Komika Ardit Erwandha membahas fenomena investasi di mata uang kripto dalam video yang diunggah di media sosialnya. Dalam video berdurasi sekitar 51 detik itu ia membahas fenomena investasi ini dengan nada humor.
Ia menyampaikan, ada anak muda seusia dirinya yang ikut-ikutan melakukan investasi mata uang kripto dan saham. Ada yang hanya modal belajar dari internet dan melihat kawan-kawannya sukses, kemudian ikut terjun dalam investasi keuangan fenomenal ini. Gara-gara itu, ada yang rela menjual berbagai asetnya demi berinvestasi pada mata uang digital dan saham. “Awalnya sih ngikutin tren, tapi yang namanya rezeki gak ada yang tau,” tulis Ardit dalam unggahannya.
A post shared by Ardit Erwandha (@arditerwandha)
View this post on Instagram
Namun, sejak mata uang kripto anjlok, ia menyindir banyak orang yang berhenti untuk bermain kripto. “Lihat, sekarang aku jual barang-barang aku yang lain. Jas tiga ratus ribu, nego gan. Temanku yang makmur tadi udah berhenti main kripto, dia memang anak orang kaya jadi gagal tidak masalah. Kesimpulannya, bila gagal, jadilah anak orang kaya,” ujar Ardit dalam teks videonya itu.
Ardit merupakan salah satu finalis dari ajang Street Comedy IV di tahun 2014. Ia mulai dikenal di tahun yang sama ketika membawa komunitas Stand Up Indo Samarinda untuk tampil di kompetisi Liga Komunitas Stand Up Kompas TV. Namun, ia harus tereliminasi di awal kompetisi.
Jual Aset Adalah Strategi Spekulatif
Apa yang dibuat Ardit dalam video mencerminkan fenomena di dunia kripto mengenai jual aset pribadinya sendiri. Ekonom di Institute For Development of Economics dan Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara mengungkapkan pendapatnya tentang investasi kripto ini. Menurutnya, menjual aset yang ada untuk berinvestasi adalah strategi spekulatif dan tidak pasti bakal untung.
Baca juga: Daftar Negara yang Menolak dan Menerima Transaksi Kripto | Asumsi
“Itu strategi yang terlalu spekulatif, ketika rugi akan besar sekali,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Kamis (27/5/2021).
Ia mengatakan, sebetulnya ada tips untuk investor pemula dalam hal berinvestasi saham maupun kripto.
“Yaitu memulai dari kecil dulu dan mempelajari, baik analisis fundamental, maupun teknikal instrumen investasi yang mau dibeli. Jangan sampai uang kebutuhan sehari-hari (dipakai investasi), bahkan sampai meminjam uang untuk berinvestasi di aset yang fluktuasinya tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, kecenderungan investor di Indonesia itu herd behavior atau ikut kerumunan. Kalau ada yang tren, semuanya mau ikut. “Desember tahun lalu, yang sedang booming saham, lalu sekarang kripto. Padahal tidak semua paham fundamentalnya,” kata dia.
Lulusan dari Universitas Bradford ini menambahkan, tantangan kedua adalah ciri investor yang myopic view atau menderita “rabun jauh”. Maksudnya, investor tipe ini kerap melihat harga aset yang sedang booming untuk kepentingan jangka pendek.
Baca juga: Tak Melulu dari Luar Negeri, Ini Uang Kripto Asal Indonesia | Asumsi
“Contohnya waktu bitcoin crash tahun 2017-2018. Sampai nilai turun 80%. Banyak yang tidak mau belajar dari data historis,” katanya.
Menurutnya berbahaya sekali kalau baru pertama mencoba kemudian langsung memasukkan dana yang besar. “Itu kebodohan finansial namanya. Tidak ada beda dengan berjudi. Sebaiknya, untuk investor pemula, disisihkan dulu perlahan dari pendapatan bulanan, dari 10-20% kemudian naik bertahap,” katanya.