Teknologi

Heboh Pesawat Dituding Sebarkan Omicron, BMKG Jelaskan Fenomena Contrails

Thomas — Asumsi.co

featured image
Ilustrasi/ANTARA

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantah isu yang ramai di media sosial mengenai pesawat yang diduga menyebarkan COVID-19 varian Omicron lewat chemical trails atau jejak kimia di langit Jakarta.

Menurut BMKG, fenomena itu disebut sebagai contrails atau condensation trails (jejak kondensasi).

Ramai di medsos: Sebelumnya, beredar narasi bahwa pesawat terbang diduga menyebarkan jejak kimia di langit, menimbulkan garis awan yang tampak pada malam Senin (14/2/2022) dini hari. Diduga jejak kimia itu yang menyebarkan virus COVID-19 varian Omicron.

Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan Edison Kurniawan menjelaskan narasi tersebut adalah kabar bohong alias hoaks. Menurut Edison fenomena itu merupakan contrails, fenomena alam yang umum terjadi.

Apa itu contrails: Dijelaskan Edison, contrails merupakan fenomena alam yang terjadi saat pesawat terbang tinggi di angkasa. Pesawat terbang seolah mengeluarkan berkas putih seperti asap dari mesinnya dan membentuk garis lintasan atau jejak di belakang pesawat terbang yang terlihat cukup indah dari permukaan bumi.

“Banyak orang mengira bahwa jejak asap itu dengan sengaja dikeluarkan oleh pilot sebagai tanda tertentu. Padahal sebenarnya itu merupakan peristiwa alam biasa sebagai akibat proses kimia-fisika antara gas buang yang ke luar dari mesin (engine) pesawat dengan suhu udara sekitarnya,” kata Edison, dikutip dari Antara.

Mengapa bisa terjadi: Dari hasil riset, pada ketinggian lebih dari 8.000 meter atau 26.000 kaki di atas permukaan laut, suhu udaranya sangat dingin dan bisa mencapai suhu -40 sampai dengan -50 derajat Celcius.

Di sisi lain, bahan bakar pesawat mengandung senyawa hidrokarbon yang terdiri dari zat hidrogen dan karbon. Dalam proses pembakaran di mesin pesawat Hidro-Carbon dibuang oleh mesin pesawat.

Karbon sisa pembakaran menciptakan asap karbon dioksida (CO2) sedangkan hidrogen bereaksi dengan Oksigen (O2) menghasilkan H2O dalam bentuk uap air.

Kondensasi: Edison juga menjelaskan kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud dari gas ke cair. Kondensasi terjadi ketika gas mengalami proses pendinginan sehingga menjadi cairan.

Kondensasi juga bisa terjadi apabila gas dikompresi dengan tekanan yang tinggi sehingga menjadi cairan, atau mengalami kondensasi dari pendinginan dan kompresi. Berikutnya cairan yang telah terkondensasi inilah yang dikenal sebagai kondensat (Condensate).

“Jadi jika gas buang sisa pembakaran mesin pesawat itu ke luar dan bereaksi dengan udara sekitarnya yang suhunya lebih dingin, maka gas tersebut akan terkondensasi menjadi kondensat dan akhirnya menciptakan jejak atau berkas putih yang menyerupai awan Cirus,” ucapnya.

Butiran mikroskopis: Edison menambahkan, kondensat yang terbentuk dapat berupa butiran mikroskopis air es halus menyerupai kabut. Selain itu, kondensat juga bisa berbentuk kristal es kecil jika udara di sekitarnya sangat dingin.

Bisa bertahan lama: Terkait fenomena contrails yang bertahan lama, Edison menilai memang ada contrails yang bisa segera menghilang, namun ada juga yang bisa bertahan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini tergantung dari beberapa faktor, misalnya perbedaan suhu yang cukup tinggi antara gas buang dan udara sekitarnya dan juga kecepatan angin.

“Jika perbedaan suhu cukup tinggi dan kecepatan angin relatif cukup tinggi maka constrail akan lama bertahan, demikian pula sebaliknya. Constrail mempengaruhi suhu bumi, sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global meskipun tidak signifikan,” jelas Edison.

Baca Juga:

AS Imbau Warganya Tak Kunjungi Indonesia Imbas Covid-19

Luhut: Jalan-jalan Saja Kalau Sudah Vaksin dan Tak Punya Komorbid

Sosialisasikan Kemudahan Belanja Saham, Kaesang Promosikan Aplikasi Saham Rakyat

Share: Heboh Pesawat Dituding Sebarkan Omicron, BMKG Jelaskan Fenomena Contrails