Politik

Studi: Pemimpin Perempuan Mampu Tekan Kematian COVID-19, Benarkah Gender Mempengaruhi?

Ray Muhammad — Asumsi.co

featured image
Unsplash

Studi yang dilakukan para peneliti mengungkapkan sosok pemimpin wanita mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa di tengah pandemi COVID-19, dibandingkan laki-laki. Benarkah demikian?

Pemimpin Perempuan Dinilai Lebih Sigap

Berdasarkan studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Sao Paulo dan Barcelona, serta Insper menunjukkan bahwa kota-kota yang dipimpin oleh perempuan di Brasil mencatatkan 43 persen lebih sedikit kematian, serta 30 persen lebih sedikit perawatan di rumah sakit daripada yang dipimpin oleh laki-laki.

BBC melaporkan, temuan data diperoleh para peneliti usai mempersempit analisis mereka pada 5.500 kotamadya Brasil, serta 700 kota yang menjadi lokasi persaingan ketat antara kandidat pria dan wanita pada pemilihan kepala daerah tahun 2016.

Ukuran populasinya di bawah 200.000 penduduk. Penetapan kriteria ini dilakukan para peneliti untuk melakukan simulasi eksperimen dengan menggunakan sampel acak.

Penelitian tersebut menyatakan, pemimpin perempuan 5,5% lebih mungkin melarang kerumunan, 8% lebih mungkin mewajibkan penggunaan masker, dan 14% lebih mungkin mewajibkan tes bagi pendatang ke kota mereka.

Temuan ini, diklaim hasil riset menunjukkan bukti yang kredibel kalau kinerja pemimpin perempuan lebih sigap dibandingkan pemimpin laki-laki saat menangani isu kebijakan global, seperti situasi pandemi.

“Hasil kami juga menunjukkan peran yang dapat dimainkan pemimpin lokal dalam membantah kebijakan buruk yang diterapkan oleh pemimpin populis di tingkat nasional,” jelas para peneliti dalam riset mereka.

Mampu Menekan 15 Persen Kematian COVID-19

Saat ini, dilaporkan hanya sekitar 13 persen kota di Brasil yang dipimpin oleh perempuan. Lewat riset ini, para peneliti ingin menekankan pentingnya kebijakan tegas diambil dengan mengestimasi jumlah nyawa yang dapat diselamatkan jika setengah dari semua kota di Brasil dipimpin oleh perempuan.

Berdasarkan hasil statistik yang diteliti, diperoleh kesimpulan kota yang diperintah oleh perempuan mencatat 43,7 persen lebih sedikit kematian karena COVID-19 per 100.000 penduduk daripada kota yang diperintah oleh laki-laki.

“Jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit juga 30 persen lebih rendah. Walikota perempuan lebih sering mengadopsi langkah-langkah pencegahan daripada laki-laki,” jelas peneliti dari Universitas Barcelona, Alexsandros Cavgias yang terlibat dalam penelitian ini. 

Baca Juga: Studi: Lebih Dari Satu Juta Anak Kehilangan Orang Tua Selama Pandemi, Dampak Serius Mengintai

Dari hasil riset dapat disimpulkan bahwa keberadaan pemimpin perempuan di Brasil, mampu menekan 15% lebih sedikit kematian karena virus Corona.

“Atau bisa diartikan dari 540.000 warga Brasil yang terancam meninggal dunia karena COVID-19, 75.000 terselamatkan. Kami ingin menunjukkan skala relevansi fenomena ini dalam membuat kebijakan publik,” imbuh Cavgias.

Analisis lebih mendalam juga menunjukkan kalau pemimpin perempuan memperlihatkan lebih memiliki empati dan kepercayaan diri dalam memberikan pengarahan kepada media dalam menghadapi situasi sulit saat ini.

UN Women Akui Perempuan Lebih Efektif Hadapi Situasi Pandemi

Sebelumnya, UN Women juga mengungkapkan hasil riset di tahun 2020 yang menyatakan kalau pemimpin perempuan lebih sigap dan efektif menangani COVID-19.

Alasannya antara lain pemimpin perempuan mampu menciptakan keputusan yang lebih baik karena memandang setara pandangan dan pendapat berbagai gender.

Para pemimpin perempuan juga dianggap seimbang dalam mengambil keputusan berdasarkan pandangan dan pendapat berbagai gender ini. Mereka juga dianggap mampu memanfaatkan lembaga dan mekanisme kesetaraan gender yang ada dalam merespons situasi pandemi. 

“Memastikan bahwa kekhawatiran kesetaraan gender tertanam dalam desain dan implementasi respons kebijakan dan anggaran COVID-19 nasional, serta dan menghapus hambatan perempuan memperoleh akses informasi penting soal virus Corona,” lanjut riset.

Jacinda Ardern Pemimpin Perempuan Paling Disorot

Di awal masa pandemi, sejumlah pemimpin perempuan menjadi sorotan dan banjir pujian karena dinilai mampu mengendalikan situasi pandemi COVID-19 di negara masing-masing mereka antara lain Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen, Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen.

