Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengenakan pajak terhadap transaksi mata uang kripto (cryptocurrency), seperti bitcoin yang kini tenar di kalangan investor. Meski demikian, wacana tersebut masih terus dikaji. Pasalnya, mata uang kripto merupakan objek pajak baru, yang jenis pajaknya harus ditentukan sesuai dengan model bisnis kripto.
Menurutnya, ada beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan apabila perdagangan kripto masuk ke dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto.
“Pertanyaannya apakah aset kripto ini termasuk barang dan jasa? Apakah dia ini sebagai pengganti uang atau bukan? Kalau pengganti uang berarti [penyerahannya] bukan kena pajak,” ujar Suryo dilansir dari ddtc.co.id.
Dari sisi pajak penghasilan (PPh), Suryo mengatakan, DJP telah mengadakan diskusi dengan pihak terkait mengenai skema laba yang diperoleh wajib pajak.
Baca juga: Mata Uang Kripto, antara FoMO atau Investasi? | Asumsi
Kehati-hatian Bappebti
Sekretaris Asosiasi Perdagangan Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Robby mengatakan, sampai saat ini proses perumusan pajak terus berlangsung di regulator, dalam hal ini Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Menurutnya, pengenaan pajak dirumuskan agar, di satu sisi, tidak menjadi beban yang terlalu memberatkan bagi pengguna. Di sisi lain, pengenaan pajak bisa menjadi pemasukan negara.
“Beberapa hal telah dibahas, seperti pengenaan PPh final yang besarannya disesuaikan dengan bursa saham, dengan range 0.05%-0.1% dari hasil transaksi penjualan. Namun ada keunikan di aset kripto yang sifatnya cross border. Bisa saja terjadi transaksi di luar negeri. Jika pengenaan pajak yang dilakukan sama dengan pengenaan yang terjadi di dalam negeri, maka potensi terjadi tindakan pencucian uang sangat memungkinkan terjadi. Oleh sebab itu, ada pemikiran pengenaan PPh 26 final untuk transaksi yang terjadi di luar negeri,” katanya saat dihubungi Asumsi.co, Senin (24/5/2021).
Meski demikian, tingginya kekhawatiran regulator, dalam hal ini Bappebti, akan keamanan keuangan konsumen Indonesia, menyebabkan Bappebti lebih berhati-hati dalam membuat aturan dan kebijakan. Bappebti terus melakukan berbagai upaya untuk meregulasi dan melakukan berbagai kebijakan.
Oleh sebab itu, Robby menilai, regulator agar diberikan waktu untuk dapat merumuskan aturan yang terbaik bagi konsumen Indonesia. Ia mengatakan, Aspakrindo pada dasarnya menyambut baik akan diaturnya pajak terhadap aset kripto.
“Dengan adanya pengenaan pajak yang diatur oleh regulasi Indonesia, perdagangan aset kripto akan mendapatkan angin segar karena para konsumen akan mendapatkan kepastian hukum dalam hal penghasilan yang telah ditetapkan,” katanya.
Menurutnya, Aspakrindo berupaya semaksimal mungkin menyelaraskan kebijakan yang dibuat oleh regulator demi terciptanya industri yang sehat dan mewakili seluruh kepentingan konsumen Indonesia.
CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengaku belum mengetahui bagaimana nantinya keputusan dari pemerintah soal pajak aset kripto. Namun, bila itu terealisasikan, ia mengaku, akan menyambut baik keputusan tersebut.
Baca juga: Daftar Negara yang Menolak dan Menerima Transaksi Kripto | Asumsi
“Kami tentu menyetujui adanya pungutan pajak demi mendukung Indonesia menjadi lebih baik. Karena memang, di beberapa negara transaksi aset kripto sudah terkena pajak. Pajak bertujuan untuk mensejahterakan bangsa dan meningkatkan perekonomian negara. Jika pajak ditetapkan, artinya dunia aset kripto atau blockchain dapat memberikan kontribusi kepada negara,” katanya.
Tarif pajak
Sampai saat ini, Oscar mengaku, belum mengetahui berapa jumlah tarif pastinya. Ia berharap pajak dari industri ini sebesar 0.05%, supaya industri kripto tetap dapat bersaing dengan global.
“Tetapi, selaku pialang atau pelaku perdagangan aset kripto, saya ingin menyampaikan bahwa pungutan pajak tersebut dihitung sebaik mungkin sehingga tidak memberatkan. Selain itu, pungutan dan realisasi juga diharapkan berjalan dengan baik. Saya kira, pemerintah dapat memahami bagaimana penetapan pajak agar implementasinya dapat berjalan dengan baik dan tanpa memberatkan. Sehingga, iklim aset kripto dan blockchain di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mampu bersaing dengan negara lain,” ujarnya saat dihubungi oleh Asumsi.co, Senin (24/05/2021).
Tetapi, katanya, harga bitcoin dan altcoin tidak bisa diatur pemerintah secara langsung. Hal ini karena sifat blockchain yang terdesentralisasi. Tetapi, kebijakan pemerintah mempengaruhi permintaan. Dan permintaan akan berpengaruh terhadap harga.
“Kebijakan sebuah negara memang kerap kali mempengaruhi demand atau permintaan, sehingga harga juga berpengaruh. Tetapi, kebijakan soal pajak sepertinya tidak berpengaruh terhadap menurunnya permintaan, jika tidak memberatkan. Karena salah satu faktor pergerakan harga aset kripto adalah permintaan atau demand. Jika permintaan berkurang, maka harga akan jatuh. Namun, jika kebijakan pajak dapat berjalan dengan baik maka, permintaan dari Indonesia akan meningkat. Sehingga harganya akan meningkat pula,” katanya.