Asosiasi Pengusaha Indonesia memaknai putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-undang Cipta Kerja tidak mengubah materi UU tersebut. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan, putusan MK hanya memandatkan perbaikan dalam aspek hukum formil atau tata cara pembuatan undang-undang.
“Yang kami tahu, ini hanya untuk revisi hukum formilnya tapi tidak materinya. Materinya tidak ada yang dibatalkan,” kata Hariyadi dilansir Antara, Kamis (25/11/2021).
Hari ini, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Ciptaker. MK memutuskan bahwa UU Ciptaker harus diperbaiki pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam kurun waktu dua tahun.
Tak singgung materi: Menurut Hariyadi, putusan MK hanya mencakup masalah formil karena masalah proses pembentukan UU Cipta Kerja. MK tidak mempermasalahkan materinya.
“Karena UU Cipta Kerja itu merangkum 78 UU atau dikenal sebagai Omnibus Law, tidak tercantum dalam UU 12/2011 (tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan). Kami melihat ini yang dijadikan dasar oleh hakim konstitusi untuk direvisi,” kata dia.
Karena itu, Hariyadi melanjutkan, waktu dua tahun untuk pemerintah dan DPR dalam merevisi UU Ciptaker hanya berkaitan dengan hukum formil. Pemerintah dan DPR tidak akan mengubah substansi atau materi UU tersebut dan aturan turunannya masih tetap berlaku.
Tetap berlaku: “Itu pemahaman kami dari amart putusan itu. Termasuk yang terkait dengan upah minimum. Ini, kan, sudah tercantum dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 36 Tahun 2021, ya. Karena sudah keluar, ya itu tetap berjalan,” kata dia.
Dengan demikian, Hariyadi menganggap putusan MK itu tidak akan berdampak serius terhadap kepastian hukum dan iklim usaha di Indonesia.
Baca Juga
Putusan MK: Pemerintah dan DPR Harus Perbaiki UU Ciptaker