaskan secara rinci masyarakat yang dimaksud itu.
Langgar Konstitusi
Meski demikian, partai pendukung utama pemerintah, PDI Perjuangan justru menolak wacana penundaan pemilu tersebut. Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan usulan penundaan Pemilu 2024 tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
“Hal itu juga melupakan aspek yang paling fundamental dalam politik, yang memerlukan syarat kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi,” kata Hasto.
Dalam beberapa kesempatan, menurut Hasto Presiden Joko Widodo juga berulang kali menegaskan penolakannya terhadap berbagai usulan yang bertujuan untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden atau menunda penyelenggaraan pemilu.
Senada, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq juga menyebut Presiden berulang kali menyampaikan tidak tertarik untuk memperpanjang jabatan hingga tiga periode.
“Saya rasa ketegasan Pak Jokowi untuk menolak penambahan periodesasi dan masa jabatan adalah sangat bijaksana. Beliau tidak mau memberi contoh yang tidak baik untuk generasi mendatang. Ini menunjukkan presiden adalah demokrat sejati,” kata Rofiq.
Ketua Fraksi Demokrat di MPR RI Benny K Harman juga menegaskan usulan penundaan pemilu sangat jelas melanggar konstitusi. Dia mengingatkan semua pihak untuk patuh kepada konstitusi karena itu untuk menyehatkan demokrasi di Indonesia.
“Politik harus dijalankan menurut konstitusi. Bukan menurut selera kekuasaan. Menurut konstitusi, pemilu dilaksanakan lima tahun sekali untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,” ucap Benny.
Sementara anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menegaskan partainya tetap konsisten pelaksanaan pemilu 5 tahun sekali.
“PKS akan konsisten berjuang sesuai dengan konstitusi. Pemilu tiap 5 tahun dan maksimal dua periode untuk jabatan presiden,” ucapnya.
Manuver Konsolidasi Kekuasaan
Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Nusa Tenggara Timur, Mikhael Rajamuda Bataona menilai wacana penundaan Pemilu 2024 digulirkan hanya semata untuk konsolidasi kekuasaan dari pihak tertentu.
Bataona mengakui, menunda Pemilu 2024 itu sebuah gagasan, dan sebagai sebuah gagasan maka sah-sah saja untuk diutarakan. Meski demikian, ketika wacana itu dikontestasikan dengan gagasan negara hukum yang dianut di RI, maka gagasan ini dengan sendiri runtuh.
“Wacana yang dilemparkan oleh Muhaimin Iskandar ini sangat politis, bersayap dan bukan sebuah wacana baru,” ucap Bataona.
Dirinya juga menilai gagasan penundaan Pemilu mirip dengan wacana tentang jabatan presiden tiga periode atau gagasan tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Hal ini tak lepas dari nikmatnya para parpol berkuasa dan memperluas jejaring kekuasaannya.
“Manuver Muhaimin ini memiliki sasaran tembak pada kekuasaan bukan murni pertimbangan demi keamanan ekonomi negara. Muhaimin sebagai ketua partai, kata dia tentu saja ingin terus mengkonsolidasi kekuasaannya lewat menteri di kabinet dan semua jejaring kekuasaan yang dimiliki,” ucapnya.
“Karena kekuasaan itu nikmat. Sayang jika rezim berganti dan cengkeraman pada kekuasaan di kabinet harus berakhir,” tambahnya.
Sarat Kepentingan Politik
Wacana menunda pemilihan umum 2024 sampai 1–2 tahun juga dinilai Pengamat Politik Universitas Paramadina, A Khoirul Umam sebagai usulan yang sarat kepentingan politik dan tidak mencerminkan semangat demokrasi di Indonesia.
“Argumen yang mengusulkan pengunduran Pemilu 2024 itu sangat klise dan sarat kalkulasi kepentingan politik,” kata Umam melalui pesan tertulisnya.
Salah satu kepentingannya, menurut Umam ialah kebutuhan pendanaan Pemilu yang saat ini terbatas karena terdampak pandemi. Dengan diulur, maka bantuan dana politik dari sektor privat atau swasta, hingga pelaku usaha bisa lebih terkonsolidasi seiring dengan membaik-nya situasi pandemi dan pemulihan ekonomi.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic) itu juga menilai usulan menunda Pemilu merupakan upaya mengulur-ulur waktu demi meningkatkan elektabilitas politik.
“Ini adalah strategi mengulur-ulur waktu mengingat tingkat elektabilitas tertinggi di bursa calon presiden lebih banyak didominasi tokoh-tokoh non partai politik atau tokoh parpol tetapi mereka tak punya kendali atas parpol,” kata Umam.
Untuk itu, Umam berharap usulan menunda Pemilu 2024 tidak lagi diperpanjang.
“Karena itu dapat membuka ruang bagi kekuatan oligarki dan otoritarianisme untuk mengubah konstitusi demi kepentingan kelompok tertentu,” pungkasnya.
Baca Juga:
Taat Konstitusi, PDIP Tolak Usulan Penundaan Pemilu