Dari jajaran nama ini, Perdana Menteri Jacinda Ardern mendapat predikat pemerintahan yang paling efektif di dunia saat ini dalam menangani pandemi, sebagaimana dinyatakan oleh media Amerika Serikat, The Atlantic. 

Saat virus Corona disebut mulai masuk ke Selandia Baru pada Maret 2020, Jacinda sigap menutup perbatasan negara tersebut serta menetapkan situasi darurat tertinggi agar warganya memininalisir mobilitas, demi mencegah masuknya COVID-19.

Kala itu, ia disebut berhasil menahan terjadinya penyebaran masif COVID-19 pada 5,1 juta warganya dengan mencatatkan 1.107 kasus dan 12 kematian hingga April 2020. “Sistem kesehatan tidak menghadapi kelebihan kapasitas, kasusnya terkendali,” demikian dikutip dari ulasan media tersebut.

Adapun data terkini yang dirilis oleh Johns Hopkins University The Center for Systems Science and Engineering (JHU CSSE), hingga 22 Juli 2021 Selandia Baru mencatatkan 2.855 kasus dengan total pasien sembuh sebanyak 2.749 dan 26 orang meninggal dunia. 

Benarkah Gender Menentukan Kesuksesan Hadapi Pandemi?

Menyikapi hal ini, Psikolog dari Enlightening Parenting, Okina Fitriani menilai dari segi kejiwaan sosok perempuan ketika menjadi pemimpin, misalnya di dalam keluarga umumnya lebih peduli.

Namun bila bicara soal pemimpin perempuan dunia, kata dia tentu tidak bisa terlepaskan dari politik di dalamnya. Menurutnya, perempuan saat berada di lingkungan politik biasanya ego keserakahannya terhadap kepemimpinan lebih rendah.

“Bisa dikatakan, pemimpin perempuan ini lebih care dan greediness lebih sedikit karena mereka sadar bukan great winner di panggung politik. Apalagi di masa pandemi, bikin lebih terpikir menyelamatkan nyawa orang lain dibandingkan melakukan korupsi misalnya,” jelas Okina kepada Asumsi.co, Sabtu (24/7/21).

Namun menurutnya tak bisa serta merta juga menyimpulkan pemimpin perempuan lebih hebat dalam menghadapi pandemi COVID-19 daripada laki-laki. Sebagaimana riset yang banyak dipublikasikan, kesuksesan pemimpin pemerempuan menangani pandemi karena bergantung pada langkah kebijakan yang diambil. 

“Jadi bukan karena gender semata. Ini kan, soal bagaimana mengambil kebijakan dengan tepat yang saya rasa pemimpin laki-laki juga mampu. Ini faktor persoalan si pemimpinnya yang tentu punya perbedaan dalam mengambil keputusan,” terangnya.

Sementara itu, soal Jacinda Ardern yang dipandang dunia sebagai sosok pemimpin perempuan yang hebat dalam menangani pandemi COVID-19 secara efektif, menurutnya bisa juga dikatakan karena faktor wilayah negaranya yang ikut berperan di dalamnya.

“Bisa dibilang sebagai blessing in disguise karena Lacinda ini negaranya dari satu rumah ke rumah warga lainnya itu jaraknya berjauhan. Tanah di New Zealand itu kan, luas dan rumahnya jarang-jarang. Matahari juga terang sekali di sana, sampai masyarakat yang defisit vitamin D tidak ada. Jadi, bisa dibilang situasi ini membantu juga meminimalisir penularan,” ungkapnya.

Ia pun menyamakan situasi ini dengan negara lain yang kondisinya juga serupa, namun dipimpin oleh kepala negara laki-laki yakni Brunei Darussalam. “Kita bisa compare dengan Brunei yang sudah 400 hari laporannya 0 kasus pemimpinnya laki-laki, Sultan Hassanal Bolkiah. Di sana situasi negaranya juga sama seperti New Zealand, kawasan pemukimannya juga jarang dan tidak ada yang tinggal di satu rumah ramai-ramai dari nenek, kakek, sampai cucu satu rumah,” katanya.

“Kondisi kayak gini juga membantu mereka untuk mengendalikan kasus pandemi sebetulnya. Jadi, menurut saya kita tidak bisa semudah itu menyimmpulkan pemimpin perempuan yang paling bisa menghadapi situasi ini. Tentu perlu dikritisi dan memang semuanya bergantung pada langkah kebijakan yang tepat untuk diambil, sesuai dengan situasi negaranya tanpa memandang gender,” lanjut dia.

Kalau menurut kalian gimana, setuju atau enggak kalau gender mempengaruhi sosok seorang pemimpin dalam menghadapi pandemi COVID-19 di negaranya?

Share: Studi: Pemimpin Perempuan Mampu Tekan Kematian COVID-19, Benarkah Gender Mempengaruhi?